Dijodohkan? Kedengarannya kayak cerita jaman kerajaan dulu. Di tahun yang sudah berbeda ini, masih ada aja orang tua yang mikir jodoh-jodohan itu ide bagus? Bener-bener di luar nalar, apalagi buat dua orang yang bahkan gak saling kenal kayak El dan Alvyna.
Elvario Kael Reynard — cowok paling terkenal di SMA Bintara. Badboy, stylish, dan punya pesona yang bikin cewek-cewek sampai bikin fanbase gak resmi. Tapi hidupnya yang bebas dan santai itu langsung kejungkal waktu orang tuanya nge-drop bomb: dia harus menikah sama cewek pilihan mereka.
Dan cewek itu adalah Alvyna Rae Damaris — siswi cuek yang lebih suka diem di pojokan kelas sambil dengerin musik dari pada ngurusin drama sekolah. Meskipun dingin dan kelihatan jutek, bukan berarti Alvyna gak punya penggemar. Banyak juga cowok yang berani nembak dia, tapi jawabannya? Dingin banget.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Alfiyah Mubarokah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 16 Pelajaran
Setelah menempuh perjalanan sekitar setengah jam, mobil sport hitam yang dikendarai El akhirnya berhenti di depan sebuah kafe kecil bergaya industrial yang sebelumnya disebutkan oleh Darian. Hujan tipis menyambut kedatangannya, meninggalkan bekas-bekas air di kaca mobil yang baru saja dimatikannya.
El menghela napas sebentar, meraih jaket di jok sebelah dan menyampingkannya ke pundak sebelum turun. Kafe itu memiliki kesan hangat dengan jendela besar berembun, lampu temaram, dan musik akustik pelan yang terdengar samar bahkan dari luar.
Ia melangkah cepat melewati pintu kaca yang terbuka otomatis. Matanya langsung menyapu ruangan, mencari-cari wajah yang dikenalnya.
"El!" seru Darian dari sebuah meja di sudut ruangan, dekat rak buku yang tampaknya lebih untuk dekorasi. Dia melambaikan tangan cukup heboh, memanggil El yang tampak masih menyisir kerumunan.
Mendengar suara itu, El segera menoleh dan menemukan Darian duduk bersama dua orang lain yang juga akrab Sethian dan Arsenio. Ketiganya duduk dengan gaya santai, meja mereka sudah dipenuhi minuman dan beberapa camilan ringan.
Dengan langkah pelan tapi mantap, El berjalan menghampiri mereka. Ia mengulurkan tangan, memberikan tos satu per satu sebelum menarik kursi kosong dan duduk. Wajahnya tidak seceria biasanya. Bahkan senyum yang muncul hanya sekilas tanpa binar.
"Gue udah pesenin kopi susu favorit lo nih!" ujar Darian sambil menyodorkan cangkir putih ke arah El, nada suaranya sok perhatian seperti biasa.
"Thank," jawab El singkat, mengambil cangkir itu tanpa banyak ekspresi. Ia hanya menyeruput sedikit, lalu meletakkannya di atas meja tanpa berkata lagi.
Darian melirik sekilas, merasa heran tapi memilih tidak langsung bertanya. Ia hanya mengangkat bahu, lalu menggigit donat yang ada di depannya.
“Loh muka lo kenapa kusut gitu El?” tanya Sethian, mengangkat satu alis sambil mencondongkan tubuhnya ke depan. Tatapannya memperhatikan wajah El dengan serius, seolah sedang menganalisis sesuatu.
"Jangan-jangan abis berantem sama pacar lo lagi?" sahut Arsenio, nada suaranya seperti biasa, santai dan menggoda. Ia mengambil kentang goreng dan mencocolkan nya ke saus sambil tertawa kecil.
Biasanya, memang begitu. El sering datang ke tongkrongan dengan wajah kusut jika habis berantem dengan Lyra. Sudah terbiasa tapi kali ini berbeda.
El tidak langsung menjawab. Ia menatap satu per satu wajah teman-temannya, lalu menunduk sedikit. Ada sesuatu yang dipendam.
“Menurut kalian…” El akhirnya bicara, suaranya pelan tapi cukup membuat tiga pasang mata di meja itu fokus padanya. “Kalau nanti kalian udah punya istri, bakal marah gak kalau istri kalian pergi tanpa pamit?”
Pertanyaan itu seperti bom waktu. Meledak diam-diam dan membuat ketiganya terdiam. Tidak ada yang menyangka topik seberat itu muncul dari El, yang biasanya cuek dan santai.
"Ngapain lo nanya hal beginian? Kita aja masih suka bolos sekolah, udah ngomongin soal nikah segala!" Darian tertawa kecil, mencoba mencairkan suasana yang mendadak jadi tegang.
“Ya mungkin El lagi halu pengen nikah cepet,” timpal Arsenio sambil tertawa lebih keras. “Atau jangan-jangan lo mau nikahi Lyra? Jangan bilang lo udah hamili dia El!” serunya lebih heboh.
