NovelToon NovelToon
Kontrak Pacar Pura-Pura

Kontrak Pacar Pura-Pura

Status: sedang berlangsung
Genre:Nikah Kontrak / Dijodohkan Orang Tua / Kekasih misterius / Perjodohan
Popularitas:152
Nilai: 5
Nama Author: SineenArena

Untuk menghindari perjodohan, mahasiswa populer bernama Juan menyewa Yuni, mahasiswi cerdas yang butuh uang, untuk menjadi pacar pura-puranya. Mereka membuat kontrak dengan aturan jelas, termasuk "dilarang baper". Namun, saat mereka terus berakting mesra di kampus dan di depan keluarga Juan, batas antara kepura-puraan dan perasaan nyata mulai kabur, memaksa mereka menghadapi cinta yang tidak ada dalam skenario.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon SineenArena, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 7 - Akting Kaku

Yuni memegang tali tasnya erat-erat.

Begitu erat hingga buku-buku jarinya memutih.

Dia berjalan menjauh dari perbatasan Fakultas Teknik.

"Aku yang bayar, Yuni. Aku yang atur permainannya."

Kata-kata Juan terngiang-ngiang.

Dingin. Tajam. Benar.

Dia merasa... kotor.

Bukan hanya karena kebohongan itu.

Tapi karena betapa mudahnya dia diperlakukan seperti pion.

Dia bukan partner. Dia adalah properti sewaan.

Langkah kakinya di trotoar terdengar terlalu keras di telinganya.

"Tap... tap... tap..."

Suara langkah kaki seorang pembohong.

Dia melihat jam di ponselnya.

12:45.

Kelasnya jam 1 siang. Sisa 15 menit.

Dia mempercepat langkahnya.

Dia harus menyeberangi kampus. Kembali ke dunianya.

Fakultas Sastra.

Tempat yang tenang, teduh, di mana orang-orang berdiskusi soal makna, bukan soal harga.

Tapi apakah itu masih dunianya?

Setelah apa yang baru saja dia lakukan, dia merasa tidak pantas lagi berada di sana.

Dia merasa seperti lumpur yang akan mengotori lantai marmer perpustakaan.

Dia berjalan melewati taman utama.

Matahari bersinar terik.

Sekelompok mahasiswi dari Fakultas Bisnis duduk di bangku taman.

Mereka memakai baju-baju bermerek. Tas mereka berkilau.

Gadis-gadis yang terlihat seperti seharusnya bersama Juan.

Mereka tertawa. Tawa mereka terdengar lepas dan mahal.

Saat Yuni lewat, tawa mereka berhenti.

Hening.

Hening yang tiba-tiba dan menusuk.

Yuni merasakan tatapan mereka.

Di punggungnya. Menusuk.

Dia tidak berani mengangkat kepala.

Dia menunduk, menatap sepatunya yang usang.

Terus berjalan.

Apakah mereka tahu?

Apakah mereka ada di kantin tadi?

Atau ini hanya... paranoia?

Dia merasa semua orang di kampus ini tahu rahasianya.

Bahwa dia adalah penipu. Bahwa dia dibayar.

Dia bisa merasakan bisikan mereka, bahkan jika dia tidak bisa mendengarnya.

"Lihat itu... bukannya itu..."

"Iya, yang di forum..."

Yuni mempercepat langkahnya, hampir berlari.

Ponselnya bergetar di sakunya.

Bukan Juan.

Notifikasi dari grup angkatan Sastra.

Jantung Yuni melompat ke tenggorokannya.

Dia berhenti di balik pohon besar, terengah-engah.

Jemarinya gemetar saat membuka notifikasi itu.

Jantungnya serasa jatuh ke perut.

Itu adalah screenshot.

Dari forum gosip kampus. "Si Kancil Kampus".

Judulnya: "GILA! JUAN SI RAJA TEKNIK GANDENG CEWEK MISTERIUS DI KANTIN! SIAPA DIA?"

Di bawahnya, ada foto.

Foto buram, diambil dari seberang ruangan.

Foto dirinya.

Duduk di sebelah Juan.

Juan sedang tersenyum lebar. Senyum palsu yang meyakinkan itu.

Dan dia... dia terlihat seperti rusa yang ketakutan.

Pucat. Tegang. Garpu di tangannya kaku.

Di bawah foto, komentarnya meledak.

"Itu siapa sih? Anak mana?"

"Gue denger anak Sastra. Gak mungkin banget."

"Kok mau sih Juan sama yang model begitu? Kemeja flanel? Kayak pembantu."

Komentar itu menusuknya.

"Aneh bgt, Juan kan biasanya sama cewek-cewek glamour. Kayak Selena dari Bisnis."

"Fix ini cuma taruhan."

Yuni berhenti berjalan.

Napasnya tercekat.

Taruhan.

"Gue denger Bimo nantang Juan buat pacarin cewek paling cupu di kampus."

"Gue kasih seminggu."

"Gue kasih tiga hari."

"Kasian ceweknya, nggak sadar dijadiin mainan."

Tentu saja.

Itu adalah penjelasan yang paling logis bagi mereka.

