NovelToon NovelToon
Stuck On You

Stuck On You

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintamanis / CEO / Cinta Seiring Waktu / Cinta Murni
Popularitas:2.1k
Nilai: 5
Nama Author: _Sri.R06

Kehidupan Agnia pada awalnya dipenuhi rasa bahagia. Kasih sayang dari keluarga angkatnya begitu melimpah. Sampai akhirnya dia tahu, jika selama ini kasih sayang yang ia dapatkan hanya sebuah kepalsuan.

Kejadian tidak terduga yang menorehkan luka berhasil membuatnya bertemu dengan dua hal yang membawa perubahan dalam hidupnya.

Kehadiran Abian yang ternyata berhasil membawa arti tersendiri dalam hati Agnia, hingga sosok Kaivan yang memiliki obsesi terhadapnya.

Ini bukan hanya tentang Agnia, tapi juga dua pria yang sama-sama terlibat dalam kisah hidupnya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon _Sri.R06, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Abian dan Rasa Cemburunya

Agnia terdiam di kursi depan kolam renang keluarga Bellamy. Dia merenungi segala hal yang telah terjadi dalam hidupnya. Setiap helaan nafas itu terasa begitu sesak. Namun dia senang karena akhirnya dipertemukan dengan sosok baik seperti Abian.

Menatap langit biru di atas sana, Agnia menarik sudut bibir. Namun entah kenapa hatinya justru terasa semakin gelisah. Dia jelas masih menyadari kehadiran Kaivan yang sangat mengganggu. Dan, tampaknya pria itu tidak berniat berhenti dalam waktu dekat.

“Bagaimana caranya agar aku bisa terlepas dari dia?” Agnia bergumam pelan, kembali menghela napas dengan perasaan sesak yang semakin menghimpit dada.

“Apa yang sedang kamu pikirkan?”

Agnia tersentak saat mendengar suara seseorang yang cukup familiar di telinganya. Dia lantas berbalik, dan akhirnya menemukan Daniel sudah berdiri di sampingnya dengan senyuman yang menunjukan deretan giginya yang rapi.

“Kenapa kamu di sini?!” Agnia mengatur napasnya sejenak, jantungnya masih berdegup kencang akibat perbuatan Daniel yang tiba-tiba.

“Kenapa aku tidak boleh di sini?” Daniel malah bertanya balik, jelas hal itu membuat Agnia kesal bukan main.

Agnia menatap sinis lelaki dengan kaos putih kebesaran itu, ia lantas kembali duduk di kursi dengan tubuh yang lebih tenang dari sebelumnya.

“Tapi serius? Apa yang kamu pikirkan sampai wajahmu berubah jelek seperti tadi?” goda Daniel, dia dengan setia menatap perubahan di wajah Agnia yang tampaknya sedang berusaha untuk menahan diri.

Entah kenapa, tapi rasanya berbicara dengan Daniel hanya akan menambah beban pikirannya saja. Jadi Agnia akhirnya hanya menggeleng lemah, tidak menjelaskan alasan dia diam di sana cukup lama tadi.

“Kenapa? Putus cinta?”

Sepertinya mendiamkan Daniel juga bukan ide yang bagus.

Agnia menatap pria itu dengan tatapan malas, kenapa Daniel malah menguji kesabarannya.

Tapi melihat sikap Agnia itu justru membuat Daniel semakin tertantang untuk membuat lebih banyak masalah dengan wanita itu. “Apa benar?” katanya, dengan sebelah alis yang terangkat, senyumannya semakin lama semakin menyebalkan.

“Atau ….” Daniel menggantung perkataannya. Pikirannya semakin berkelana menerka-nerka hal apa yang menimpa Agnia sebenarnya. Namun berikutnya matanya sudah membola sebelum mengatakan, “Kamu diselingkuhi?! Iya? Katakan siapa yang melakukannya, aku akan memberikan pelajaran pada orang itu?!” katanya. Dia menepuk dada dua kali bertindak bagai seorang pemberani yang akan melawan kejahatan.

Namun melihat itu Agnia membulatkan matanya, dari mana pikiran Daniel itu berasal?! Setelahnya dia berdecak. “Sudah! Buang jauh-jauh pikiranmu itu. Bagaimana aku bisa diselingkuhi, memiliki kekasih saja tidak?” jawabnya kesal.

