Aydin terhenyak, dunianya seakan tiba-tiba runtuh saat seorang gadis yang bahkan dia tak tahu namanya, mengaku sedang hamil anaknya.
Semua ini berawal dari sebuah ketidak sengajaan 3 bulan yang lalu. Saat diacara pesta ulang tahun salah satu temannya, dia menghabiskan malam panas dengan seorang gadis antah brantah yang tidak dia kenal.
"Kenapa baru bilang sekarang, ini sudah 3 bulan," Aydin berdecak frustasi. Sebagai seorang dokter, dia sangat tahu resiko menggugurkan kandungan yang usianya sudah 3 bulan.
"Ya mana aku tahu kalau aku hamil," sahut gadis bernama Alula.
"Bodoh! Apa kau tak tahu jika apa yang kita lakukan malam itu, bisa menghasilkan janin?"
"Gak udah ngatain aku bodoh. Kalau Mas Dokter pinter, cepat cari solusi untuk masalah ini. Malu sama jas putihnya kalau gak bisa nyari solusi." Jawaban menyebalkan itu membuat Aydin makin fruatasi. Bisa-bisanya dia melakukan kesalahan dengan gadis ingusan yang otaknya kosong.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yutantia 10, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
PENJELASAN ALULA
Alula berdiri didepan kamar Alfath. Memandangi beberapa saat pintu bercat coklat yang dalam kondisi tertutup itu. Hatinya ragu untuk mengetuk, namun ada masalah yang harus dia clear-kan saat ini juga. Dia akan sangat merasa bersalah jika sampai membuat hubungan kakak beradik renggang.
Tok tok tok
Astaga, hanya mengetuk pintu, namun rasanya gugup. Padahal biasanya, menjitak kepala Alfath pun, dia tidak ragu. Tak ada sahutan atau apapun. Mungkinkah cowok itu sudah tidur? Tapi ponselnya masih dia bawa, rasanya mungkin belum tidur. Alula hendak mengetuk kembali, namun urung karena mendengar gagang pintu ditarik. Alfath muncul dari dalam dengan ekspresi datar. Menengadahkan tangan kehadapan Alula tanpa bicara sepatah katapun. Dia tahu jika kedatangan Alula hanya ingin mengembalikan ponselnya.
Begitu Alula meletakkan ponsel diatas telapak tangannya, Alfath hendak masuk kembali, namun Alula lebih dulu mencekal lengannya.
"Tunggu," ujar Alula.
"Jangan seperti ini, La." Alfath menatap tak suka kearah tangan Alula yang memegangi lengannya. "Gue gak mau ada yang salah faham."
"Gue mau ngomong sebentar sama elo," ujar Alula sembari melepaskan lengan Alfath. Sungguh tidak nyaman. Mereka yang awalnya sangat akrab, mendadak canggung seperti ini.
Alfath terlihat menghela nafas. "Lebih baik gak usah. Gue gak mau Bang Ay cemburu lihat kita berduaan."
"Gue udah minta izin kok sama Mas dokter." Alfath tersenyum getir mendengar kalimat Alula barusan. Sampai minta izin dulu mau ngomong berdua, sebenarnya sudah sedekat apa sih hubungan mereka? Ah...kenapa dia mikirin itu, yang pasti sudah sangat dekat mengingat saat ini, Alula sudah hamil. "Ada yang perlu gue lurusin."
"Tentang apa?" sinis Alfath. "Tentang hubungan diam-diam kalian dibelakang gue? Atau tentang kalian berdua yang ngetawain kebodohan gue yang sok mau jadi pahlawan kesiangan buat lo." Hati Alfath terasa nyeri jika ingat bagaimana hari itu dia menyatakan cinta pada Alula dan bilang mau menikahinya jika pria yang menghamilinya tidak mau tanggung jawab. "Gue bener-bener bodoh. Bisa-bisanya gue gak tahu kalau kalian selama ini ada hubungan. Gue pikir lo itu gadis polos, lugu, gak neko-neko, beda kayak cewek-cewek jaman sekarang yang gue kenal. Tapi ternyata lo gak selugu itu. Kalian berdua, lo dan Bang Ay, sama. Sama-sama munafik," tekan Alfath dengan dada bergemuruh hebat. Emosi merajai hati dan pikirannya saat ini.
Mata Alula berkaca-kaca mendengar semua tuduhan Alfath. Selama ini, Alfath tak pernah sekalipun bicara kasar padanya. Bahkan saat cowok itu marah karena dia yang gak faham-faham saat dijarin, tetap bisa mengontrol emosi. Tapi kali ini, Alfath benar-benar marah padanya.
"Gak usah sok mau nangis. Sudah cukup sandiwara lo jadi cewek lugu. Nyatanya lo dan Abang gue, adalah seorang pemain. Sok pura-pura gak mau pacaran, tau taunya hamil. Menjijikkan."
"Lo boleh menghina gue sepuas lo, Al. Gue emang munafik, menjijikkan, murahan, dan apapun yang mau lo katakan, gue terima. Tapi please," Alula mengatupkan kedua telapak tangannya didada. "Jangan hina Mas dokter, dia gak seperti yang lo pikirkan. Dia gak salah disini, gue yang salah Al, gue," tekannya sambil menunjuk diri sendiri.
Alfath berdecak pelan mendengar pembelaan Alula pada abangnya. "Lo yang salah, Abang gue enggak? Maksudnya gimana? Lo yang nyodorin tubuh ko ke Abang gue? Gitu maksud lo? Gila," Alfath sampai geleng-geleng. "Segitu cintanya ya, elo sama Abang gue. Sampai lo rela ngerendahin harga diri lo sendiri."
Alula menggeleng cepat. "Ini gak seperti yang fikirkan, Al. Mas dokter orang baik. Lo juga orang baik, begitupun dengan orang tua lo dan semua yang tinggal di rumah ini. Semua ini terjadi begitu saja karena efek obat perangsang."
"Maksud lo apa?"
Alula memperhatikan tangga. Takut tiba-tiba Aydin atau siapapun naik keatas dan mendengar ceritanya.
"Gue bakal cerita, tapi please, jaga rahasia ini, terutama dari Mas dokter." Alula lalu menceritakan semua detail kejadian malam itu. Mulut Alfath sampai menganga. Beberapa kali dia berdecak, geleng-geleng, bahkan sampai menarik rambutnya frustasi saat mendengar cerita Alula. Sungguh, rasanya dia masih tak bisa percaya Alula bisa berbuat senekat itu.