Haura, Istri Pilihan Dari Desa

Haura, Istri pilihan Dari Desa (15)

" Bukankah dia baru saja kehilangan ayahnya? Kehilangan seseorang juga musibah kan?," kilah Melodi saat ia tak tahu lagi harus beralasan apa.

Semua mengangguk dan setuju dengan ucapan Melodi. Bagaimana dengan Adam? Jawabannya tidak. Ia tak semudah itu percaya.

" Oh," jawab Adam hanya ber oh ria. Ia mulai curiga sesuatu.

Sejujurnya ia pun mencurigai bahwa kejadian di masa silam yang menimpa Alkana pun ulah Melodi. Namun, ia tak punya bukti dan tidak mendapatkan motif melodi melakukan hal itu pada Alkana.

Melodi bernafas lega saat semuanya tidak mencurigai alasan Melodi.

...******...

Di sebuah Villa, Haura masih memandang takjub taman bunga di sekitar Villa. Satu spot yang paling membuat Haura antusias adalah keberadaan Gazebo dan ayunan yang bisa di naiki dua orang dewasa yang ada di tengah taman.

" Ini taman kesayangan Mami. Semua bunga Mami yang pilih dan langsung mendatangkan arsitek untuk membuat taman ini," jelas Alkana

Keduanya duduk di ayunan menikmati suasana taman yang indah. Juga sejuk karena keberadaan pohon-pohon di sekitar mereka.

Pohon buah-buahan yang katanya juga punya cerita sendiri.

" Pilihan Mami memang bagus ya," puji Haura takjub.

" Mami memang suka bunga."

" Ah iya, Mami juga punya florist kan?," tanya Haura. Ia pernah di ceritakan Mami Senja namun belum pernah datang kesana.

" Iya. Kapan-kapan kita kesana. Kamu pasti suka. Disana juga orang-orang bisa memesan buket bunga hidup,"

Haura mengangguk.

" Ayo masuk. Kita belum makan. Mau makan apa?," tanya Alkana

" Tapi, Aa yang masak kan?,"

Alkana tertawa melihat wajah Haura yang tegang. Ia sadar perubahan wajah Haura di mobil sejak ia mengatakan bahwa mereka akan masak sendiri untuk makan.

Di villa memang ada penjaga yang menjaga dan membersihkan villa. Namun, khusus untuk momen ini,Alkana tidak ingin ada yang mengganggunya.

" Aku yang masak,"

" Benarkah? Aa bisa masak?,"

" Kamu meragukan kemampuanku?,"

Haura hanya tertawa. "Aa tidak terlihat pandai masak soalnya," jawab Haura tanpa merasa bersalah. Sementara Alkana hanya berdecak kesal karena Haura meragukan kemampuannya.

...******...

" Jadi, bagaimana?," Alkana menanyakan penilaian Haura terhadap makanan yang ia buat.

Menu makan malam kali ini sederhana. Hanya ayam bakar dan sambal serta lalapan saja.

Ya, sekalipun Alkana bisa masak, bukan masakan yang banyak bumbu atau yang prosesnya lama.

Haura tidak berkata-kata hanya menunjukkan dua jempol pada Alkana. Mulutnya masih mengunyah. Benar, makanannya cukup enak. Dibanding Haura yang tidak bisa masak apa-apa. Kecuali masak air dan mie.

Menjelang malam, Haura dan Alkana sudah bersiap-siap untuk pergi. Di lapang yang ada di tengah pemukiman yang mereka lewati, Alkana melihat ada pasar malam.

Ia berniat mengajak Haura kesana.

" Kita pergi naik apa?,"

" Naik motor. Makanya kamu pakai jaketnya,"

Haura mengangguk sambil mengambil jaket couple yang pernah mereka beli. Ternyata Mami Senja tidak lupa memasukkan benda yang menjadi kesayangan Haura itu.

Benda couple pertama yang ia punya dengan sang suami. Alkana pun menggunakan jaket yang sama. Membuat Haura senang karena mereka lebih tampak sebagai pasangan kekasih daripada pasangan suami-istri.

" Ini punya siapa?," tanya Haura saat melihat sebuah motor matic sudah ada disana Setahunya, tadi belum ada.

" Ini punya Pak Danu. Aku meminjam darinya selama kita disini," jawab Alkana sambil memasangkan helm di kepala Haura.

Pak Danu adalah penjaga Villa yang tinggal tidak jauh dari villa.