“Alah jangan ngaco!” Sethian langsung menyikut lengan Arsenio, geleng-geleng kepala. “Biar gimana pun, seburuk-buruknya El dia gak bakal segila itu.”
El hanya menghela napas panjang. Satu tarikan napas yang terdengar berat dan dalam. “Gue cuma iseng nanya, gak usah pada ribet,” ujarnya, mencoba menepis rasa penasaran teman-temannya.
Tapi di balik wajah tenangnya, pikirannya berputar. Ia tidak bisa berhenti memikirkan Alvyna. Istrinya yang keras kepala, yang sudah diingatkan berkali-kali oleh Sarena untuk selalu pamit saat pergi ke luar rumah. Tapi entah kenapa, gadis itu selalu bertindak sesuka hatinya, dan sikap itu secara tidak langsung sukses bikin El kesal.
Gadis itu memang misterius, nyebelin, dan sulit ditebak. Tapi entah kenapa, belakangan ini El merasa lebih sensitif terhadap setiap gerak-geriknya. Seakan-akan ia selalu mengharapkan Alvyna lebih terbuka dan lebih terlibat.
Suasana obrolan mulai cair kembali saat mereka membahas hal lain tentang guru killer, turnamen futsal, dan video TikTok absurd yang sempat viral. Tapi ketenangan itu tidak bertahan lama.
Ponsel El yang diletakkan di atas meja bergetar. Layarnya menyala, menampilkan nama Lyra.
Namun, alih-alih langsung meraihnya, El hanya menatap layar itu. Diam seolah ragu. Bahkan ketika dering berhenti dan muncul notifikasi panggilan tak terjawab, El tetap tidak bergerak.
“Angkat aja El. Entar ngambek lagi, lo juga yang repot,” komentar Darian santai sambil memainkan sedotannya.
Tapi El tidak bergeming. Matanya hanya menatap cangkir kopinya. Setelah beberapa detik, ponsel itu kembali bergetar. Lyra menelpon lagi El tetap diam.
Sethian melirik, lalu menoleh ke Arsenio. Keduanya saling tatap bingung. Biasanya, El langsung lompat kalau Lyra nelpon dua kali berturut-turut.
“El beneran waras gak sih?” bisik Sethian akhirnya, nada suaranya heran setengah khawatir.
El mendecak pelan, terdengar kesal. “Udahlah, jangan bahas dia dulu. Gue lagi gak mood,” ujarnya tanpa nada marah, tapi cukup untuk memberi batas.
Teman-temannya tidak bertanya lebih lanjut, tapi dalam hati mereka bertanya-tanya. Ada apa sebenarnya?
Beberapa menit berlalu dalam keheningan yang canggung. Hingga akhirnya, Darian tiba-tiba menunjuk ke arah kasir.
“Eh itu bukannya anak baru di sekolah kita? Namanya Alvyna ya?”
Mendengar nama itu, kepala El langsung menoleh cepat. Matanya mengarah ke kasir, dan benar saja sosok gadis dengan rambut di kuncir tinggi, hoodie abu-abu, dan celana jeans hitam tengah berdiri menunggu struk belanjaan. Di tangannya ada kantong plastik berisi barang-barang yang sepertinya bukan dari kafe, tapi dari minimarket yang terhubung di sebelah.
Alvyna tampak santai. Wajahnya datar seperti biasa. Ia kemudian berbalik dan berjalan keluar dari kafe.
Namun, perhatian El tidak hanya tertuju pada Alvyna. Tapi juga pada sosok pria yang menunggunya di luar.
Tingginya hampir sama dengan El. Pria itu mengenakan jaket coklat muda, celana panjang gelap, dan tampak akrab saat berbicara dengan Alvyna. Mereka tertawa kecil, berjalan berdampingan menuju motor pria itu yang terparkir di depan.
“Siapa tuh cowoknya?” tanya Arsenio, memicingkan mata. “Pacar?”
El hanya diam. Tapi di dalam, emosinya mulai bergolak.
Ia tahu Alvyna punya pacar sebelum mereka menikah. Dan pernikahan mereka pun bukan karena cinta. Tapi tetap saja, melihat istrinya meskipun hanya di atas kertas berada bersama pria lain, tertawa, dan pergi tanpa pamit, membuatnya tidak nyaman.
Bukan sekadar cemburu. Tapi lebih ke harga diri. Keberadaan El sebagai ‘suami’ yang tak dianggap.
“Dasar!” batin El penuh emosi. “Malah enak-enakan pacaran di belakang gue. Gak ada takut-takutnya. Oke Alvyna lihat aja nanti. Gue bakal kasih lo pelajaran.”
Ia meremas gelas kertas di tangannya sampai penyok. Matanya masih menatap pintu kafe yang baru saja ditinggalkan Alvyna. Teman-temannya melirik diam-diam, tau bahwa emosi El sedang tidak stabil.
Tapi tidak ada yang berani bertanya. Karena kali ini, El tampak lebih diam, lebih serius, dan lebih terluka dari pada sebelumnya.