Setelah dikhianati sang kekasih, Embun pergi ke kota untuk membalas dendam. Dia berusaha merusak pernikahan mantan kekasihnya, dengan menjadi orang ketiga. Tapi rencanya gagal total saat Nathan, sang bos ditempatnya kerja tiba tiba menikahinya.
"Kenapa anda tiba-tiba memaksa menikahi saya?" Embun masih bingung saat dirinya dipaksa masuk ke dalam KUA.
"Agar kau tak lagi menjadi duri dalam pernikahan adikku," jawab Nathan datar.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yutantia 10, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
APAKAH ITU SUNGGUH-SUNGGUH?
Pagi tadi, Bu Salma sibuk didapur bersama beberapa ART. Kemarin dia teleponan dengan Nathan dan Embun, tahu jika menantunya suka sekali dengan mangga muda yang dibuat manisan, hari ini dia menyuruh art membuat itu mumpung mangga dihalaman belakang sedang berbuah lebat.
Navia yang masuk kedapur heran melihat begitu banyak mangga yang dikupas dan diiris tipis. Meski hamil, dia tak bagitu suka mangga muda, lalu untuk apa semua ini.
"Kebetulan kamu datang, Nav. Nanti kamu kerumah kakak kamu, anterin manisan mangga ini," ujar sang mama.
"Manisan mangga? Kak Nathan gak suka Mah."
"Bukan buat Nathan, tapi Embun. Kakak iparmu itu suka manisan mangga."
Navia berdecak sebal. Hanya mendengar nama Embun saja, sudah bisa membuat emosinya naik. Apalagi tahu jika mamanya seperhatian ini pada Embun, bikin dia naik darah.
"Kok malah diem, nanti anterin ya. Sekalian kamu dan Rama berkunjung, kalian kan gak pernah datang kerumah mereka."
"Navia gak mau," sahut Navia ketus.
"Kamu itu kenapa sih? Masih saja tak suka pada Embun. Jangan mudah terprovokasi dengan gosip gak jelas. Mungkin diluar sana, gosipnya Embun adalah pelakor, tapi jangan mudah percaya. Mama yakin, Embun wanita baik baik, tak mungkin dia jadi pelakor."
"Tak mungkin gimana sih, Ma?" Navia makin kesal. "Embun itu memang pelakor."
Bu Salma menghela nafas sambil geleng-geleng.
"Jangan mudah percaya gosip kalau gak melihat sendiri."
"Aku melihat sendiri, Mah. Aku ngelihat Embun duduk dipangkuan Mas Rama sambil ciuman."
Deg
Jantung Bu Salma seperti berhenti berdetak. Rama? Dia tidak salah dengarkan? Jadi Embun dicap sebagai pelakor karena menjadi selingkuhan Rama, menantunya sendiri.
Navia merutuki dirinya karena sudah keceplosan. Tapi mau gimana lagi, kalau sudah bahas tentang Embun, emosinya langsung meledak-ledak. Dia tak bisa mengontrol apa yang keluar dari mulutnya.
"Jadi Rama punya hubungan gelap dengan Embun?" Mata mama Salma berkaca-kaca. Pernikahan Navia dan Rama masih seumur jagung, dan sekarang Navia hamil, tapi suaminya malah selingkuh. Apa ini artinya, dia telah menyerahkan Navia pada pria yang salah?
Selama ini, Rama dimatanya adalah seorang pemuda yang baik. Pemuda asal Malang yang gak neko-neko, pintar, punya semangat kerja yang tinggi dan yang paling penting, Rama seorang penyabar. Dia bisa menghadapi Navia yang manja dan egois.
"Embun yang kegatelan Mah. Dia itu mantannya Mas Rama. Karena masih cinta pada Mas Rama, dia sampai nguber Mas Rama ke Jakarta. Dia melakukan segala macam cara untuk mendekati Mas Rama. Termasuk ninggalin kerjaan di Malang demi bisa satu kantor dengan Mas Rama." Navia berusaha tetap menjaga nama baik Rama. Meski dia tahu, setelah ini penilaian mamanya pada Rama pasti berubah.
Mama Salma meneteskan air mata. Ibu apa dia, sampai rumah tangga anaknya seperti ini, dia tak tahu. Tapi jika Embun selingkuhan Rama, lalu kenapa, "Kenapa Nathan malah menikahinya?" Apa putranya itu sangat tergila-gila sampai mau dengan wanita murahan seperti Embun.
"Karena Kak Nathan mau jauhin Embun dari Mas Rama," Navia ikut menangis. "Mas Rama dan Embun mau menikah diam-diam dibelakangku, Mah."
"Astaghfirullah," Bu Salma mengelus dada. Dia tak mengira jika kedua mantunya punya skandal menjijikkan seperti ini. Rama yang dia anggap baik, ternyata punya niatan melakukan poligami.
"Kak Nathan menikahi Embun agar Mas Rama tak lagi bisa menikah dengannya."
