NovelToon NovelToon
Teluk Narmada

Teluk Narmada

Status: tamat
Genre:Tamat / Teen Angst / Teen School/College / Diam-Diam Cinta / Masalah Pertumbuhan / Keluarga / Persahabatan
Popularitas:3.3k
Nilai: 5
Nama Author: Chira Amaive

Angin pagi selalu dingin. Ia bergerak. Menerbangkan apa pun yang sekiranya mampu tuk diterbangkan. Tampak sederhana. Namun ia juga menerbangkan sesuatu yang kuanggap kiprah memori. Di mana ia menerbangkan debu-debu di atas teras. Tempat di mana Yoru sering menapak, atau lebih tepatnya disebabkan tapak Yoru sendiri. Sebab lelaki nakal itu malas sekali memakai alas kaki. Tak ada kapoknya meskipun beberapa kali benda tak diinginkan melukainya, seperti pecahan kaca, duri hingga paku berkarat. Mengingatnya sudah membuatku merasakan perih itu.

Ini kisahku tentangku, dengan seorang lelaki nakal. Aku mendapatkan begitu banyak pelajaran darinya yang hidup tanpa kasih sayang. Juga diasingkan keluarganya. Dialah Yoru, lelaki aneh yang memberikanku enam cangkang kerang yang besar.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Chira Amaive, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Episode 15

Empat cangkang kerang berderet di meja belajarku. Semuanya sudah kucuci dan sikat hingga bersih. Hingga tidak menyisakan aroma khas pantai dari kerang-kerang tersebut. Hubunganku dan Yoru jelas tidak ada yang mengerti. Bahkan aku sendiri dan dia pun tidak paham. Dibilang teman, sepertinya tidak. Kami tidak saling menanyakan kabar, berbagi cerita, ngobrol normal apalagi bersenda gurau. Ia tak pernah menanggapi perkataanku dengan benar seperti seseorang yang berkebutuhan khusus. Ya, aku tidak bermaksud mengejek. Aku rasa ia hanya berpura-pura seperti itu agar tidak terkesan ramah. Mungkin dia gengsi.

Ia benar-benar tidak pernah terlihat lagi di jendela kamarku. Sudah berminggu-minggu. Sejak pertemuan kami di waktu senja. Sepulang aku dari rumah Niji. Sekaligus ketika ia memberikanku sebuah cangkang kerang ke empat. Ukurannya paling besar di antara tiga kerang lainnya.

Tumpukan buku paket, buku tulis serta alat tulis memenuhi kasurku. Padahal, belum genap satu bulan aku berada di semester 2. Tapi, tugas sekolah sudah menumpuk. Ini membosankan. Mungkin, lebih baik aku mengerjakannya di rumah Niji sambil berdiskusi.

Aku terdiam sejenak. Itu bukan ide yang bagus. Yang ada, kami akan mengobrol tak kenal waktu dan soal-soal yang terisi pasti tidak sampai lima nomor. Apalagi, ada sapi barunya yang mulai aku sayangi seperti Nojo. Membayangkannya saja sudah asik. Mungkin ke rumah bibi adalah ide yang lebih baik.

Dua burung dara tetangga menyambut langkahku di halaman rumah. Sehelai bulunya lepas. Angin melintas. Debu-debu berterbangan. Membuatku spontan menutup mata untuk menghindari ada debu yang masuk ke mata.

Pikiran liarku berharap bertemu dengan Yoru di jalan. Tapi jika itu terjadi, mungkin ia akan merebut ranselku dan menyobek buku-buku PR-ku. Tidak jadilah. Tidak usah bertemu sekarang. Baiklah, mengapa lagi-lagi memikirkan Yoru. Ayolah, apa yang terjadi denganku?

Matahari sedikit lebih condong ke barat. Aku telah sampai di jalan raya yang dihiasi bunga sedap malam di pinggirnya. Suasananya tidak seindah malam hari. Sesuai namanya. Bunga sedap malam, maka lebih sedap di malam hari.