Villa milik keluarga Alkana memang masih dekat dengan pemukiman hanya lebih baik sedikit ke daerah perbukitan.

Disana juga ada beberapa villa lagi yang pemiliknya entah siapa. Seperti keluarga Alkana, mereka pun jarang berada di villa itu.

" Terus kalau Pak Danu mau pergi, bagaimana?,"

"Katanya masih ada motor milik anaknya,"

Haura hanya mengangguk.

"Mau duduk miring atau..."

" Duduk biasa aja. Biar bisa meluk Aa," jawab Haura.

" Yakin bisa?," Gamis Haura kan sepertinya akan cukup membuat Haura kesulitan.

" Enggak apa-apa. Gamis Lala lebar kok. Sengaja Lala bikin lebar bagian bawahnya biar kalau naik motor bisa duduk cowok," jawab Haura terkekeh

" Ok," Alkana pun mengangguk saja.

Alkana lalu naik di ikuti Haura yang benar-benar merealisasikan niatnya. Benar-benar memeluk Alkana begitu erat padahal belum berangkat.

" Sini, masukin kesini. Biar hangat," Alkana memasukkan kedua tangan Haura ke dalam saku jaketnya.

Haura hanya mengikuti perintah suaminya. Udara pedesaan sangat nyaman. Tidak ada polusi. Cuaca pun cukup cerah. Perjalanan mereka ke pasar malam di temani sinar rembulan.

Haura menyandarkan kepalanya ke punggung Alkana. Menikmati suasana yang sangat ia rindukan.

Dulu, ia pun selalu di antar jemput ayahnya naik motor. Posisinya seperti saat ini. Bedanya jika dulu ayahnya yang mengendarai motor, kini posisi itu digantikan oleh suaminya.

" A, nanti aku boleh jajan apapun kan?," tanya Haura.

" Boleh. Khusus malam ini saja," jawab Alkana yang awalnya akan melarang.

Mengingat ia yang sedang membuat Haura lupa kejadian buruk itu, Akhirnya Alkana membiarkan saja.

" Terimakasih," ucap Haura senang.

Ia akan menikmati jajanan di pasar malam yang ia rindukan.

Hingga akhirnya mereka sampai. Suasana sudah cukup ramai. Motor yang Alkana bawa di parkir kan di dekat jalan. Disana sudah ada yang menjaga.

Alkana dan Haura berjalan ke arah pintu masuk. Namun, baru beberapa langkah, seorang laki-laki menghampiri keduanya.

Ia tampak bukan berasal dari kampung itu.

" Maaf, bisa saya minta tolong," ucap laki-laki yang usianya sepertinya tidak berbeda dengan Alkana.

Haura yang melihat kedatangan orang asing langsung merangkul erat lengan Alkana. Ia bahkan sedikit memundurkan tubuhnya seolah berlindung di belakang tubuh suaminya.

Alkana yang menyadari itu menggenggam erat tangan Haura seolah mengatakan pada Haura bahwa semua akan baik-baik saja.

" Maaf-maaf, membuat terkejut," melihat respon Haura, laki-laki itu sadar perempuan didepannya pasti sedikit terkejut.

" Tidak apa-apa. Istri saya memang selalu tidak terlalu nyaman dengan orang asing," jelas Alkana singkat.

Sang pemuda pun mengangguk.

" Apa yang bisa saya bantu?,"

" Saya mau ke villa di atas bukit. Jalannya kemana ya?.Saya baru kesini." ucapnya.

" Oh, di depan sana belok kanan. Ikuti saja jalan itu. Nanti akan sampai kesana. Jaraknya satu kilometer kurang lebih,"

"Oh iya. Terimakasih,"

" Sedang berlibur juga?," tanya Alkana basa basi.

Tempat yang dituju sang laki-laki adalah tempat dimana villa Alkana juga berada.

" Iya. Terimakasih sebelumnya,"

" Sama-sama,"

Laki-laki itu pun pamit kembali ke mobilnya. Ia tampak berbicara dengan seseorang sebelum masuk ke dalam mobil.

" Kamu tidak apa-apa?,"

Tubuh Haura tampak bergetar. Tangan yang kini ada di genggaman tangan Alkana pun tampak dingin. Wajah Haura tampak pucat membuat Alkana khawatir.

" Lala takut bertemu orang asing. Itu membuat Lala ingat kejadian saat penculikan dulu,".

" Kamu trauma?,"

TBC