Namun saat itu Daniel menanggapinya sambil mengangguk saja. “Kamu benar,” katanya.

Kemudian dalam beberapa menit ke depan hanya ada keheningan yang terdapat di sana. Tanpa sadar dia mengangkat kepalanya dan melihat ke arah Daniel yang sudah berjalan ke sisi kolam renang.

Agnia memperhatikan gerak-gerik Daniel, namun saat itu Daniel tiba-tiba melihat ke belakang. Dia kembali menatap Agnia dan tersenyum. “Kemarilah,” katanya.

Agnia mengernyit. “Kenapa?” tanyanya.

“Cepat!”

“Tidak mau,” tolak Agnia, siapa yang tahu apa yang sedang dipikirkan oleh otak jahil Daniel.

“Cepat!”

Namun tampaknya Daniel tidak akan berhenti sebelum Agnia mengikuti keinginannya. Jadi Agnia berdiri dengan enggan, melangkahkan kakinya dengan gerakan pelan sebagai tanpa kemalasannya.

“Apa?” tanya Agnia, saat dia sudah berdiri di samping Daniel.

Namun bukannya menjawab, Daniel malah sudah melakukan sesuatu yang membuat Agnia spontan menutup mata dan berbalik. 

“Apa yang kamu lakukan? Kamu memintaku datang hanya untuk melihatmu membuka pakaian, begitu?!” Agnia sudah memprotes, dia tidak berani berbalik sekarang.

“Kenapa? Aku akan berenang, jelas harus melepas pakaian. Apa kamu tidak pernah melihat pria telanjang dada?” tanya Daniel dengan tatapan aneh.

“Kamu pikir aku wanita seperti apa?!”

“Ini.” Dengan tidak tahu dirinya Daniel melemparkan kaos putih yang tadi dia kenakan di atas kepala Agnia. “Tolong simpan di kursi yang kamu duduki tadi,” katanya, kemudian yang terdengar selanjutnya adalah sesuatu yang besar seolah baru saja terjatuh ke dalam kolam sehingga menimbulkan suara percikan air yang keras.

Agnia berulang kali harus menghela napas menahan emosi yang nyaris berkembang pesat di dadanya. Diraihnya kaos Daniel yang berada di kepalanya, membawa kaos itu untuk di simpan di atas kursi kayu yang tadi dia duduki. 

“Kamu tidak ingin ikut berenang?” tanya Daniel, dengan sedikit berteriak karena posisi Agnia yang sedikit jauh.

Agnia berbalik hanya untuk memberikan tatapan mematikan pada Daniel. “Tidak!”

“Sungguh?” Daniel menumpukan kedua tangan di sisi kolam. Hanya menunjukkan wajah sampai sedikit dari bahunya saja.

Agnia baru saja akan berbalik namun cipratan air malah sudah mengenai pakaiannya, tidak sedikit yang juga mengenai wajah.

Sementara itu sang pelaku malah terbahak melihat wajah Agnia yang terlihat memendam dendam padanya.

Agnia memejamkan matanya, dadanya sudah naik-turun menahan rasa kesal. Baiklah, tapi sepertinya Daniel harus diberi pelajaran. Agar Agnia bisa merasakan ketenangan.

Jadi dengan gerakan kilat Agnia mengambil pakaian yang tadi sudah ia simpan di atas kursi, melangkah dengan cepat menuju kolam lalu melemparkan kaos Daniel tanpa perasaan ke dalam sana. Dia tidak akan peduli apakah Daniel akan marah atau tidak. Yang terpenting kekesalannya sudah lebih mereda sekarang.

“Kau!” Agnia tersenyum begitu manis pada Daniel yang saat itu tampak sudah berapi-api.

Melihat itu jelas Agnia puas jadi dia membakar amarah Daniel dengan menjulurkan lidahnya mengejek.

Namun tanpa diduga Daniel malah keluar dari kolam dan itu sangat cepat. Agnia membulatkan mata, terlebih saat ini Daniel sudah berjalan ke arahnya dengan cepat. Dan, ya. Jangan lupakan tubuh atas pria itu yang tidak terbalut apapun, dan kini rintikan air justru berada di sana.