Di sinilah aku pertama kali mulai sering memikirkan lelaki nakal itu. Di sini juga aku pertama kali melihat cara dia dihukum. Hanya karena sebuah delima yang aku jatuhkan sendiri. Mataku menyapu sekitar. Mencari sosok yang kuanggap akan kutemui di sekitar sini. Lagi-lagi teringat ransel bawaanku, mungkin bisa jadi bahaya besar bila bertemu dengannya. Tapi aku tak bisa membohongi diri sendiri. Aku benar-benar ingin bertemu Yoru. Ada apa denganku? Yoru itu tidak lebih dari seorang lelaki nakal karena kehidupannya yang kurang beruntung. Sekali pun keluarganya adalah orang yang serba berkecukupan. Aku tak ada tanggung jawab apa pun terhadapnya.

Tiiiitttt....

Suara klakson motor terdengar dari arah belakangku. Aku segera menepi dan mendengar sumpah serapah dari pemuda yang mengendarai motor itu. Itu membuat mood-ku rusak. Membuatku teringat dengan pak Addin. Ya, tak dapat dipungkiri. Sampai sekarang, aku kesal sekali kepadanya. Bukan semata-mata karena ia selalu menghukum Yoru. Ya, aku tahu bukan tanpa alasan ia melakukan itu. Aku hanya tidak suka sikapnya. Keras, cuek, judes. Apalagi, terakhir ke sana aku malah diusir dan tidak diizinkan untuk ke sana lagi. Lagipula, siapa juga yang mau kembali ke tempat itu. Sejak pertama kali aku ke sana pun aku sudah berencana untuk di akan pernah kembali.

"Kak Cine!" panggil seorang laki-laki kecil kepadaku.

Itu adalah Fahim. Sepupuku. Ia sedang bermain kelereng di dekat lapangan gersang bersama lima orang temannya.

"Fahim!"

Laki-laki berusia tujuh tahun itu memelukku. Aroma keringat bercampur minyak kayu putih tercium. Namun, lebih dominan aroma minyak kayu putih. Rambutnya sedikit basah. Ia pasti sudah mandi sebelum bermain. Sepulangnya nanti, bibi pasti akan mengomel karena ia berkeringat lagi setelah mandi.

"Kak Cine mau ke rumah?" Fahim bertanya.

"Iya, nanti jangan pulang telat, ya." Aku berpesan.

Bocah itu mengangguk dan kembali bergabung dengan teman-temannya. Dulu, waktu seumuran Fahim aku juga sering bermain kelereng. Bersama Niji, Zetta dan teman-teman lainnya. Terkadang, Yoru datang dan mengacaukan semuanya. Niji menjerit kencang sekali hingga aku menutup telinga. Tangisannya pecah. Ibunya datang dan telinga Yoru langsung dijewernya hingga menangis. Maka jadilah Niji dan Yoru yang sahut-sahutan bersama tangis. Aku tersenyum, mengingat masa-masa itu. Saat di mana aku belum repot dengan nama Yoru pada benakku.

Suara azan terdengar. Bersamaan dengan lewatnya aku di dekat musholla. Langkahku terhenti. Sekalian saja, salat berjamaah di sini.

"Kamu keponakannya Ilma?" Seorang ibu-ibu bertanya padaku.

Aku yang baru selesai wudhu mengangguk. Sedangkan ia duduk di teras dengan wajah basah.

Mukena putihnya yang kekuningan beraroma wangi sekali. Itu pasti mukena mushola. Padahal, biasanya mukena di masjid atau mushola jarang berbau sedap. Aku buru-buru masuk untuk memastikan mukena itu.

Benar saja. Wangi sekali. Seperti habis di-laundry.

