NovelToon NovelToon
ISTRI YANG DIPOLIGAMI

ISTRI YANG DIPOLIGAMI

Status: sedang berlangsung
Genre:Dosen / Poligami
Popularitas:4.6k
Nilai: 5
Nama Author: Naim Nurbanah

Cinta sejati terkadang membuat seseorang bodoh karena dibutakan akal sehat nya. Namun sebuah perkawinan yang suci selayaknya diperjuangkan jika suami memang pantas dipertahankan. Terlepas pernah melakukan kesalahan dan mengecewakan seorang istri.

Ikuti kisah novel ini dengan judul
ISTRI YANG DIPOLIGAMI

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Naim Nurbanah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 32

Pagi baru saja menyelinap masuk lewat celah jendela ketika Umar menghela napas panjang, merasakan lega yang samar setelah malam penuh kegelisahan. Kepalanya masih berat, penuh bayang-bayang pertempuran batin yang tak berujung. Tapi satu hal menguat dalam dadanya: dia berhasil melewati godaan itu. Godaan yang, meski Citra bukan sepenuhnya salah, nyaris menghancurkan sisa kesetiaannya pada Nay.

Semalam, Umar sengaja memilih tidur sendiri di sofa usang, menjauh dari tempat tidur yang seharusnya mereka bagi sebagai suami istri. Perkawinan mereka hanya sebuah ikatan yang terajut oleh perjodohan, tanpa cinta, tanpa keikhlasan. Hatinya tahu, tindakan menghindar ini tidak sepenuhnya benar. Citra adalah istrinya menurut agama, perempuan yang berhak mendapatkan nafkah batin dari dirinya. Namun, bagaimana mungkin dia bisa memberikan itu, ketika hatinya telah lama tersandera oleh nama Nay?

Umar duduk termenung di tepi kasur yang masih hangat tapi kosong di sebelahnya. Matanya menatap kosong ke arah bantal yang tadi malam pernah dipakai Citra, kini sudah tak berbekas kehadirannya. Jam dinding menyala lima pagi, tapi hatinya malah bergetar oleh pertanyaan-pertanyaan yang terus mengusik.

“Gimana gue bisa ngasih sesuatu yang sakral kalau hati udah nggak ada ruang buat dia?” gumam Umar pelan.

Tangannya menggenggam sudut sprei seolah mencari pegangan. Bayangan wajah Citra melintas, membuat dadanya sesak. Apakah Citra sadar betapa dia berusaha keras menjauh? Apakah dia terluka karena penolakan semalam?

Umar berdiri, langkahnya berat menuju kamar mandi. Air dingin membasahi wajahnya, berusaha membasuh keruwetan pikiran dan gelisah yang menyelimuti. Di balik cermin, dia menatap dirinya sendiri, berharap salat subuh bisa memberi setitik ketenangan di tengah kekacauan yang tak kunjung reda di hatinya.

Usai melaksanakan sholat subuh, Umar segera menuju kamar mandi dengan langkah terburu-buru. Hari ini, ia harus mengantarkan Nay ke yayasan tempatnya mengajar. Namun, saat melewati dapur, suara alat masak yang berderak menyita perhatiannya. Dari balik pintu terbuka, Citra sudah bangun lebih pagi, sibuk mengaduk sesuatu dengan cekatan dibantu asisten rumah tangganya.

Meja makan di depannya tersaji penuh dengan hidangan, lengkap dengan secangkir teh manis hangat yang tampak sengaja disiapkan untuknya. Umar terpaku sejenak, matanya mengikuti setiap gerakan Citra yang lembut tapi penuh ketulusan. Seringkali ia bertanya dalam hati, apakah semua ini cukup untuk membuatnya mencintai wanita di hadapannya? Apakah dirinya, yang sering merasa dingin dan jauh, mampu memberi kehangatan yang Citra impikan?

Dada Umar sesak, pikiran kacau merayapi benaknya. Rasa bersalah dan keraguan bertarung di dalam hatinya, membayangi pagi yang seharusnya damai.

