Full Remake, New Edition 🔥🔥
Ini adalah perjalanan Iramura Tenzo, seorang pejuang yang dipanggil ke dunia baru sebagai seorang pahlawan untuk mengalahkan raja iblis.
Namun, dia gugur dalam suatu insiden yang memilukan dan dinyatakan sebagai pahlawan yang gugur sebelum selesai melaksanakan tugasnya.
Akan tetapi dia tidak sepenuhnya gugur.
Bertahun-tahun kemudian, ia kembali muncul, menginjak kembali daratan dengan membawa banyak misteri melebihi pedang dan sihir.
Ia memulai lagi perjalanan baru dengan sebuah identitas baru mengarungi daratan sekali lagi.
Akankah kali ini dia masih memegang sumpahnya sebagai seorang pahlawan atau mempunyai tujuan lain?
Ini adalah kisah tentang jatuhnya seorang pahlawan, bangkitnya seorang legenda, dan perang yang akan mengguncang dunia.
Cerita epik akan ditulis kembali dan dituangkan ke dalam kisah ini. Saksikan Petualangan dari Iramura Tenzo menuju ke jalur puncak dunia.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Wahyu Kusuma, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 18 Kerajaan Servar
Setelah melewati perjalanan panjang melewati hutan-hutan di sekitar Kerajaan Servar, akhirnya Tenzo berdiri di depan tembok raksasa kerajaan. Dinding batu abu-abu menjulang tinggi, menciptakan kesan kokoh dan tak tergoyahkan, meskipun beberapa bagian telah mengalami kerusakan akibat serangan. Retakan besar dan jejak terbakar di permukaannya menjadi saksi bisu pertempuran panjang yang telah terjadi.
Di depan gerbang utama, barisan prajurit bersenjata lengkap berjaga dengan penuh kewaspadaan. Mereka mengenakan armor baja berlapis dengan lambang Servar yang terukir di dada mereka—lambang pedang bersayap yang melambangkan perlindungan dan kekuatan. Mereka tampak sibuk memeriksa para pendatang, mencatat identitas mereka, dan memastikan tidak ada ancaman yang menyelinap ke dalam kerajaan yang telah menjadi benteng terakhir umat manusia.
Bagi Tenzo, ini bukanlah masalah besar. Dengan langkah yang stabil, dia melangkah maju, bergabung dalam antrian panjang bersama para pedagang, pengungsi, dan tentara bayaran yang ingin masuk ke dalam kerajaan. Meskipun kebanyakan dari mereka tampak lusuh dan kelelahan akibat perjalanan panjang atau pertempuran, Tenzo tetap mencolok dengan pakaian bersih dan sikap santainya.
Saat gilirannya tiba, dua prajurit menghentikannya.
"Baiklah, apakah kamu dapat memberitahukan identitasmu dan dari mana asalmu?"
Salah satu prajurit, seorang lelaki dengan mata tajam dan parut di pipinya, menatap Tenzo dengan penuh kewaspadaan.
Tanpa ragu, Tenzo mengangkat tangannya, dengan perlahan melepas topengnya. Wajahnya yang tegas, dengan sorot mata yang dalam dan tenang, kini terlihat jelas.
"Nama saya adalah Tenzo," jawabnya dengan suara yang stabil. "Saya hanyalah seorang pengembara biasa yang ingin mampir ke kerajaan ini dengan niat untuk tinggal beberapa hari sebelum melanjutkan perjalanan."
Prajurit itu menyipitkan mata, ekspresinya tidak menunjukkan tanda-tanda kepercayaan begitu saja. Suasana di sekitar menjadi sedikit lebih tegang, beberapa prajurit lainnya mulai mendekat, seolah menunggu perintah untuk bertindak jika ada sesuatu yang mencurigakan.
"Hmm..."
Tanpa mengalihkan tatapannya dari Tenzo, prajurit itu memberi isyarat kepada salah satu rekannya.
"Bawa kemari bola kristal."
Bola kristal?
Saat salah satu prajurit datang dengan sebuah bola kaca berwarna biru yang bersinar samar, Tenzo segera mengenalinya. Ini adalah alat pendeteksi sihir, sejenis bola yang dapat menganalisis ras, aura niat seseorang, dan mendeteksi kebohongan.
Dia pernah melihat benda seperti ini sebelumnya—bahkan dia cukup yakin pernah menggunakannya di masa lalu.
