NovelToon NovelToon
Sang Pewaris Takdir

Sang Pewaris Takdir

Status: sedang berlangsung
Genre:Fantasi / Kelahiran kembali menjadi kuat / Perperangan / Raja Tentara/Dewa Perang
Popularitas:4.3k
Nilai: 5
Nama Author: BigMan

~Karya Original~
[Kolaborasi dari dua Author/BigMan and BaldMan]
[Update setiap hari]

Sebuah ramalan kuno mulai berbisik di antara mereka yang masih berani berharap. Ramalan yang menyebutkan bahwa di masa depan, akan lahir seorang pendekar dengan kekuatan yang tak pernah ada sebelumnya—seseorang yang mampu melampaui batas ketiga klan, menyatukan kekuatan mereka, dan mengakhiri kekuasaan Anzai Sang Tirani.

Anzai, yang tidak mengabaikan firasat buruk sekecil apa pun, mengerahkan pasukannya untuk memburu setiap anak berbakat, memastikan ramalan itu tak pernah menjadi kenyataan. Desa-desa terbakar, keluarga-keluarga hancur, dan darah terus mengalir di tanah yang telah lama ternodai oleh peperangan.

Di tengah kekacauan itu, seorang anak lelaki terlahir dengan kemampuan yang unik. Ia tumbuh dalam bayang-bayang kehancuran, tanpa mengetahui takdir besar yang menantinya. Namun, saat dunia menjerumuskan dirinya ke dalam jurang keputusasaan, ia harus memilih: tetap bersembunyi/melawan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon BigMan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Episode 6 - Jeritan di Gerbang Strein

...----------------...

Di depan Benteng Strein, pasukan Klan Strein berdiri dalam formasi yang kokoh, barisan depan menancapkan perisai mereka ke tanah, membentuk dinding baja yang tidak mudah ditembus.

Di belakangnya, prajurit tombak bersiap menusukkan senjata panjang mereka ke setiap musuh yang mencoba merangsek maju. Para pemanah berdiri di barisan belakang, anak panah mereka siap melesat kapan saja.

Di kejauhan, Pasukan Naga Hitam mulai bergerak kembali, seperti gelombang badai yang siap menelan apa pun di jalannya. Mereka bukan hanya sekumpulan tentara biasa, tetapi pasukan yang dibentuk dari para algojo, pembunuh bayaran, dan prajurit yang lahir dalam perang. Wajah mereka dipenuhi luka dan bekas pertempuran, tubuh mereka dilapisi baju besi berat yang sudah ternoda darah dari banyak medan perang sebelumnya.

Seorang perwira Klan Strein, berwajah penuh bekas luka, melangkah ke depan dan berteriak, "Pertahankan formasi! Jangan biarkan mereka menembus barisan kita! Formasi Gelang Besi, sekarang!"

Seketika, para prajurit Strein merapatkan barisan mereka, perisai-perisai bertemu satu sama lain, membentuk tembok pertahanan yang solid. Formasi ini bukan hanya untuk menahan serangan, tetapi juga untuk menjebak musuh yang masuk ke dalam dan menebas mereka tanpa ampun.

Dari sisi lawan, Tanpa suara, Kisaki Gin mulai menghunuskan pedangnya ke atas.

Gerakan itu menjadi sinyal. Pasukan Naga Hitam maju dengan kecepatan mengerikan, menerjang pertahanan Strein seperti badai. Formasi mereka berbentuk baji, di mana prajurit-prajurit bersenjata berat berada di depan, mencoba merusak formasi musuh dengan kekuatan brutal.

Tumbukan pertama terjadi.

Para prajurit Strein menahan dorongan hebat dari musuh. Tubuh-tubuh terpental, darah muncrat ke segala arah, dan jeritan kematian menggema di udara. Perisai-perisai beradu dengan pedang, tombak menembus daging, dan kepala-kepala berguling di tanah yang kini mulai berubah merah.

Di tengah pertempuran yang mengamuk, tiga sosok besar mulai melangkah maju dari Pasukan Naga Hitam.

Alzasha, figurnya yang kekar dan bertubuh besar seperti raksasa terlihat sangat mencolok di medan pertempuran. Dua kapak besarnya yang menjuntai ke tanah telah menciptakan goresan di sepajang jalannya.

Di sisi kiri, Hannya bergerak maju, pria bertopeng iblis, dengan tombak yang bahkan panjangnya melebihi tubuhnya itu ia tumpukkan di bahunya. Seolah ia siap mengayunkannya kapan pun.

Di sisi kanan, Asakura, muncul dan menghilang, sosoknya nyaris tak terlihat seperti bayangan dalam kegelapan. Bergerak maju dan menebas siapapun yang mencoba menghadangnya.