Selesai mandi, Umar bergerak cepat membuka lemari dan meraih kemeja serta celana kain yang sudah menumpuk di dalamnya. Beberapa pakaian itu tidak berasal dari rumahnya sendiri, tapi dari rumah Citra, tanpa ia sadari semakin menumpuk seiring hari. Dadanya sesak, takut Nay memperhatikan tumpukan itu. Untungnya, selama ini Nay tampak cuek, tapi Umar tahu, rasa was-was itu terus membayangi pikirannya.

“Sampai kapan aku bisa terus begini?” gumamnya pelan, mencoba menekan gelisah yang mengintip. Mungkin, membeli pakaian baru adalah satu-satunya jalan untuk menutupi semuanya.

"Mas, ayo sarapan dulu! Aku sudah menunggu dari tadi," suara Citra memecah lamunannya, diiringi senyum lembut yang mengundang. Umar duduk perlahan, menuruti ajakan itu walau hatinya masih berkecamuk.

"Ini teh manis hangatnya, Mas," katanya sambil meletakkan cangkir di meja. Umar mengangguk pelan, berusaha menghormati usaha Citra yang selalu ia hargai meskipun bayang-bayang rasa ragu masih menyelimuti.

Citra melangkah pelan ke meja makan, membawa secangkir teh manis hangat. Tangannya sedikit gemetar saat menyodorkannya ke Umar. Mata Umar menelusuri gelas itu dengan waspada, napasnya sedikit tertahan.

"Jangan-jangan ada sesuatu di dalamnya," pikirnya, kenangan kemarin yang hampir membuatnya lengah masih menghantui. Namun suara lembut Citra memecah kesunyian,

"Minumlah, mas! Mana mungkin aku meracuni minumanmu."

Tak lama, Citra menambahkan sepiring bubur ayam lengkap dengan suwiran ayam di atasnya.

"Semoga mas Umar suka yah, bubur ayam buatan ku," katanya dengan senyum tipis. Umar menatap bubur itu, ragu sesaat, tapi akhirnya mencicipi dengan perlahan. Senyuman Citra mengembang ketika melihat suaminya menikmati masakannya.

"Enak, masakanmu," puji Umar dengan suara serak, tapi matanya masih menyimpan sedikit jarak. Jarak yang perlahan tumbuh sejak Citra memaksanya menikah, menciptakan tembok tak terlihat di antara mereka.

Citra tersenyum tipis sambil mengangkat sendok, "Terimakasih, Mas! Aku sengaja belajar masak supaya nggak kalah sama Nay." Matanya berbinar berharap pujian. Tapi Umar cuma menyipit, menatap bubur di mangkuk yang setengah tersisa di depannya. Ia perlahan meletakkan sendok dan berdiri.

"Aku berangkat, ya," ujarnya singkat tanpa ekspresi.

Umar meraih tangan Citra, menyalaminya dengan gerakan dingin, lalu mencium punggung tangan itu dengan lembut tapi tanpa kecupan hangat. Wajahnya datar, seperti melihat bayangan yang tak begitu berarti pagi ini.

Citra menelan rasa kecewa, tapi anehnya, kehangatan kecil itu muncul dari sikapnya yang sedikit lebih ramah daripada kemarin. Hatinya berdesir, meski hanya seujung kuku. Ia menarik napas pelan dan melangkah keluar, menuju rumah Nay, istri pertama Umar.

Citra duduk di kursi depan mobil, matanya menatap lurus ke jalan. Ia tahu Umar akan mengantarkannya kerja, seperti biasa. Hatinya mencoba tenang, menerima rutinitas yang sudah terlalu sering itu. Tapi setiap kali bayangan itu muncul, ada sesuatu yang menusuk pelan di dalam dada. Dari sudut matanya, dia menangkap Umar yang sibuk menatap ponselnya.

Umar tiba-tiba berhenti melangkah, jari-jarinya gesit membolak-balik layar. Citra mencuri pandang melalui jendela. Di sana terlihat pesan dari Nay, memberi tahu kalau Nay sudah berangkat bersama Bu Dosen Airin, yang semalam menginap di rumah Umar. Mata Umar mengecil, berkerut sedikit, dan genggaman tangannya pada ponsel mengeras.