Itu lebih masuk akal daripada "skenario kencan di perpustakaan".

Faktanya, itu hampir sama benarnya. Dia sedang dijadikan mainan.

Dia bukan taruhan. Dia transaksi bisnis.

Entah mana yang lebih buruk.

Dia merasa mual.

Dia cepat-cepat mematikan ponselnya.

Menjejalkannya ke dalam tas.

Dia sampai di kelas "Sosiolinguistik".

Kelas kecil. Hanya dua puluh orang.

Dia terlambat lima menit.

Dosen sudah di depan, menggambar diagram di papan tulis.

"Maaf, Pak. Saya terlambat."

"Silakan duduk, Yuni. Kita sedang membahas... code-switching," kata Dosen itu tanpa menoleh.

Yuni menyelinap ke kursi belakang.

Dia melihat Sarah, sahabat satu-satunya.

Sarah sudah menyimpannya kursi.

Sarah menatapnya.

Bukan dengan tatapan ingin tahu.

Tapi tatapan... cemas.

"Lo dari mana aja?" bisik Sarah.

Yuni hanya menggeleng.

Dosen mulai menjelaskan. "Hari ini kita bahas alih kode dan campur kode..."

"Alih kode," kata Dosen itu, suaranya bersemangat, "Adalah saat seorang penutur berganti bahasa atau ragam bahasa, tergantung siapa lawan bicaranya. Ini adalah... strategi sosial."

Ironis. Yuni merasa dia sedang melakukan alih kode terbesar dalam hidupnya.

Berganti dari "Yuni si Kutu Buku" menjadi "Yuni Pacar Juan".

Strategi sosial... atau strategi bertahan hidup.

Dia mengeluarkan buku catatannya.

Tangannya gemetar.

Dia tidak bisa fokus.

Dia merasakan getaran ponselnya di dalam tas.

Pasti Sarah yang mengiriminya pesan.

Dia mencoba mencatat.

Tulisannya berantakan.

Dia bukan Yuni.

Dia adalah "Yuni", aktris yang kaku.

Dia bahkan tidak bisa berpura-pura menjadi mahasiswi normal sekarang.

Aktingnya... gagal total.

Dia hanya ingin pulang.

Dia melirik ke arah Sarah.

Sarah tidak sedang memperhatikan Dosen.

Dia sedang menatap Yuni.

Wajahnya penuh kekhawatiran.

Ponsel Yuni bergetar lagi.

Sarah:"Lo nggak apa-apa?"

Sarah:"Muka lo pucet banget."

Sarah:"Ada yang ganggu lo? Siapa?"

Yuni tidak membalas.

Dia hanya menatap ke depan.

Dia merasa seperti penipu ulung yang duduk di sebelah sahabatnya.

Rasa bersalah itu lebih berat daripada tatapan seisi kantin.

Satu jam setengah terasa seperti selamanya.

Setiap menit adalah siksaan.

Dia merasakan bisikan dari barisan di depannya.

"Itu Yuni, kan?"

"Iya... gila ya..."

Dia yakin mereka membicarakannya.

Kelas akhirnya selesai.

Dosen bahkan belum keluar ruangan.

Sarah sudah berbalik di kursinya.

Wajahnya serius.

"Jelasin," kata Sarah.

"Jelasin apa?" Yuni pura-pura sibuk merapikan buku.

Dia tidak bisa menatap mata Sarah.

"Jangan pura-pura, Yun. Ponsel gue meledak."

Sarah menunjukkan ponselnya.

Bukan cuma screenshot dari forum gosip.

Sekarang ada foto yang lebih jelas.

Diambil dari meja Bimo, sepertinya.

Foto Juan yang sedang tersenyum padanya, sementara dia menatap steak-nya seperti benda aneh.

"Lo... sama Juan?" tanya Sarah. "Juan... yang itu?"

Yuni terdiam.

Dia menatap sahabatnya.

Mata Sarah. Mata yang selalu jujur. Mata yang selalu ada untuknya.

Mata yang sama yang menemaninya begadang di perpustakaan.

Mata yang sama yang menangis bersamanya saat nilai Yuni turun.

Dia tidak bisa.

Pasal Satu. Kerahasiaan Absolut.

Mengembalikan 200%.

Dua ratus persen dari jumlah yang bisa membayar UKT Dika selama setahun.

Dia tidak punya uang itu.

Dia terjebak.

Dia harus berbohong.

Dia harus berbohong pada Sarah.

"Itu... rumit," kata Yuni.

"Rumit gimana? Lo jadian sama dia?"

Mata Sarah tidak menghakimi. Hanya... bingung.

Dan sedikit... terluka.

"Kenapa lo nggak cerita? Gue sahabat lo, Yun."

"Sejak kapan kita punya rahasia?"

Kata-kata itu menyakiti Yuni lebih dari komentar "pembantu" di forum.

Yuni menelan ludah.

Skenario. Dia harus pakai skenario.

"Sar... ini... baru banget," kata Yuni.

Aktingnya kaku. Dia bisa merasakannya.

"Baru? Di forum itu bilang katanya udah tiga minggu?"