Agnia sebisa mungkin tidak melihat ke arah lain. Dia fokus pada wajah pria itu yang tampak jauh lebih serius. Agnia sudah bersiap mengambil ancang-ancang untuk melarikan diri. Namun ternyata Daniel lebih cepat, pria itu sudah menangkap pergelangan tangan Agnia dan menahannya agar tidak melarikan diri.

“Tidak! Lepas, Daniel!” Agnia meronta, dia sudah panik saat Daniel menyeretnya ke pinggiran kolam renang. Tampaknya pria itu akan menceburkannya ke kolam.

Hingga saat jarak mereka sudah sangat dekat dengan kolam, Agnia mengerahkan seluruh kekuatannya untuk mendorong Daniel, dan ajaibnya alih-alih terbawa oleh tarikan Daniel, justru pria itu melemahkan cengkraman tangannya sehingga Agnia bisa menarik tangannya sekaligus.

Kemudian dengan suara ‘splash’ yang menggema di penjuru ruangan, sebagai penanda Daniel yang telah terjatuh ke kolam, membuat Agnia terbahak. Dia menertawakan Daniel saat pria itu sudah memunculkan kembali wajahnya ke permukaan.

“Agnia!”

Sebagai tanggapan, Agnia hanya membalasnya dengan suara tawa, merasa geli dengan ekspresi Daniel kali ini. 

Sebagai balasan terakhir. Agnia mengambil air kolam dengan tangannya, seketika itu langsung memercikannya dalam jumlah besar ke arah Lelaki itu.

“Kau! Berhenti!” Daniel sudah merentangkan tangannya menghalangi wajahnya dari air yang terus saja Agnia arahkan padanya. Rasanya bahkan pria itu kesulitan untuk membuka mata akibat serangan air yang membuat perih di area mata.

Sementara itu Agnia tertawa sambil terus melakukan aksinya dengan penuh semangat. Namun di sisi lain, dia tidak tahu ada sosok lain yang memperhatikan mereka dari jauh.

Orang itu tampak menatap dengan tenang, namun kedua tangannya sudah mengepal erat. Entah kenapa, melihat interaksi di hadapannya itu membuatnya merasa tidak nyaman, seolah ada sesuatu yang membuat dadanya terasa sakit.

Abian, pria itu lantas berbalik karena tidak tahan dengan pemandangan yang sialnya terlalu menyesakkan di depan sana.

“Apa yang sebenarnya terjadi padaku?” Abian berbalik, dia menutup sebelah wajahnya dengan satu tangan. Helaan napasnya terdengar berat. Tak lama, pria itu pergi dari sana menuju tempat lain untuk menenangkan diri.

***

Sekitar 15 menit perjalanan akhirnya membawa Abian pada sebuah bangunan tinggi yang menjadi tempat tinggal keduanya.

Dia memarkirkan kendaraan, lantas selanjutnya memasuki bangunan apartemen. Abian menuju unit apartemen miliknya di lantai atas. Suasana hatinya sedang tidak bagus kali ini, bahkan beberapa orang yang mengenal Abian lantas menyapa tidak juga Abian pedulikan.

Pria itu kemudian keluar dari lift saat sampai di lantai tujuan. Dengan langkah pasti dia memasuki salah satu kamar di sana.

Namun tepat saat dia baru saja memasuki tempat itu, kini malah dibuat bungkam dengan pemandangan di dalam sana.

“Apa yang kalian lakukan di sini?”

Di hadapannya, sekitar tiga orang pria yang seusia dengan Abian tampak begitu santai duduk di sofa dengan serial televisi yang menyala. Mereka bahkan sesekali akan tertawa saat menemukan hal lucu di sana.

Abian memperhatikan seisi ruangan, di sana keadaan cukup menyakitkan mata. Bekas botol soda berserakan di meja. Bahkan bungkus makanan ringan tidak dibuang ke tempat yang seharusnya.

Abian menghela napas, dia mendekat pada orang-orang itu dengan raut datar tanpa riak di wajahnya.

“Keluar!”

***

Bertempat di sofa ruang tv, ketiga orang itu masih diam tidak berani bertindak lebih, sementara sang pemilik apartemen yang mereka tinggali masih menatap ke tiga orang itu dengan sorot tajam yang mengerikan.

