Adelina merupakan seorang selebgram dan tiktokers terkenal yang masih duduk di bangku SMA.
Parasnya yang cantik serta sifatnya yang periang membuatnya banyak disukai para followers serta teman-temannya.
Tak sedikit remaja seusianya yang mengincar Adelina untuk dijadikan pacar.
Tetapi, apa jadinya jika Adelina justru jatuh cinta dengan dosen pembimbing kakaknya?
Karena suatu kesalahpahaman, ia dan sang dosen mau tak mau harus melangsungkan sebuah pernikahan rahasia.
Pernikahan rahasia ini tentu mengancam karir Adelina sebagai selebgram dan tiktokers ratusan ribu followers.
Akankah karir Adelina berhenti sampai di sini?
Akankah Adelina berhasil menaklukkan kutub utara alias Pak Aldevaro?
Atau justru Adelina memilih berhenti dan menyerah?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Marfuah Putri, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Belanja Bulanan
~Cinta hanyalah cinta
~Hidup dan mati untukmu
~Mungkinkah semua tanya kau yang jawab
~Dan tentang seseorang itu pula dirimu
~ Kubersumpah akan mencinta
Lagu dari Anda - Tentang Seseorang itu mengalun mengiringi perjalananku dan Mas Al. Sesekali aku mengikuti lirik dari lagu itu seraya mencuri pandang ke arah Mas Al. Dia hanya diam memperhatikan jalanan. Tapi, bisa aku lihat ekor matanya sesekali melirik ke arahku.
Mobil BMW hitam membawaku berbelok ke sebuah supermarket. "Mau ngapain, Mas?"
Mas Al melirikku sebentar lalu membuka seatbeltnya.
"Mau nyari anak ayam," sahutnya kemudian segera ke luar.
Aku segera membuka seatbeltku dan mengikutinya masuk ke dalam supermarket. Pandangan menggoda begitu terpancar dari mba-mba kasir saat Mas Al mendorong pintu supermarket itu. Segera kuraih lengan Mas Al seraya menatap sebal ke arah mba-mba dengan bibir merah merona itu.
Tubuh Mas Al menegang saat aku mengalungkan tanganku ke pinggangnya. Seketika ia menampik tanganku dari sana.
"Jangan keterlaluan!" peringatnya pelan tapi penuh penekanan.
Aku mencebikkan bibir seraya menghentakkan kaki kesal, meninggalkannya yang masih berdiri di depan pintu. Dasar gak peka! Harusnya dia berterima kasih karena aku menjaganya dari mba-mba genit yang menatap lapar ke arahnya.
"Jangan marah." Rambutku yang tergerai rapi seketika berantakan saat tangan Mas Al mengacaknya pelan.
Wajahku mendongak menatap wajah baby soft yang kini sudah ada di depanku. Tangan kekar yang baru saja mengacak rambutku turun perlahan kemudian mengait dengan jemariku. Di genggamnya erat seakan ia takut kehilanganku. Jantungku berdegub kencang, bahkan mungkin pipiku kini sudah merona merah.
Senyum kecil terbit di bibirku. Sesekali aku menyembunyikan wajahku di balik punggung tegap yang berjalan santai di depanku saat beberapa pasang mata menatap ke arah kami.
"Ih, adiknya cantik banget ya."
"Kakaknya aja ganteng banget, mirip oppa-oppa korea."
"Pasti mereka bibit cecan sama cogan unggul."
Kurang lebih itulah komentar-komentar yang tertangkap oleh indra pendengarku selama aku berjalan bersama Mas Al. Ah, mereka pasti gak akan mengira kalau kami ini pasangan suami istri. Aku sendiri saja masih tidak percaya memiliki suami setampan ini.
"Stop!" Aku menahan troli yang akan didorong Mas Al untuk membawa belanjaannya.
Alis Mas Al nampak terangkat seolah bertanya 'kenapa?'. Kulepas genggaman tangan kami lalu segera menuju troli dan menaikinya. Layaknya seorang bocah yang sedang menaiki mobil-mobilan, aku tertawa senang.
