Saphira Aluna, gadis berusia 18 tahun yang belum lama ini telah menyelesaikan pendidikannya di bangku sekolah menengah atas.
Luna harus menelan pil pahit, ketika detik-detik kelulusannya Ia mendapat kabar duka. Kedua orang tua Luna mendapat musibah kecelakaan tunggal, keduanya pun di kabarkan tewas di tempat.
Luna begitu terpuruk, terlebih Ia harus mengubur mimpinya untuk melanjutkan pendidikannya ke perguruan tinggi.
Luna kini menjadi tulang punggung, Ia harus menghidupi adik satu-satunya yang masih mengenyam pendidikan di bangku sekolah menengah pertama.
Hidup yang pas-pasan membuat Luna mau tak mau harus memutar otak agar bisa terus mencukupi kebutuhannya, Luna kini tengah bekerja di sebuah Yayasan Pelita Kasih dimana Ia menjadi seorang baby sitter.
Luna kira hidup pahitnya akan segera berakhir, namun masalah demi masalah datang menghampirinya. Hingga pada waktu Ia mendapatkan anak asuh, Luna malah terjebak dalam sebuah kejadian yang membuatnya terpaksa menikah dengan majikannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ina Ambarini (Mrs.IA), isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Isi Dalam Buku
Selina melihat suaminya telah tertidur di sofa, Ia meraih buku yang dimintanya tadi.
Terlihat Lina mulai menulis pada halaman pertama buku itu, Lina tampak terlihat sedih, namun beberapa kali Ia juga mengulum senyum.
Di tengah-tengah kegiatannya menulis, Lina meringis kesakitan.
Lina berusaha menahan rasa sakitnya, Ia tak mau jika Khafi mendengar ringisannya.
"Astaga. Kenapa sakit banget, sakitnya gak kayak biasanya. Apa ini udah waktunya?" Lina masih menahan sakitnya, wajahnya begitu pucat pasi.
Lina tetap melanjutkan menulis, walau sakit yang di rasanya begitu hebat menyerangnya.
Lina merasakan sakit yang begitu kuat, sampai Ia tak mampu menahannya lagi.
Bruk!
Buku yang di genggang Lina terjatuh, Lina kehilangan kesadarannya.
Khafi mendengar suara gaduh, seketika Ia terbangun dari tidurnya.
Khafi mencari sumber suara, Ia menoleh ke arah istrinya.
Khafi melihat istrinya yang tengah memejamkan mata, namun Khafi tak menyadari bahwa sebenarnya terjadi sesuatu pada sang istri.
Khafi melihat ke arah jam dinding, waktu menunjukkan pukul 4 pagi.
Khafi beranjak dari tempatnya, dan hendak menghampiri istrinya.
Ketika berjalan, Khafi terkejut melihat buku yang tergeletak di bawah ranjang istrinya.
Khafi meraih buku itu tanpa melihat isinya terlebih dulu, Khafi menatap dengan teliti pada Selina.
"Sayang. Wajah Kamu pucat banget," ucap Khafi, Ia mulai menyentuh pipi istri tercintanya.
"Lina, Sayang. Bangun!" Pinta Khafi sembari mengusap lembut pipi istrinya.
Tak ada tanda pergerakan pada Lina, hal itu membuat Khafi terdiam sejenak.
"Lina! Sayang, bangun!" Pinta Khafi, kini Ia terlihat panik.
Lina masih tak kunjung membuka matanya, bahkan tangan Lina terasa dingin.
"Lina. Kamu kenapa? Lina!" Teriak Khafi, namun tak ada respon sama sekali dari sang istri.
Khafi meraih alat untuk memanggil dokter, dengan panik Khafi memanggil dokter berkali-kali.
"Dokter! Ke ruangan ICU sekarang! Tolong istri Saya!" Teriak Khafi yang semakin khawatir pada kondisi istrinya.
"Lina, Sayang. Bangun, Ku mohon!" Pinta Khafi yang mulai tak mampu menahan air matanya, Ia mulai merasakan firasat buruk terhadap istrinya.
"Lina, Ku mohon Kamu kuat untuk Aku, untuk anak-anak Kita!" Khafi masih mencoba untuk membangunkan istrinya.
Tak lama, seorang dokter dan perawat datang, Khafi menepi dan memberi ruang untuk sang Dokter memeriksa istrinya.