Saat mereka maju, pasukan Strein seperti tercekik ketakutan. Aura yang mereka pancarkan seperti kehadiran kematian itu sendiri. Namun, dari barisan Strein, tiga sosok lain mulai melangkah untuk menghadang mereka.

Masao, Saboru, dan Hanami. Tanpa sepatah kata pun, mereka tahu bahwa ini bukan pertempuran biasa. Ini adalah pertempuran yang akan menentukan arah dunia.

Masao melirik kepada Saboru dan kemudian kepada Hanami. Ia mengangguk, memberikan isyarat seperti "Mari kita lakukan."

Masao membuka serangan dengan melompat kelangit, dan kemudian mendarat dengan pedangnya tepat di atas Alzasha.

Masao menerjang dengan kekuatan yang tidak sesuai dengan tubuhnya. Namun, Alzasha hanya tertawa dan mengayunkan salah satu kapaknya dengan kasar. Suara dentuman logam bergema saat pedang Masao tertahan. Kekuatan Alzasha seperti gunung yang menekan tanpa henti.

Masao melompat mundur kebelakang, namun tetap tegap. Napasnya berat, tetapi matanya tidak menunjukkan ketakutan.

"Jadi kau orangnya? Yang akan mencoba menghentikan ku?" Suara Alzasha serak, penuh ejekan.

Masao hanya mengangkat pedangnya. Ia tahu bahwa melawan Alzasha dengan kekuatan semata adalah bunuh diri. Maka, ia harus bertarung dengan strategi.

Alzasha kembali menyerang, kapaknya berayun seperti badai. Masao tidak menangkis, melainkan menghindar, membiarkan kapak raksasa itu menghantam tanah dan menciptakan lubang besar. Saat itulah, dengan cepat, Masao menebaskan pedangnya ke pergelangan tangan Alzasha.

Darah memercik.

Alzasha menggeram marah, tetapi Masao tahu bahwa ia telah menemukan celah dalam pertahanan lawannya.

Sementara itu, Saboru bergerak seperti bayangan, menari di antara tombak Hannya yang mematikan. Sekali saja ia lengah, tubuhnya akan terbelah dua. Namun, ia tidak takut.

"Aku sudah membunuh banyak orang sepertimu," kata Hannya sambil berputar, tombak dengan bilah seperti tombak Guan Yu itu melesat cepat dalam lengkungan yang mengerikan.

Saboru menangkis dengan pedang gandanya, namun tetap terdorong ke belakang. Ia tahu bahwa Hannya tidak hanya kuat, tetapi juga cepat.

Namun, Saboru tidak berencana bertarung secara langsung. Ia mulai bergerak dengan pola acak, berputar, melompat, dan menyerang dari sudut yang tidak terduga. Setiap kali Hannya menyerang, ia tidak mengenai apa pun selain bayangan.

Perlahan, Saboru mulai melihat celah.

Saat Hannya mengayunkan tombaknya sekali lagi, Saboru berjongkok dan melesat ke depan, menusukkan salah satu belatinya ke perut Hannya.

Hannya terkejut.

Darah mulai mengalir dari lukanya.

Namun, ia hanya tertawa.

Di sisi lain, Pedang melengkung Hanami beradu dengan pedang lurus Asakura. Mereka bertarung dalam pertarungan yang seolah menari dalam bayangan kematian.

Asakura bergerak dengan langkah ringan, menghindari setiap tebasan Hanami dengan mudah. Namun, Hanami tidak menyerah.

"Aku tahu tentangmu," kata Asakura dingin. "Kau yang disebut sebagai Bayangan Kematian dari Klan Strein. Namun, itu tidak cukup untuk mengalahkan ku."

Hanami tidak menjawab. Ia hanya fokus pada pergerakan lawannya.

Saat Asakura menyerang dengan tusukan cepat, Hanami memanfaatkan lengkungan pedangnya untuk menangkis dan membelokkan serangan lawan. Dengan cepat, ia membalas dengan serangan diagonal, memaksa Asakura mundur.

Asakura menyipitkan mata. Ia tahu bahwa ini tidak akan menjadi pertempuran yang mudah. Namun satu hal yang pasti, Asakura akan mengakhirinya dengan cepat.

Pertarungan antara para komandan terus berlangsung, sementara di sekeliling mereka, pertempuran antara prajurit terus berkecamuk. Jeritan kesakitan, suara baja beradu, dan darah yang membanjiri tanah menjadi latar dari pertempuran yang akan menentukan masa depan Klan Strein.

................

Dari kejauhan, dua sosok berdiri mengamati pertempuran yang sedang berkecamuk. Keduanya tidak terganggu oleh raungan pertempuran, teriakan kematian, atau gemuruh senjata yang beradu. Mereka seperti dua pilar tak tergoyahkan yang berdiri di ambang sejarah, menatap peristiwa yang akan menentukan nasib banyak orang.