Tangis Bu Salma makin pecah. Dia pikir Nathan-nya sudah mendapatkan kebahagiaan, ternyata dia salah. Nathan hanya sedang pura-pura bahagia didepannya, karena sesungguhnya, putranya itu belum bahagia. Nathan belum mendapatkan cinta, Nathan hanya menikah demi Navia. Mengorbankan masa depannya demi keutuhan rumah tangga sang adik.
Seharian mama Salma memikirkan nasib kedua anaknya. Baik Nathan ataupun Navia, mereka belum seutuhnya bahagia, mereka bersama orang-orang yang tidak tepat.
Karena kebanyakan pikiran itulah, tekanan darahnya naik. Saat Suster ida mengambilkan minum didapur, mama Salma merasa kepalanya sangat berat. Tiba-tiba semua gelap.
.
.
Mama Salma sudah dipindah keruang rawat. Perepuan paruh baya itu tidur karena pengaruh obat.
Nathan menyuruh Navia pulang karena khawatir dengan kondisinya. Dia tak mau sesuatu terjadi pada kandungan Navia.
"Tapi aku mau nemenin Mama, Kak," Navia menolak pulang.
"Jangan bandel, pikirkan kandunganmu." Nathan menatap Rama, meski dia benci sekali dengan pria itu. "Bawa Navia pulang, dia butuh istirahat. Mama, biar aku saja yang jaga."
Rama mengangguk lalu mengajak Navia pulang.
Sepeninggalan mereka berdua, Nathan mendekati Embun yang duduk disofa. Wajah istrinya itu terlihat sangat pucat, dia pasti memikirkan tentang pandangan mamanya nanti. Ya, Navia sudah menceritakan semuanya tadi.
"Tidurlah," Nathan menarik kepala Embun, menyandarkan dibahunya.
"Kak, apa setelah ini, Mama akan membenciku?" Suara Embun terdengar bergetar karena menahan tangis.
"Jangan pikirkan apapun, semua akan baik-baik saja, tidurlah." Nathan mengusap kepala Embun dan mendaratkan kecupan singkat dikeningnya.
Bukannya tidur, Nathan malah mendengar suara isakan Embun, wanita itu menangis. Segera Nathan mengkat wajah Embun dan menatap kedua matanya.
"Everything will be fine, jangan menangis." Diusapnya air mata Embun menggunakan kedua ibu jarinya.
Meski Bu Salma dirawat di ruang VVIP, tapi karena rumah sakit kecil, jadi tak ada ekstra bed. Hanya ada sofa yang saat ini diduduki Nathan dan Embun.
"Tidurlah," Nathan menyandarkan punggung di sandaran sofa lalu merebahkan kepala Embun didadanya. Diusapnya kepala dan punggung Embun dengan lembut. "Aku yang akan menjelaskan semuanya pada Mama."
Embun melingkarkan kedua lengannya dipinggang Nathan. Saat ini, dia hanya bisa berdoa, supaya saat Bu Salma bangun nanti, semuanya masih baik-baik saja. Tak ada yang berubah dari sikap mertuanya itu padanya.
...----------------...
"Aku mencintainya, Mah."
Samar-samar, Embun yang sudah bangun mendengar suara Nathan. Saat dia membuka mata, dilihatnya Nathan sedang duduk disebuah kursi yang berada disisi brankar dan sedang mengobrol dengan mamanya. Ingin mendengar lebih banyak, Embun pura-pura tidur kembali.
"Jangan bohong sama Mama, Nath. Navia sudah cerita semuanya. Gak seharusnya kamu melakukan tindakan konyol seperti ini. Menjadi pahlawan kesiangan dengan mengorbankan masa depanmu."
Nathan menggeleng, tangannya menggenggam erat telapak tangan sang mama.
"Nathan mencintai Embun, Mah."
Perasaan Embun tak karuan mendengar pernyataan cinta Nathan. Sayang sekali saat ini, dia tak bisa melihat mata Nathan secara langsung.
"Kamu tak perlu berpura-pura lagi."
"Nathan sungguh-sungguh mencintai Embun. Jantung Nathan berdebar saat menatapnya. Nathan merasa bahagia saat dia ada disamping Nathan, dan hati ini terasa hampa saat tak ada dia. Selain itu, hanya melihat dia tersenyum saja Nathan merasa ikut bahagia. Dan ada rasa cemburu saat pria lain dekat dengannya. Apakah seperti itu bukan cinta? Nathan bukan anak kecil Mah, Nathan tahu apa yang Nathan rasakan. Nathan mencintai Embun."
Embun meremat ujung gaunnya mendengar isi hati Nathan. Apakah dia bahagia? Tentu saja. Perasaannya membuncah, karena dia juga merasakan hal yang sama. Tapi pertanyaannya.
Apakah yang kau katakan tadi, sungguh-sungguh isi hatimu Kak? Bukan hanya caramu untuk membuat Mama tenang.