NovelToon NovelToon
Annaisha

Annaisha

Status: tamat
Genre:Tamat / Konflik etika / Misteri Kasus yang Tak Terpecahkan
Popularitas:874
Nilai: 5
Nama Author: -Nul

Annaisha: Rumah Penuh Hangat" adalah sebuah kisah menyentuh tentang cinta dan kekuatan keluarga. Putra dan Syifa adalah pasangan yang penuh kasih sayang, berusaha memberikan yang terbaik bagi kedua anak mereka, Anna dan Kevin. Anna, yang mengidap autisme, menjadi pusat perhatian dan kasih sayang dalam keluarga ini.

Melalui momen-momen sederhana namun penuh makna, novel ini menggambarkan perjuangan dan kebahagiaan dalam merawat anak berkebutuhan khusus. Dengan cinta yang tak kenal lelah, keluarga ini menghadapi tantangan sehari-hari dan menemukan kebahagiaan dalam kebersamaan.

Cerita ini mengingatkan kita akan pentingnya dukungan keluarga dan betapa kuatnya cinta dalam mengatasi segala rintangan. Bersiaplah untuk terhanyut dalam kisah yang mengharukan dan penuh kehangatan ini.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon -Nul, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

15. Permintaan Tolong

Duka perlahan mulai surut. Orang-orang sejenak melupakan kabar tak mengenakkan dari keluarga Putra, dimana Anna meninggal secara tiba-tiba.

Putra masih ada di rumah sakit, dan sepertinya akan menghabiskan waktu cukup lama di sana. Begitupun dengan orang tua Syifa yang kini juga sudah kembali ke kampung halamannya.

Rumah terasa begitu lebih sepi begitu tidak ada kehadiran Anna. Lin masih merasa bahwa anak perempuan itu selalu menemaninya di sana. Suara tawa yang belum bisa Lin lupakan, atau jajaran boneka milik Anna yang kini tak tersentuh pemiliknya.

Menjajaki rumah besar yang kini nampak sunyi, dari ujung tangga Lin bisa melihat Kevin yang kini bermain sendirian. Senyum yang selalu anak lelaki itu pancarkan kini perlahan meredup bersamaan dengan Anna yang kini tak lagi dibicarakan.

Lin mengurungkan langkahnya untuk mendekati Kevin ketika melihat Syifa yang datang dari arah dapur. Lin memilih berdiri di balik almari, dan mengawasi kakak iparnya dari kejauhan.

Hasil pemeriksaan lab perihal obat yang kemarin Lin temukan, belum keluar hasilnya. Maka dari itu, Lin memutuskan untuk mencari bukti lain terkait kejahatan Syifa yang barangkali belum ia ketahui.

Dapat ia lihat Anna yang menyerahkan segelas susu pada Kevin. Anaknya tengah mewarnai sebuah gambar sendirian, dan tanpa kata Syifa duduk di sofa sembari memainkan ponsel.

"Bunda, Kevin pengen coklat biasanya. Ayo kita beli," ajak Kevin sembari menatap penuh pada sang Bunda.

Syifa hanya sebatas melirik tanpa minat, dan kembali menggulir layar ponselnya tanpa memedulikan Kevin yang kini beranjak untuk mendekat. "Ayo Bunda, temenin Kevin," rengek Kevin kembali menarik baju sang Bunda.

Merasa muak, wanita itu mendorong tubuh kecil Kevin dengan kakinya. Menatap bengis pada sang anak yang kini meringis kesakitan sebab punggungnya terantuk meja kaca.

Lin ingin menolong, namun ia tidak bisa. Pandangannya menatap iba Kevin yang seperti akan menangis. Namun anak lelaki itu masih kekeh mendekati ibunya.

Benar apa yang dipikirkan oleh Lin, pasti ada sesuatu yang tak biasa, yang selalu dilakukan oleh Syifa. Hingga menimbulkan banyak luka pada tubuh Kevin maupun mendiang Anna.

"Bunda capek, Kevin! Pergi sendiri ke warung depan, memangnya kamu tidak bisa membiarkan Bunda istirahat sebentar saja?" sentak wanita itu dengan kilatan amarah. Tanpa peduli bahwa Lin masih ada di rumah itu, dan bisa saja perempuan itu mendengarnya.

Kevin menggigit bibirnya guna meredam tangis, tangannya mengusap punggungnya yang mungkin terluka sebab Syifa mendorongnya. "Kenapa sekarang Bunda nggak mau nemenin Kevin?" tanya anak lelaki itu dengan parau. Ia mendongak, menatap iris hitam Syifa dengan wajah sendunya. "Semenjak nggak ada Kak Anna, Bunda selalu menjauh dari Kevin. Bunda nggak mau ajak Kevin buat nemuin Ayah, atau sekedar menjenguk Kak Anna di pemakaman. Kevin sedih, Bunda," racau anak lelaki itu menumpahkan keluh kesahnya.