Kemudian salah satu dari orang itu mulai angkat bicara, berharap memecah hening.

Diawali dengan senyuman canggung, orang itu berdehem sembari menemukan kata yang tepat untuk diucapkan. “Begini, Bro—”

Namun Abian langsung memotong perkataan itu. “Apa yang kalian lakukan di sini?” tanyanya dengan nada datar. Meskipun tanpa ekspresi namun itu cukup membuat bulu kuduk ketiga orang itu merinding.

“Ayolah, jangan berekspresi seperti itu, kau terlihat menyeramkan.” Seorang pria lain dengan kemeja hitam bergaris biru berbicara. Dia bernama Edwin.

Abian menghela napas, dia menyandarkan punggungnya di kepala sofa. Kini ekspresi wajah pria itu lebih tenang, bahkan jauh terlihat menyedihkan.

“Kenapa kalian datang tidak memberitahuku?” Abian bertanya dengan helaan napas yang terdengar samar.

Namun mendengar pertanyaan itu membuat Dicky angkat suara. “Apanya yang tidak memberitahu, aku sudah mengabarimu sebelumnya,” katanya membela diri.

“Tidak ada,” jawab Abian santai.

Kini Dicky jadi gelagapan, apalagi setelah mendapat tatapan mematikan dari teman-temannya itu.

“Kau tidak memberitahu dia?” Danny yang bertanya, dia sudah berancang-ancang untuk menyumpah serapahi temannya itu.

“Sungguh aku memberitahunya. Mungkin kau tidak—”

Namun saat itu Abian sudah mengeluarkan ponselnya, menunjukkan aplikasi percakapan. Dia memperlihatkan chat terakhir antara dirinya dengan Dicky. Dan, benar saja, tidak ada yang menunjukkan kalau Dicky memberitahu Abian akan ke apartemen pria itu.

Jelas saja saat itu Danny maupun Edwin langsung menatap penuh peringatan pada temannya itu membuat Dicky diam-diam meringis lantas mengeluarkan ponsel untuk mengecek kembali kebenarannya.

Namun, tepat saat dia kembali melihat pesan yang dikirimkan pada Abian, tiba-tiba Dicky mengeluarkan cengiran tak bersalahnya, lantas menutup layar ponsel dan menatap Abian dengan sorot mata memohon ampun.

“Ternyata … aku lupa mengisi paket internet, sorry.”

Saat itu Abian hanya menggelengkan kepalanya, dia tidak lagi memperdulikan hal itu.

“Kau ini bagaimana, katanya anak pemilik rumah sakit terkemuka. Dan bahkan pewaris tunggal di keluargamu. Apa membeli paket internet saja tidak bisa?” cibir Danny.

“Namanya orang lupa, apa kau tahu kapan itu bisa terjadi?” kata Dicky membela diri. 

Dia kemudian menatap pada Edwin yang masih diam menatapnya dengan datar. “Sorry, Bro.”

“Untung Tuan muda kita berbaik hati memberikan kode akses untuk memasuki unit apartemennya. Jika tidak, kita akan terjebak di luar dan tidak bisa menikmati semua makanan ini,” kata Dicky, pandangannya mengarah pada Abian, menatap penuh puja. Terasa bangga sekali dia memiliki seorang teman seperti Abian.

“Hm, lain kali aku akan mengganti kode aksesnya agar kalian tidak bisa masuk,” jawab Abian.

Namun saat itu Edwin bertanya pada Abian membuat suasana menjadi hening. “Apa yang sedang terjadi? Kenapa kau sampai datang ke sini?”

“Ini apartemenku, kenapa aku tidak bisa datang?” kata Abian, berkata dengan ketus.

“Kau tahu apa yang aku maksud, Abian.” Edwin kembali berbicara, membuat Abian menghela napas menunjukkan raut wajahnya yang tampak lesu.

Pasalnya, mereka tahu Abian biasanya akan datang ke sana jika suasana hatinya sedang tidak bagus. Seperti sekarang ini, saat Abian datang, mereka dapat melihat raut wajah Abian yang terlihat suram, seolah ada sesuatu yang membuat suasana hatinya menjadi buruk.