"Saya sedih, mushola ini jarang diperhatikan kebersihan dan kerapiannya," ujar ibu-ibu tadi yang tiba-tiba sudah berada di belakangku. "Tapi, subuh tadi saya benar-benar terkejut melihat mushola ini begitu bersih dan wangi. Itu membuat saya teringat dengan suami saya yang dulu sering membersihkan mushola ini."

"Di mana suami Ibu sekarang?" tanyaku, walaupun sedikit risih karena ibu-ibu ini terus berceloteh tanpa diminta. Apalagi, ini pertama kalinya kami berbicara. Aku memang sering melihat ibu-ibu setiap kali hendak ke rumah bibi. Rumahnya tepat di seberang mushola.

"Sudah meninggal sepuluh tahun yang lalu. Dulu, dia marbot di sini," ucap ibu-ibu itu.

"Turut berdukacita, Bu."

"Kamu mau ke rumah Ilma?"

"Iya, tapi saya mampir dulu buat salat Asar," jawabku.

"Bagus. Ke mana pun kita pergi. Jangan sampai lupa kepada sang Pencipta."

Aku mengangguk. Berusaha sesopan mungkin. Aku tak yakin bisa langsung pergi setelah salat jika ibu-ibu ini berceloteh seperti ini.

"Mushola ini selalu sepi, Nak. Tempat ini hanya ramai ketika bulan Ramadan aja. Pas salat teraweh. Kalau idul fitri kan ke masjid besar di dusun sebelah. Jadi, melihat seorang remaja sepertimu yang mampir salat di sini saja sudah membuat ibu senang."

Seorang ibu-ibu lainnya terlihat memasuki mushola. Seorang lagi menyusul di belakang. Hingga iqamah terdengar, hanya kami berempat yang mengirim shaff perempuan. Aku tak yakin juga jika jumlah shaff laki-laki banyak. Sebab ada hijab pembatas di depan. Mendengar cerita ibu-ibu yang awalnya membuatku risih, seketika membuatku merasa sedih. Ia pasti teringat almarhum suaminya. Mungkin, usianya sekarang sekitar 70-an. Tapi, sorot matanya seolah memiliki harapan besar di kemudian hari, walau entah apa itu.

1
_capt.sonyn°°
ceritanya sangat menarik, pemilihan kata dan penyampaian cerita yang begitu harmonis...anda penulis hebat, saya berharap cerita ini dapat anda lanjutkan. sungguh sangat menginspirasi....semangat untuk membuat karya karya yang luar biasa nantinya
Chira Amaive: Thank you❤❤❤
total 1 replies
Dian Dian
mengingatkan Q sm novel semasa remaja dulu
Chira Amaive: Nostalgia dulu❤
total 1 replies
Fie_Hau
langsung mewek baca part terakhir ini 😭
cerita ini mengingatkan q dg teman SD q yg yatim piatu, yg selalu kasih q hadiah jaman itu... dia diusir karna dianggap mencuri (q percaya itu bukan dia),,
bertahun2 gk tau kabarnya,,, finally dia kembali menepati janjinya yg bakal nemuin q 10 tahun LG😭, kita sama2 lg nyusun skripsi waktu itu, kaget, seneng, haru..karna ternyata dia baik2 saja....
dia berjuang menghidupi dirinya sendiri sampai lulus S2,, masyaAllah sekarang sudah jd pak dosen....

lah kok jadi curhat 🤣🤦
Chira Amaive: keren kak. bisa mirip gitu sama ceritanya😭
Chira Amaive: Ya Allah😭😭
total 2 replies
Iif Rubae'ah Teh Iif
padahal ceritanya bagus sekali... ko udah tamat aza
Iif Rubae'ah Teh Iif
kenapa cerita seperti ini sepi komentar... padahal bagus lho
Chira Amaive: Thank youuuu🥰🤗
total 1 replies
Fie_Hau
the first part yg bikin penasaran.... karya sebagus ini harusnya si bnyak yg baca....
q kasih jempol 👍 n gift deh biar semangat nulisnya 💪💪💪
Chira Amaive: aaaa thank you🥰
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!