Tanpa sadar, Lin turut meneteskan air matanya mendengar ucapan Kevin. Anak kecil sepertinya, tidak pantas mendapat perlakuan seperti itu, apalagi oleh Ibunya sendiri.

"Memangnya apa peduli Bunda? Mau kamu menyusul kakakmu pun, Bunda nggak peduli." Syifa berucap sarkas sebelum mengambil langkah untuk menjauhi Kevin, namun anak lelaki itu menahan kakinya hingga Syifa tak bisa bergerak.

"Bunda, jangan tinggalin Kevin." Anak lelaki itu mulai memohon dengan tangisan yang kini memenuhi telinga Syifa.

"Kevin, lepas!" Syifa menyentak dengan keras. Tangannya kembali mendorong tubuh Kevin dan bergegas pergi sebelum anak itu kembali menahannya.

"Bunda!" Tangis Kevin yang sesenggukan berhasil meremat hati Lin. Dadanya terasa begitu sesak melihat Syifa yang bersikap seperti itu pada putranya sendiri.

Melihat Syifa yang kini keluar dari rumah, Lin segera berlari untuk menghampiri Kevin. Dipeluknya tubuh mungil itu, dalam rengkuhan sang Tante, Kevin terus menumpahkan tangisnya. Bahkan luka yang ada di tubuhnya tak sebanding dengan perih akibat ucapan Bundanya sendiri. Kevin masih tak paham, mengapa Syifa bersikap sekasar itu padanya.

"Tante, punggung Kevin sakit," adu Kevin pada Lin. Mendengar itu, lantas Lin menyingkap kaos yang dikenakan Kevin hingga ia bisa melihat luka memar yang memanjang di punggungnya.

"Kevin, tahan sebentar ya? Ayo Tante obati," pinta Lin sembari membawa keponakannya ke dalam kamar. Rasanya ia sudah muak mengobati luka-luka seperti pada tubuh anak-anak itu. Namun bagaimana lagi, tak ada yang bisa lakukan kala itu sebab ia tak tahu siapa yang melakukannya.

"Bunda pergi lagi ya, Tante?" Kevin bertanya di sela-sela Lin mengobati lukanya. Manik berkaca-kaca itu menatap Lin dengan penuh harap, hingga Lin tak mampu memandangnya. "Bunda marah ya sama Kevin, Tante? Padahal Kevin cuma minta permen, tapi Bunda malah dorong Kevin," gumam anak itu masih mencurahkan isi hatinya.

"Bunda nggak marah sama Kevin kok." Lin mencoba memberi pengertian pada Kevin. Seburuk apapun perlakuan Syifa, jangan sampai anak itu membenci ibunya sendiri nantinya. "Bunda cuma lagi capek. Maaf ya kalau Bunda tadi dorong kamu. Tante janji, hal kaya gini nggak akan terjadi lagi," ucap Lin dengan sungguh-sungguh.

"Tapi Bunda yang salah, kenapa Tante yang minta maaf?" beo Kevin dengan wajah penasaran.

Lin terdiam begitu mendengar pertanyaan Kevin. Benar juga, seharusnya Syifa yang meminta maaf, atau paling tidak wanita itu merasa bersalah. Namun yang Lin dapati malah sebaliknya, Syifa pergi begitu saja tanpa memedulikan anaknya yang kesakitan sebab ulahnya.

"Kevin, kamu mau ketemu Ayah kan?" Lin bertanya guna mengalihkan perhatian. Tangannya bergerak untuk membereskan kotak P3K yang digunakan untuk mengobati luka Kevin.

"Mau, Tante!" Senyum kecil akhirnya mengembang di bibir Kevin. Membuat Lin menjadi sedikit lega karena anak itu tak kehilangan senyumnya juga.

"Tapi, boleh Tante minta tolong sama kamu? Kamu mau ya ketemu Pak Dokter dan pak polisi? Kamu bisa janji untuk berkata jujur setiap mereka bertanya sesuatu?" tanya Lin penuh harap. "Tante tahu Kevin anak baik, anak yang jujur. Makanya, Kevin bisa bantu Tante?" sambungnya sembari menggenggam jemari Kevin dengan erat.

"Kita mau ketemu Pak Polisi juga, Tan?" tanya Kevin dengan wajah bingung.

Lin mengangguk kecil, tangannya bergerak untuk mengusap rambut milik Kevin. Ia sudah janji akan melakukan sesuatu agar Kevin tak mendapatkan perlakuan buruk dari ibunya lagi, maka dari itu Lin akan melakukan visum di rumah sakit dan menyerahkan hasilnya pada polisi.

"Ayo Kevin, kita segera ke rumah sakit," ajak Lin dengan cepat. Wanita itu menggendong tubuh Kevin dan membawanya keluar sembari meraih tas.

Sebelum Syifa kembali dan mempersulit keadaan, ada baiknya Lin segera datang ke rumah sakit. Dan membawa Kevin pergi secara diam-diam.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!