Salah satu dari mereka adalah Yoru Anzai, Sang Tirani dari Pasukan Naga Hitam. Ia berdiri tegap dengan tangan bersedekap, jubah panjangnya berkibar diterpa angin. Matanya yang tajam seperti belati menatap ke kedepan, meneliti jalannya pertempuran dengan ketenangan yang hampir tak manusiawi.

Di sampingnya berdiri Kisaki Gin, legenda yang pernah menjadi pahlawan Klan Spaide, tetapi kini hanya menjadi bayangan yang mengamati dunia dengan keheningan dingin. Tubuhnya diselimuti zirah penuh berwarna hitam kelam, hanya rambut panjang yang menjuntai dari helmnya yang memberi sedikit tanda bahwa ia masih manusia.

Keheningan menyelimuti mereka selama beberapa saat sebelum akhirnya Anzai berbicara.

"Lihatlah mereka, Kisaki-san," suara Anzai menggelegar, berat dan mutlak, "mereka berjuang seolah masih memiliki harapan. Namun, harapan itu hanyalah fatamorgana yang akan segera lenyap."

Kisaki Gin menatap ke bawah, ke prajurit-prajurit yang bertarung hingga nafas terakhir mereka. Suaranya keluar pelan, dingin seperti angin musim dingin yang menusuk.

"Mereka tahu ini sia-sia. Namun, kebodohan dan kehormatan seringkali sulit dibedakan."

Anzai tersenyum tipis, matanya tidak menunjukkan belas kasihan, hanya pengertian dari seseorang yang telah melihat kejatuhan banyak klan.

"Dan kehormatan yang kosong tidak akan menyelamatkan mereka. Klan Strein akan jatuh. Kota mereka akan menjadi abu. Namanya akan terkubur dalam sejarah."

Kisaki Gin menutup matanya sejenak, seolah mencoba memahami makna dari kata-kata itu. Lalu, dengan suara yang lebih pelan, ia menjawab:

"Sejarah tidak pernah mengingat mereka yang kalah, kecuali sebagai peringatan bagi mereka yang masih ingin melawan."

Anzai menoleh padanya, ekspresi di wajahnya sulit diartikan. Ia berbicara, suaranya lebih dalam dan lebih kuat.

"Dulu, orang-orang menyebutmu sang pahlawan. Kini, kau hanya berdiri di sampingku, menyaksikan kehancuran yang tak kau hentikan. Kisaki-san, apakah dunia ini telah kehilangan maknanya bagimu?"

Suara Anzai dalam dan berwibawa, seperti sebuah hukum yang tak bisa dibantah.

Kisaki Gin tidak segera menjawab. Ia tetap berdiri kaku, hanya matanya yang tersembunyi di balik helm menatap medan perang yang terbakar. Suara jeritan manusia, dentang pedang, dan teriakan kematian menjadi latar belakang percakapan mereka.

Lama kemudian, Kisaki Gin akhirnya berbicara. Suaranya tenang, tetapi begitu dingin hingga terasa menusuk.

"Aku tidak lagi percaya pada keadilan, sebagaimana aku juga tidak percaya pada belas kasihan. Semua yang kulakukan di masa lalu adalah sia-sia. Tidak peduli seberapa banyak darah yang ku tumpahkan atau berapa banyak nyawa yang ku selamatkan, dunia tetap berputar menuju kehancurannya sendiri."

Anzai tersenyum tipis, senyum yang lebih menyerupai ejekan daripada ekspresi kepuasan.

"Kata-kata seorang lelaki yang telah melihat terlalu banyak. Namun, kau tetap berada di sini, berdiri di sisiku. Apakah itu berarti kau mengakui kebenaran yang kubawa?"

Kisaki Gin tidak langsung menjawab. Napasnya pelan, teratur, seolah tidak ada yang bisa mengguncang ketenangannya.

"Aku tidak mengakui kebenaran siapa pun, termasuk milikmu."

Suara itu terdengar tajam, tetapi tetap penuh kehati-hatian.

Anzai tertawa pelan. "Dan tetap saja, kau tidak menghunus pedangmu untuk melawanku. Apakah itu ketakutan? Atau kau akhirnya menyadari bahwa aku memang layak menjadi penguasa dunia ini?"

Kisaki Gin menundukkan kepalanya sedikit, sebuah gestur yang samar tetapi penuh makna.

"Aku tahu betapa mengerikannya dirimu, Yoru-sama."

Angin panas berhembus, membawa aroma besi dan darah. Kisaki Gin tetap berdiri tegak, seperti bayangan yang tak memiliki keinginan.