"Ayo jalan, Mas," pintaku seraya memainkan besi troli seperti sebuah setir mobil.
"Turun."
"Nggak mau."
"Turun Delina, jangan buat saya malu dengan tingkah kekanakanmu."
Aku menggeleng keras, tanganku semakin erat menggenggam besi troli.
"Turun atau saya gendong!"
"Gendong aja kalau gitu," ucapku seraya mengangkat kedua tangan ke arahnya.
Mas Al menghela napas, lalu memilih tak menanggapi tanganku yang menggantung di udara. Perlahan ia mendorong troli yang memuatku di dalamnya. Untung saja tubuhku tak terlalu besar hingga troli ini cukup menampungnya.
Aku mengubah posisiku menjadi terbaring di dalam troli. Kedua kakiku menggantung ke bawah. Sementara netraku tak bosan memandang wajah tampan Mas Al. Tak hentinya bibir mungilku menyunggingkan senyum saat tak sengaja manik kami bertemu. Gugup. Itu yang tercetak jelas di wajah suamiku.
Satu per satu bahan makanan telah berpindah tempat. Di atas perutku, kecuali daging yang berada di tangan Mas Al.
"Mas, mau es krim," pintaku.
Mas Al menatapku datar. "Jangan banyak-banyak, nanti kamu pilek," sahutnya seraya mendorong troli menuju tempat es krim.
Aku mengangguk patuh seraya tersenyum kecil.
"Mau rasa apa?" tanyanya setelah sampai di tempat es krim dengan berbagai varian rasa.
"Rasa sayang Mas buat aku ada?"
Mas Al terdiam menatapku. "Gak," jawabannya singkat tapi benar-benar langsung menancap ke palung hati paling dalam.
Singkat, padat, dan menyakitkan!
Setelah membeli beberapa es krim dengan berbagai varian rasa, Mas Al kembali mendorong troli ke arah kasir untuk membayar semua belanjaannya. Lagi. Mba-mba kasir yang genit itu menatap Mas Al dengan tatapan menggoda.
Suara cemprengnya di buat sesexy mungkin yang membuat pendengarnya sakit telinga.
"Mas, adiknya cantik banget ya," ucapnya mencoba mengajak Mas Al untuk mengobrol.
Mas Al tak menanggapi mba-mba itu, ia justru sibuk membenarkan rambutku yang menjuntai ke bawah.
"Mau bangun?" tanyanya saat aku berusaha untuk bangun dari troli.
Aku mengangguk sekilas. Setelah memindahkan semua belanjaanya ke meja kasir, Mas Al meraih tengkuk leher dan sela lututku. Reflek, aku mengalungkan tanganku ke lehernya saat ia mengangkatku dari dalam troli. Pemandangan itu disaksikan secara live oleh mba-mba kasir itu. Perlahan, Mas Al menurunkanku dari gendongannya.
"So sweet banget Mas sama adiknya." Mba-mba kasir itu masih berusaha menarik perhatian Mas Al. Tapi percuma saja, wong istrinya saja suka dicuekin apalagi orang gak kenal seperti dia. Ngimpi!
"Dia istri saya," aku Mas Al yang membuatku bahkan mba kasir itu terkejut.
Jari jemari Mas Al kembali menggenggam erat jemariku. Membuatku semakin salah tingkah dibuatnya. Aku benar-benar gak nyangka Mas Al akan mengungkapkan hubungan kami.
"Ah, Masnya bisa aja becandanya," sahut mba-mba kasir seraya tertawa geli.
Mas Al menatapnya datar. "Apa wajah saya terlihat sedang bercanda?"
Mba kasir itu meneguk salivanya saat manik Mas Al menatapnya tajam. Ia menggelengkan kepala sekilas.
"Mba, jadi kerja nggak?" tanyaku untuk memecah ketegangan yang mulai terasa.
Ia tergagap dan langsung kembali dengan pekerjaannya. Lagian, siapa yang percaya gadis yang masih berseragam SMA menikah dengan pria dewasa seperti Mas Al. Alien planet pluto pun tidak akan percaya.