"Baiklah, Tuan Tenzo," ucap prajurit itu sambil menyerahkan bola kristal. "Silakan pegang bola ini sebentar, lalu Anda boleh masuk ke dalam."
Tanpa banyak berpikir, Tenzo mengulurkan tangan dan menyentuh bola tersebut.
Sejenak, bola kristal itu bergetar, lalu memancarkan cahaya biru terang yang berkelap-kelip sebelum akhirnya menghilang.
Beberapa prajurit yang awalnya menegangkan tubuh mereka kini mulai melonggarkan ekspresi mereka. Ketegangan di udara berangsur hilang, dan pemimpin penjaga itu mengangguk sambil tersenyum tipis.
"Baiklah, Anda aman. Sekarang Anda boleh masuk ke dalam... dan yah, selamat datang di Kerajaan Servar."
Gerbang besar dari baja hitam perlahan terbuka, memperlihatkan jalan masuk yang panjang yang diapit oleh dinding-dinding batu. Tenzo melangkah masuk.
Begitu melewati gerbang, pemandangan luar biasa terbentang di depan mata Tenzo.
Tidak seperti kebanyakan kerajaan konvensional dengan jalan lurus dan distrik yang teratur, Servar adalah sebuah kota bertingkat. Bangunan-bangunan batu dan kayu menjulang ke atas, bersambungan satu sama lain, menciptakan labirin vertikal yang mengesankan. Tangga layang dan jembatan gantung tersebar di mana-mana, menghubungkan rumah-rumah dan distrik-distrik yang berada di ketinggian berbeda.
Di bawahnya, jalan-jalan sempit dipadati oleh orang-orang—pengungsi dari berbagai kerajaan yang telah runtuh, prajurit yang sedang berpatroli, serta para pedagang yang masih mencoba bertahan hidup dengan menjajakan barang dagangan mereka.
Bau asap, tanah basah, dan makanan yang dimasak di kios-kios sederhana bercampur di udara, memberikan nuansa kehidupan di tengah keterpurukan.
"Wow..."
Mata Tenzo sedikit melebar saat dia menatap kota ini.
"Tempat ini... luar biasa."
Dia sudah pernah mengunjungi banyak kerajaan sebelumnya, tapi tidak ada yang seperti ini. Inavosta dan kerajaan-kerajaan lain di masa lalu memiliki struktur yang megah dan tertata rapi, namun Servar dibangun dengan fungsi di atas estetika. Kota ini tidak dibuat untuk kenyamanan—tetapi untuk bertahan hidup.
Bangunan yang berdempetan, tangga-tangga yang terjal, dan banyaknya pos-pos penjagaan menandakan bahwa ini adalah kota yang selalu bersiap menghadapi perang.
Bagi seseorang seperti Tenzo, tempat ini bagaikan puzzle yang harus dipecahkan.
"Jadi, ini adalah kerajaan terakhir yang bertahan..."
(Sedikit Illustrasi.)
Matanya menelusuri setiap sudut jalan, mengamati orang-orang dengan ekspresi lelah namun tetap bertahan, anak-anak yang bermain di gang-gang sempit, dan tentara yang berjaga dengan waspada.
Namun, ada sesuatu yang menarik perhatiannya. Dia masih merasakan tatapan itu. Sejak perjalanan di hutan, ada seseorang yang mengikutinya. Orang itu masih ada di sini.
Tanpa menoleh, Tenzo tetap berjalan dengan langkah santai. Dia tidak menunjukkan tanda-tanda menyadari kehadiran si pengintai.
Namun dalam hati, dia mengamati.
[Oh? Dia masih mengikutiku, ya... Biarkan saja lah.]
Meskipun menyadarinya, Tenzo tidak merasa terganggu. Selama orang itu tidak menyerang atau mengusiknya secara langsung, dia tidak akan terlalu mempermasalahkan hal ini.
Untuk saat ini, yang lebih penting adalah mencari informasi tentang dunia ini, dan Kerajaan Servar adalah tempat yang tepat untuk memulainya.
Seharian penuh, Tenzo berkeliling Kerajaan Servar, mengamati setiap sudut kota yang menarik perhatiannya. Dia telah menemukan lokasi penginapan, Gedung Serikat, perpustakaan, hingga istana kerajaan. Langkah-langkahnya membawa dia melewati pasar yang ramai, di mana pedagang-pedagang menawarkan berbagai barang mulai dari senjata langka, rempah-rempah, hingga makanan khas kerajaan ini.