"Namun, ketahuilah satu hal." Kisaki Gin melanjutkan, "Jika suatu saat aku menghunus pedangku untuk melawan mu, maka itu bukanlah karena keinginan pribadiku, melainkan karena dunia memaksaku melakukannya."

Anzai menatapnya lama, sebelum akhirnya mengangguk pelan.

"Menarik."

Suara itu mengandung nada kepuasan. Seakan, dalam kegelapan perang ini, Anzai menemukan satu hal yang lebih menghibur dibandingkan kemenangan.

"Maka, apakah kau akhirnya mengerti? Bahwa perlawanan hanyalah jalan menuju kehancuran? Bahwa dunia ini hanya memiliki satu masa depan... Masa depan yang ada di tanganku?"

Kisaki Gin terdiam. Angin bertiup lebih kencang, membawa suara pertempuran yang semakin mereda. Ia akhirnya menjawab—dengan nada dingin, namun tak kehilangan ketegasan yang tersirat di dalamnya.

"Masa depan memang akan jatuh ke tanganmu, Yoru-sama. Itu adalah sesuatu yang tak dapat ku hindari... ataupun ku ingkari."

Anzai tersenyum. Senyum seorang penguasa yang telah memenangkan perang bahkan sebelum pedang terakhir terhunus.

"Bagus."

Di bawah mereka, Klan Strein berjuang mati-matian. Tetapi bagi para dewa yang berdiri di atas dunia, kisah itu telah berakhir.

...----------------...

Ilustrasi gambar Yoru Anzai—sebelah kiri.

Ilustrasi gambar Kisaki Gim—sebelah kanan.

1
Big Man
seru kok kak.. namnya aja yg jepang kak.. tp story line nya sma kek pendekar2 timur lain.. hnya saja.. gda kultivator .. tp istilahnya berbeda
Big Man: niat blas chat.. mlah ke post di koment.. asem dah
total 1 replies
Ernest T
lnjutttt. kren
Big Man: terimakasih kak /Applaud/
total 1 replies
Desti Sania
belum terbiasa dengan scien jepang
Big Man: Mudah2n cocok ya.. menghibur.. story line nya hmpir sma kok kak sma pendekar2 timur lainnya.. cmn istilahnya aja yang beda dan gda kultivator di sini /Grin/
total 1 replies
Desti Sania
mungkin
Desti Sania
prolog nya dah keren thor,semoga isinya gak membosankan ya
Big Man: amiin.. thanks kak.. semoga menghibur ya
total 1 replies
Bocah kecil
Abirama bukan kaleng2 keknya.. pra pendekar aja tau dan bisa merasakan kekuatan abirama yang tidak biasa.. menarik.. /Kiss/
Aditia Febrian
Aseekkk... Gass lah.. Hajar mereka Abirama!!! /Determined//Determined/
Bocah kecil
Gass lanjoot...!!!
Aditia Febrian
Makin seruu... /Determined//Determined/
Abu Yub
Aku datang lagi thor/Ok/
Big Man: Mksh thor.. /Kiss/
total 1 replies
Abu Yub
sip
Bocah kecil
Ni bocil sumpahna, yang satu baperan, yang satu cuplas ceplos.. /Facepalm/
Aditia Febrian
Tahapan ujian menjadi pendekar sejati:
1. Disiplin >> Lulus.
2. .... ?

Lanjut thoorr!!! /Determined//Determined/
Big Man: /Facepalm//Facepalm//Facepalm/
Bocah kecil: Bner.. relate sbnrnya..
untuk menjadi org sukses ya slah satunya :
1. Disiplin
2. Kerja keras.
3. Terusin aja sendiri
/Tongue//Joyful//Joyful/
total 2 replies
Aditia Febrian
Ngakak parah /Facepalm//Facepalm/
Aditia Febrian
Si liliane ceplas ceplosnya ampun dah /Joyful//Joyful/
Aditia Febrian
Mantap.. Sebaik-baiknya ayah, ya Abirama.. lanjut thorrr.. /Determined//Determined/
Momonga
Dramatic skali thor.. keren, salut thor.. up lg thor
Teteh Lia
Per bab na pendek, jadi maaf kalau Aq baca na terlalu cepat 🙏
Big Man: Gpp kak.. mksh udh mampir ya.. semoga ceritanya menarik dn bisa menghibur kka ya..
di Ep 11 ke atas udh di konsisten untuk katanya di min 1000-1500 kata ya kak.. semoga itu bsa mengobati kekecewaan kka ya.. /Hey/
total 1 replies
Abu Yub
lanjut thor .kunjungi novel aku juga thor ./Pray/
Big Man: siap kak.. thanks dukungannya..
total 1 replies
Abu Yub
sip deh /Ok/
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!