Buru-buru mba kasir itu memasukkan belanjaan ke dalam kantung kresek dan menyerahkan bilnya. Mas Al segera membayarnya dan mengangkat kantung-kantung itu menuju mobil.
"Mas," panggilku saat Mas Al hendak masuk ke dalam mobil.
"Apa lagi?" tanyanya.
Telunjukku menunjuk sebuah toko yang berada di sebrang jalan. Sebuah toko dengan berbagai boneka berjejer rapi di etalase. Mataku menangkap boneka hello kitty yang tak terlalu besar. Mengingat di rumah Mas Al aku hanya membawa satu boneka dari sekian banyak boneka yang kumiliki di rumah. Aku menginginkan setidaknya satu lagi untuk menemani boneka hello kitty milikku.
"Ck. Dasar bocah," decaknya kemudian masuk ke dalam mobilnya.
"Mas," panggilku lagi.
"Cepat masuk!"
Aku masih bergeming di samping mobil. Menatap toko yang sebentar lagi akan tutup itu.
"Cepat masuk atau toko itu keburu tutup." Aku buru-buru memasuki mobil mendengar perkataan Mas Al.
Mas Al menjalankan mobilnya menuju toko di sebrang jalan. Sesampainya di sana, aku memilih salah satu boneka hello kitty yang menarik perhatianku. Tak terlalu besar, tapi cukup dalam pelukan. Mulai hari ini, ia akan menjadi simbol antara aku dan Mas Al.
Tak apa, jika aku tak bisa memeluk Mas Al dalam tidurku. Biar ia yang menggantikan Mas Al memerankan peran itu.
...🍉🍉...
Pukul 18.00 WIB aku dan Mas Al sampai di rumah. Setelah membereskan belanjaan yang kami beli tadi, aku segera mandi. Sedangkan Mas Al, ia langsung sibuk dengan dapurnya.
Langit mendung menyelimuti kota Bandung malam ini. Hujan pun perlahan jatuh ke bumi. Aku yang baru selesai mengenakan baju, menatap sekilas ke arah jendela. Angin berembus dengan kencangnya di luar. Pohon-pohon tampak menari-nari mengikuti arahnya. Aku berjalan ke arah jendela untuk menutup tirai.
Suara gemuruh begitu menggelegar, kilat dan petir saling bersahutan. Lampu yang terang bersinar pun tiba-tiba padam. Tanganku yang masih memegang tirai jendela menggenggamnya dengan erat. Keringat dingin seketika membasahi dahiku. Kepingan-kepingan kejadian masa lalu berputar di otak, membuatku kembali merasakan hal yang paling kubenci.
"Aarrgh!" Aku terduduk memegangi kepala yang mulai berdenyut. Mataku terpejam, tapi bayangan masa lalu itu seolah berada tepat di depan mata.
Tanganku menjambak rambut dan memukuli kepalaku. Aku berusaha menghilangkan kepingan memori yang terus berputar di kepala. Memori yang selalu datang setiap kali gelap menyelimutiku. Rasa takut yang pernah aku rasakan saat kecil kini kembali lagi.
"Pergi! Jangan bunuh aku!" teriakku disela air mata yang telah mengalir dengan deras.
Menjadi korban penculikan dan disekap di dalam gudang yang gelap merupakan saat paling kelam yang harus aku lalui saat masih kecil. Kejadian itu menciptakan rasa trauma yang berat untukku. Membuatku sangat takut akan kegelapan dan kesepian.
"Pergi!" Tanganku memukul udara kosong di depanku.
"Delina, kamu kenapa?"
"Jangan datang, aku mohon. Jangan bunuh aku," pintaku lirih seraya mendekap tubuhku erat.
Dekapan hangat seseorang berhasil membuatku sedikit tenang. Dekapan yang sama seperti yang aku dapat dari seseorang di masa itu. Seseorang yang berhasil menyelamatkanku dari sekapan penculik.
"Tenanglah. Sekarang sudah aman," ucapnya.
Aku meraih tubuhnya, memeluknya dengan sangat erat. Menangis terisak di sana. Aku benar-benar takut jika kejadian kelam itu terulang kembali.