Berbagai suara memenuhi udara—teriakan pedagang, suara dentingan besi dari bengkel pandai besi, dan derap kaki kuda yang menarik kereta barang. Namun, di balik semua itu, Tenzo tetap waspada.
Dia tahu, seseorang masih mengikutinya.
Namun, untuk saat ini, dia membiarkan hal itu.
Ketika matahari mulai condong ke barat dan warna jingga menghiasi langit, lampu-lampu mulai menyala, menerangi jalan-jalan kota yang mulai diselimuti kegelapan. Kerajaan Servar kini tampak bercahaya dari berbagai sudut, bagaikan gugusan bintang yang bersinar di tengah kegelapan malam.
**
Saat ini, Tenzo duduk di teras kamarnya di sebuah penginapan di bagian utara kerajaan. Kamarnya berada di lantai atas, memberikan pemandangan yang luas terhadap kota di bawahnya.
Dari tempatnya duduk, dia bisa melihat atmosfer malam Servar—para penduduk masih sibuk, beberapa prajurit berpatroli, dan lampu lentera berayun tertiup angin. Dia mengambil beberapa cemilan yang dia beli di pasar tadi dan menggigitnya perlahan.
Di atas meja di hadapannya, ada selembar kertas yang sudah tertuliskan beberapa rencana.
"Untuk rencana besok, aku akan pergi menuju Serikat. Aku ingin tahu apakah aku dapat mengganti identitas kartu petualangku."
Dia kemudian melirik sebuah kartu kecil berwarna perak yang tergeletak di atas meja. Itu adalah kartu petualangnya—sebuah identitas yang dia tinggalkan bertahun-tahun lalu.
Setelah sekian lama menghilang dari dunia luar, dia berpikir untuk kembali ke jalur seorang petualang. Mengembara tanpa tujuan sudah cukup baginya. Sekarang dia butuh identitas baru, sebuah kedok baru yang tidak akan mengungkap siapa dia sebenarnya.
Jika dia menggunakan identitas lamanya, ada kemungkinan orang-orang yang mengenalnya dulu akan menyadari keberadaannya. Itu hal yang ingin dia hindari untuk saat ini.
Menjadi seorang petualang kembali juga memiliki manfaat lain.
Dia bisa mengambil tugas berburu monster, menguji kembali keterampilannya, dan—lebih dari segalanya—mencari lawan yang layak.
"Monster sebelumnya, Demicratas, masih belum cukup membuatku puas. Meskipun kulit mereka keras, mereka tetap tertebas. Aku butuh lawan yang lebih kuat."
Dia membiarkan kata-kata itu mengambang di pikirannya sejenak sebelum melanjutkan membaca rencananya.
"Setelah itu, aku akan mengunjungi perpustakaan untuk mencari informasi tentang perkembangan benua saat ini."
Sudah terlalu lama sejak terakhir kali dia melihat dunia luar. Dunia pasti telah berubah selama dia tidak menampakkan diri.
"Aku juga akan mengecek apakah ada perburuan monster di daerah ini. Kali saja ada yang cukup kuat untuk memberikanku tantangan."
Tenzo menghela napas, kemudian meneguk air dari cangkir yang berada di sampingnya.
Namun, sesuatu menarik perhatiannya lagi. Sejak tadi, perasaan itu masih ada. Tatapan yang tajam. Aura yang mengawasi. Orang itu masih di sana, masih mengikutinya.
Sejak dia masuk ke Servar, bayangan itu selalu ada. Menjaga jarak, tapi tak pernah menghilang. Pada awalnya, Tenzo membiarkan hal itu. Namun sekarang, itu mulai mengganggunya.
Dengan gerakan tenang, dia beranjak dari kursinya dan melangkah ke ujung pagar pembatas teras. Angin malam berembus, menggoyangkan rambutnya saat dia menatap lurus ke depan, ke arah salah satu bangunan di seberang.
Dia bisa merasakan keberadaan orang itu—bersembunyi di bayang-bayang atap, mengawasinya dengan saksama.
"Baiklah, sudah cukup dengan permainan sembunyi-sembunyinya," ucapnya dengan nada datar namun tajam.
"Sekarang tunjukkan dirimu."
Hening.
Hanya suara angin malam yang berdesir, serta suara jauh kota yang masih hidup di bawah sana.
Lalu, dari balik bangunan di depan Tenzo, sesuatu bergerak. Siluet hitam muncul. Sosok itu perlahan menampakkan dirinya, berdiri di bawah cahaya bulan.