Berselang dua minggu sejak dia melahirkan, tetapi Anindya harus kehilangan bayinya sesaat setelah bayi itu dilahirkan. Namun, Tuhan selalu mempunyai rencana lain. Masa laktasi yang seharusnya dia berikan untuk menyusui anaknya, dia berikan untuk keponakan kembarnya yang ditinggal pergi oleh ibunya selama-lamanya.
Mulanya, dia memberikan ASI kepada dua keponakannya secara sembunyi-sembunyi supaya mereka tidak kelaparan. Namun, membuat bayi-bayi itu menjadi ketergantungan dengan ASI Anindya yang berujung dia dinikahi oleh ayah dari keponakan kembarnya.
Bagaimana kelanjutan kisah mereka, apakah Anindya selamanya berstatus menjadi ibu susu untuk si kembar?
Atau malah tercipta cinta dan berakhir menjadi keluarga yang bahagia?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon De Shandivara, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 14. Keadaan Telah Mengubahnya
“Tidak, Tante jangan pergi!” Panggil Anindya saat Ranti sudah berada di dekat pintu taksi itu.
Selama telepon masih terhubung, Anindya berbicara keras lewat telepon itu sekaligus menghalangi Ranti yang akan masuk ke dalam taksi, “Mas Satya, kamu nggak bisa seperti itu dong. Mama Ranti yang selalu ada untukku selama menjaga si kembar. Tolong bilang sama mama kamu biar tidak pergi,” teriak Anindya yang berbicara di telepon yang masih terhubung dengan Arsatya.
Bahkan air mata wanita itu sudah menetes, tidak rela jika Ranti pergi dari rumah yang selama ini ditinggali bersama.
Sebelah tangannya masih merangkul lengan Ranti supaya jangan dulu masuk ke dalam taksi.
“Lepaskan Mama, Anin,” suara itu. Suara yang keluar bukan dari mulut Ranti, melainkan seorang pria yang keluar dari dalam rumah itu. Tenyata Arsatya belum pergi.
“Mas Satya? Mas, tolong jangan biarkan Mama pergi. Kalian ada masalah apa, sih?” tanya Anindya yang sempat heran ternyata pria itu masih berada di rumah. Namun, jauh lebih penting saat ini adalah memintanya untuk menggagalkan rencana Ranti untuk pergi.
“Ma, mama nggak boleh pergi. Di sini sama Anin, ya?” pinta Anindya yang heboh sendiri tidak ingin Ranti meninggalkan rumah itu.
“Biarkan mama pergi, aku tidak mau hidup diatur terus olehnya,” ucap Arsatya sekali lagi.
Anindya menggelengkan kepalanya, “Mas Satya, apa yang kamu bicarakan? Dia mamamu! Jangan bicara seperti itu!” sentak Anindya pada suaminya.
“Tante, ayo kembali sama Anin. Tetap di sini bersama cucu-cucu Tante dan aku juga tidak mau tinggal sendiri di sini sama pria tidak acuh itu!” ucap Anindya.
Ranti menggeleng, “Tidak apa, Anin. Nanti mama akan sering ke sini kalau weekend, ya? Kamu baik-baik di sini. Jaga si kembar, ya. Mama pergi, Sayang,” ucap Ranti mengecup kepala Anindya yang menempel pada bahunya, sedangkan Ranti tetap saja memaksakan kakinya masuk ke dalam taksi dan melepaskan paksa cekalan Anindya pada lengan kirinya.
“Kalau seperti itu, biar aku yang ikut Tante! Aku akan membawa si kembar juga!” Kata Anindya yang mendekat pada si kembar yang berada di stroller di dekat pintu bersama dengan pengasuhnya.
Belum sampai kaki Anindya melangkah ke arah si kembar, lengannya sudah dicekal oleh Arsatya saat dia berpapasan.
“Sudah lupa dengan kesepakatan kita? Kamu harus tetap di sini selama 2 tahun, Anin. Setelah itu baru boleh pergi,” bisik Arsatya di telinga Anindya.
“Nggak, selamanya aku akan bawa si kembar kemana pun aku pergi. Sebagai apa kamu, Mas, melarang-larangku bertemu dengan keponakanku? Jangan sok membatasiku jika kamu saja tidak pernah becus jadi ayah!” kata Anindya berani melawan.
Benar, selama ini jarang sekali Arsatya ada untuk kedua putrinya. Bahkan, sehari-hari si kembar tumbuh hanya bersama Anindya, tidak ada peran Arsatya sebagai ayahnya.
Arsatya menggenggam tangan Anindya semakin erat, menarik tangan wanita itu dan menyeretnya masuk ke dalam rumah itu, dengan kasar dia menghempaskan tubuh Anindya di sofa ruang tamu. Mencengkram rahang wanita itu dengan sangat kuat, “Tidak usah kau menilai siapa aku, cukup jadi ibu susu untuk anak-anak. Jangan banyak bertingkah!”
“Itulah mengapa semesta menjauhkanku darimu karena sikapmu begitu liar, jauh berbeda dengan Amelia yang lemah lembut dan punya sopan santun!” ujarnya melepaskan cengkeramannya dengan kasar.
Entah mengapa, Anindya merasakan hatinya berdenyut nyeri. Tidak disangka, baru kali ini dia melihat sosok lain dari seorang Arsatya yang jauh berbeda; kejam, keras, dan kasar. Jauh dari sosok yang dia kenal selama ini, meskipun tidak acuh tetapi tidak pernah bermain fisik.
Anindya dibuat diam tidak bisa melawan setelah diperlakukan seperti itu oleh sang mantan kakak ipar.
🦋🦋🦋
Hi Readers...!
Kalau suka dan penasaran kelanjutan cerita ini, tolong like, vote, subcribe ya. Terima kasih sudah baca. Enjoy!
maaf ya thor
gak cmn mewek kak, gemes,kesel pokoknya nano nano