Sial. Gosipnya sudah termasuk detail skenario.

"Iya... tiga minggu," Yuni meralat.

"Tiga minggu? Tiga minggu, Yun? Dan lo nggak bilang apa-apa ke gue?" Suara Sarah naik.

Beberapa mahasiswa yang tersisa di kelas menoleh.

"Sar, jangan di sini," bisik Yuni.

"Maaf, Sar. Gue... gue bingung."

"Bingung kenapa? Ditembak Juan?"

"Iya."

"Di mana? Kapan?"

Yuni memejamkan mata.

Dia membenci Juan saat ini.

Membenci kebohongan ini.

"Di perpustakaan," kata Yuni, seperti robot.

Suaranya datar, tanpa emosi.

"Dia... cari buku. Gue bantuin."

"Di perpustakaan?" Sarah tertawa. Tapi tawanya tidak terdengar senang. "Klise banget kayak di novel."

"Juan... baca buku? Di perpus pusat? Bukan di lounge teknik?"

"Dia... cari buku referensi," Yuni memaksakan diri.

"Terus?"

"Terus... ya gitu. Dia... ngajak ngobrol."

"Gitu doang?" Sarah menyipitkan matanya.

"Yuni, lo aneh banget."

"Aneh gimana?"

"Lo... kaku. Lo kayak bukan Yuni. Lo kayak lagi baca naskah."

Jantung Yuni serasa diremas.

Dia ketahuan.

Bukan kebohongannya. Tapi akting buruknya.

"Gue... gue cuma kaget aja," kata Yuni.

"Ini semua terlalu cepat."

"Gue... gue belum biasa jadi pusat perhatian."

Itu. Itu bukan kebohongan.

Sarah menatapnya lama.

Dia melihat ke sekeliling. Mahasiswa lain mulai memperhatikan mereka berdua.

Wajah Sarah melembut.

"Oke," kata Sarah, suaranya pelan. "Maaf."

"Gue cuma... kaget."

"Dan sedikit... khawatir."

"Kenapa?"

"Kenapa? Yun, sadar. Itu Juan," kata Sarah.

"Dia... playboy kelas berat, Yun. Semua orang tahu itu."

"Inget Rina anak Humas semester lalu? Dia ngejar Rina dua minggu. Dapat. Dua minggu kemudian, Rina nangis-nangis di toilet."

"Juan nggak pernah serius sama siapa-siapa."

"Gue nggak mau lo... dijadiin taruhan."

Kata itu lagi. Taruhan.

Menusuk.

"Gue bisa jaga diri," potong Yuni, lebih tajam dari yang dia maksud.

Sarah terkejut. Mundur sedikit.

"Oh," kata Sarah. "Jadi sekarang lo gitu?"

"Sejak kapan lo jadi cewek jutek, Yun?"

"Nggak gitu, Sar. Gue cuma..."

"Cuma apa? Cuma udah jadian sama si populer terus lupa sama sahabat?"

"Sar, bukan gitu!"

Yuni langsung menyesal.

"Maaf, Sar. Gue... pusing."

"Gue... gue harus pergi."

"Ke mana? Kita belum selesai ngobrol."

"Gue harus ke perpus. Ada shift."

"Tapi lo nggak ada jadwal shift hari ini," kata Sarah.

Sial. Sarah hafal jadwalnya.

"Shift tambahan," kata Yuni. "Mendadak."

Dia berbohong lagi.

Wajah Sarah menunjukkan bahwa dia tidak percaya.

"Shift tambahan? Atau... kencan lagi?" tanya Sarah, suaranya kini dingin.

"Gue harus pergi, Sar."

Yuni tidak tahan lagi.

Dia mengambil tasnya dan bergegas keluar kelas.

Dia tidak bilang "sampai jumpa".

Dia hanya lari.

Meninggalkan Sarah yang menatapnya dengan tatapan bingung, terluka, dan sekarang... curiga.

Yuni berlari ke toilet.

Tempat persembunyian barunya.

Dia mengunci diri di salah satu bilik.

Dia bersandar di dinding.

Napasnya terengah-engah.

Jantungnya berdebar kencang.

Dia berhasil.

Dia tidak membocorkan rahasia.

Tapi dia baru saja... merusak persahabatannya.

Satu-satunya persahabatan yang dia punya.

Air mata mulai menggenang di matanya.

Dia menahannya.

Dia tidak boleh menangis.

Aktingnya kaku.

Karena dia bukan seorang aktris.

Dia pembohong yang buruk.

Dia pembohong yang sangat, sangat buruk.

Ponselnya bergetar di sakunya.

Dia mengira itu Sarah.

Bukan.

Juan:"Cek forum gosip. Debut kita sukses. Mereka kebingungan."

Juan:"Itu bagus. Sesuai rencana."

Juan:"Bersiap untuk tugas berikutnya. Akan aku kabari."

Yuni menatap pesan itu.

Sukses.

Dia tertawa tanpa suara.

Tawa yang pahit dan penuh air mata.

Debutnya sukses.

Tapi dia baru saja kehilangan sahabat satu-satunya.

Dia merasa hancur.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!