"Airin pasti tahu," gumamnya lirih, suara nyaris hilang di udara, tapi Citra bisa merasakan betapa pikirannya berputar penuh tanda tanya. Dia menarik napas perlahan, mencoba meredam rasa yang bergejolak di hatinya.

Langkah Airin terhenti sejenak sebelum berbalik dan melangkah cepat menuju mobilnya.

"Dari Airin, aku akan tahu... apakah Nay semalam menangis. Apakah dia terluka karena aku nggak di sana," gumamnya pelan, suaranya tercekat oleh perasaan tak menentu.

Citra hanya bisa menatap punggung Airin yang semakin jauh, hatinya penuh tanya tanpa jawaban.

Di pagi yang terasa lebih ramah ini, rahasia tetap mengendap di antara mereka, tak bisa diraba dan diungkap. Sementara itu, Umar duduk terpaku di dalam mobil yang terparkir di halaman kampus. Jantungnya berdetak lebih cepat, dadanya sesak oleh rasa bersalah yang tiba-tiba datang. Lampu dasbor mobilnya menyala, seolah jadi cermin bisu yang mengingatkannya pada kelalaiannya sendiri.

Umar mengerutkan dahi saat menerima kotak kecil dari Nay. "Astaghfirullah, ini kado dari Nay," bisiknya lirih, tangan gemetar saat meraih bungkus itu. Perlahan ia membuka pembungkusnya dengan hati-hati. Matanya langsung terpaku pada alat tes kehamilan yang tergeletak di depan, dua garis merah menyala terang. Senyum tipis mulai terukir di bibirnya, campur aduk antara bahagia dan haru yang mengalir deras di dadanya.

"Ya Allah... Nay hamil," gumamnya penuh syukur, namun sekelebat sesal mengusik pikirannya.

"Kenapa aku bisa lupa sesuatu sebesar ini? Apa salahku?" Suaranya tercekat. Tangannya bergetar saat meraih ponsel di kursi samping, jari-jarinya sibuk mengetik pesan, mencoba menyusun kata-kata yang mampu mewakili lautan perasaan dalam hatinya.

Umar menatap ponselnya dengan jari yang gemetar kecil sebelum akhirnya mengetik pesan singkat itu.

"Sayang, maaf aku baru buka kadonya... aku terlalu ceroboh." Napasnya sedikit tertahan saat mengetik kalimat berikutnya, seolah ingin menahan rasa haru yang tiba-tiba membuncah.

"Masya Allah, ini hadiah paling indah. Aku tak sabar berbicara langsung denganmu."

Setelah mengirim, dia menggenggam ponsel lebih erat, matanya membayangkan wajah istrinya yang sedang mengajar dengan penuh fokus di kelas. Pikiran itu menghangatkan dadanya.

"Harapanku, semoga Nay melihat pesanku saat istirahat nanti," bisiknya pelan.

Hari itu, beban berat yang selama ini menyesakkan tiba-tiba terasa menguap, digantikan oleh gelombang syukur yang membanjir tanpa henti.

"Terimakasih, sayang... kado darimu sungguh sangat berarti. Terimakasih sudah menjadi istri dan ibu terbaik untuk anak-anak kita. Jaga janin dalam kandungan, ya. Semoga kita bisa jadi orang tua yang amanah kelak," ujarnya lirih, sambil menutup mata sejenak membayangkan masa depan yang penuh harapan.

1
Shaffrani Wildan
bagus
Dhani Tiwi
kasuhan nay... tinggal aja lah si umar nay..cari yang setia.
tina napitupulu
greget bacanya thorr...gak didunia maya gak didunia nyata banyak kejadian serupa../Grievance/
Usman Dana
bagus, lanjutkan
Tini Hoed
sukses selalu, Thor
Ika Syarif
menarik
Sihna Tur
teruslah berkarya Thor
Guna Yasa
Semangat Thor.
NAIM NURBANAH: oke, terimakasih
total 1 replies
Irma Kirana
Semangat Mak 😍
NAIM NURBANAH: Terimakasih banyak, Irma Kirana. semoga nular sukses nya seperti Irma menjadi penulis.
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!