"Gimana istri Saya?" Tanya Khafi.
"Ambil alat-alat pendukung, pasien kritis!" Pinta Dokter pada perawat yang membantunya.
"Baik, Dok!" Seru perawat itu yang berlari ke luar ruangan.
Khafi yang melihat reaksi dokter, semakin merasa sesuatu hal buruk menimpa istrinya.
"Dok, Istri Saya kenapa, Dok?" Tanya Khafi.
"Pak, maaf Istri Bapak kembali kritis. Kondisinya semakin memburuk," ujar dokter.
"Apa? Kenapa bisa? Semalam Istri Saya baik-baik aja, Dok." Khafi menyangkal pernyataan yang diberikan oleh Dokter.
Kembali datang perawat yang membawa berbagai alat untuk menyelamatkan Selina, kini alat itu terpasang pada tubuh Selina.
Khafi menangis, Ia tak bisa melihat istrinya seperti itu.
"Pak. Hanya keajaiban yang dapat menyelamatkan Istri Bapak, Kami masih berusaha namun untuk hasilnya Kami serahkan kembali pada Tuhan. Banyak-banyak berdo'a saja untuk kesembuhan Istri Bapak! Saya permisi."
Pernyataan yang di berikan oleh Dokter membuat Khafi terpuruk, Ia memeluk istrinya yang sudah kehilangan kesadarannya.
Tak ada lagi senyuman yang Khafi lihat dari wajah sang istri, Khafi tak henti-hentinya memanggil nama Selina.
Khafi meraih ponselnya, Ia bermaksud untuk memberi kabar buruk itu pada orang rumah.
Setelah beberapa jam menunduk sendirian, semua orang rumah berdatangan termasuk Luna dan Nuka. Mereka histeris melihat kondisi Lina yang semakin buruk, terlebih kini Lina harus memakai alat bantu pernafasan pada mulutnya.
"Lina, bangun, Nak. Ini Mamah sayang!" Teriak Ibu Nuri, Ia merasa terpukul melihat kondisi putrinya.
Begitupula dengan kedua orang tua Khafi, Mereka berusaha menenangkan kedua cucunya yang menangis. Luna menggendong Rena, Mereka mendapatkan izin agar Rena bisa masuk ke dalam ruangan.
Khafi melirik ke arah buku yang tergelat di atas nakas, Khafi meraih buku itu dan membaca isi di dalamnya.
Khafi terkejut, melihat apa yang ditulis oleh istrinya di dalam buku tersebut.
{Hay, Mas Khafi. Suamiku yang ganteng, yang baik hati, yang dengan ikhlas menyayangi Aku juga anak-anak. Mas, mungkin ketika Kamu baca surat ini, Aku sudah tidak ada di sampingmu. Entah kenapa rasanya Aku tidak sanggup jika harus berkata langsung tentang ini, namun percayalah apa yang Ku tulis ini benar-benar tulus dan jujur dari dalam hatiku. Mas, Kamu pasti tahu, apa permintaan yang sering Ku sebutkan. Ya, Aku mau Kamu menikah dengan wanita pilihanku ketika Aku meninggal nanti. Awalnya Aku gak tahu harus pilihkan siapa, namun kini hatiku sudah mantap memilih seseorang yang menurutku pantas menjadi pendamping Kamu juga Ibu sambung untuk anak-anakku. Mas, Aku mau Kamu menikahi Luna, Aku mau Dia yang jadi Ibu sambung untuk anak-anakku. Mas, Aku tahu Kamu akan menolak permintaanku. Tapi Aku mohon, ini permintaan terakhirku padamu. Aku akan sangat bahagia, jika Aku tahu Kamu mau menikahi Luna. Dan akan Ku anggap bahwa, itu adalah bukti cintamu padaku ketika Kamu mau menikahi Luna. Mas, Aku gak tahu sampai kapan Aku akan bertahan, jadi Ku mohon kalau Kamu mau Aku tenang dan bahagia, tolong lakukan permintaanku.}
Khafi terlihat lemas, Ia bahkan sampai tak bisa menopang tubuhnya. Melihat putranya ambruk, Pak Seno langsung memburu putranya.
"Khafi, Kamu kenapa?" Tanya Pak Seno pada putranya.
Khafi menyodorkan buku pada Ayahnya, dan Pak Seno yang terlihat kebingungan meraih buku itu dan membacanya.