“Katakan apa yang terjadi?” tanya Edwin, kini semua orang yang ada di sana menunggu cerita Abian.

“Tidak ada!” Akhirnya Abian memutuskan untuk menutupi alasan di balik perasaannya yang tengah kacau. Lagipula, tidak ada yang bisa memastikan kalau pada Akhirnya teman-temannya itu tidak akan mengejeknya atau mengatakan sesuatu yang justru bisa menyulut amarah pria itu.

“Benar, bagaimana dengan wanita itu?” Danny yang bertanya, namun itu justru membuat Abian seketika membeku. Siapa yang dimaksud Danny?

Tidak mungkin aku secara tidak sengaja menyebutkan nama Agnia tadi, kan?

“Siapa namanya? Argh aku lupa. Wanita yang ingin dijodohkan denganmu itu?” Danny melanjutkan perkataannya, namun hal itu justru membuat raut wajah Abian kembali muram, meskipun tidak dapat dipungkiri ada helaan napas lega yang baru saja keluar dari bibirnya.

“Jangan membahas dia, aku meminta Kakek untuk tidak melakukan perjodohan itu,” kata Abian.

“Sayang sekali, padahal dengar-dengar wanita dari keluarga Chasel itu cantik-cantik. Kenapa kau menolaknya?” tanya Dicky, terdengar decakan samar dari bibirnya, dia menyayangkan sekali penolakan Abian tentang perjodohannya itu.

“Apa urusanmu? Jika kau suka, minta saja orang tuamu untuk menjodohkan kalian,” jawab, Abian.

Saat itu Dicky langsung menatap penuh peringatan pada Abian. “Bagaimana itu mungkin?! Kau tidak ingat aku sudah bertunangan? Aku bukan tipe pria yang akan menyia-nyiakan wanita.”

Terdengar gelak tawa dari bibir Danny, dia melempar bantal sofa pada Dicky cukup keras. “Coba ingat siapa yang pernah dipukuli oleh wanita karena berselingkuh. Apalagi sampai memiliki lima selingkuhan?”

“Itulah kenapa aku tidak ingin mengulanginya lagi. Apalagi sekarang aku sangat mencintai tunanganku,” kata Dicky dengan wajah bersemu merah, nada suaranya dibuat selembut mungkin dan itu berhasil membuat Danny yang mendengarnya geram.

“Tapi serius, apa Kakekmu menerimanya begitu saja? Dia tidak memaksakan perjodohan itu?” tanya Dicky setelah beberapa saat, dia mengernyitkan kening karena heran. Seingatnya Arsenio adalah seseorang yang memiliki kepribadian yang keras.

“Hm, dia membiarkanku untuk mencari wanita pilihanku sendiri. Setidaknya untuk sekarang.” Namun saat Abian mengatakan itu, kepalanya justru malah menayangkan ingatan sebelumnya, saat Agnia tampak tertawa lepas ketika bersama Daniel di kolam tadi. Mengingat itu dadanya kembali panas, bahkan rasanya dia ingin menendang sesuatu sekarang ini.

Abian kembali menyandarkan punggungnya dan membuat kepalanya berbaring di sanggahan sofa. Dia lantas memejamkan mata guna menenangkan diri. 

“Kalau begitu apa kau sudah menemukan wanita pilihanmu itu?” tanya Edwin, menatap Abian dengan alis terangkat.

Abian membuka matanya perlahan, tampak merenung. Dia sendiri tidak yakin. Abian lalu menegakkan tubuh, dia melihat botol soda yang masih tersegel di atas meja, hendak mengambilnya.

Namun sesaat tangannya menyentuh botol soda itu, ingatannya malah kembali pada beberapa waktu lalu saat Agnia mengingatkannya untuk tidak meminum minuman bersoda. Entah kenapa, tapi hal itu membuat dia urung untuk mengambil itu, dan kini malah mengambil botol air putih yang masih baru di atas meja yang sama.

Kau benar-benar mengganggu ketenanganku, Agnia! Abian lantas meneguk botol air itu dengan terburu-buru, dia berharap perasaan mengganggu dihatinya ini bisa segera menghilang.

1
Jam Jam
ceritanya bagus ka, dilanjut ya kak. Semangaaat
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!