NovelToon NovelToon
Sang Pewaris

Sang Pewaris

Status: tamat
Genre:Tamat / Crazy Rich/Konglomerat / Mengubah Takdir / Identitas Tersembunyi / Masalah Pertumbuhan
Popularitas:1.4M
Nilai: 4.7
Nama Author: EgaSri

Gavin Mackenzie Sebastian
Saudara kembar Gianna Mackenzia Sebastian. Pewaris tahta dari Sebastian group. Liar, nakal dan tidak tahu aturan.

Karena kesalahan yang terus ia ulang dan perbuat membuat ia di usir dari rumah. Hidup terlunta-lunta tanpa uang dan harus membiayai kuliahnya sendiri sebagai syarat untuk dia mewarisi perusahaan Sebastian group.

Tanpa uang di luaran sana ia di hina dan direndahkan. Semua orang merendahkan dia, dan kekasihnya pun menghianati cintanya.

Lalu, apakah nanti Gavin bisa menyelesaikan hukuman dari sang Papa, dan membalaskan semua perlakuan menyakitkan dari teman-temannya?

***

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon EgaSri, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

SP 15

Gavin berjalan di koridor kampus. Harusnya ia mulai ke kampus dua hari lagi, tapi kaki Gavin gatal untuk memijak di kampus tersebut.

Gavin menatap pada orang-orang yang tidak lagi menyindir atau mengata-ngatainya secara terang-terangan. Bahkan kini mereka terlihat takut saat melihat Gavin.

Saat Gavin sedang berjalan santai di koridor, dengan tidak terduga, ia mendapatkan serangan dari sampingnya.

Gavin terjatuh saat ia tidak dapat menghindar dan mengetahui datangnya serangan tiba-tiba tersebut.

Gavin memegangi wajahnya yang terkena pukulan. Ia lalu menatap ke arah Rio yang sedang berusaha untuk mengatur napasnya. Gavin tahu, kalau saat ini Rio pasti sedang sangat marah.

"Sialan!! Kau, kan, yang menyebarkan semua foto-foto itu?" tunjuk Rio pada Gavin yang berusaha untuk bangun.

Gavin tersenyum remeh, ia menatap Rio dengan geli.

"Dasar sampah!" bukannya menjawab pertanyaan Rio, Gavin malah mengatai mantan temannya itu.

"Sialan! Apa kau bilang?" bentak Rio, ia menunjuk Gavin dengan tangannya. Untung dengan tangan kanan, bukan tangan kiri.

"Kau ... Sampah!" ucap Gavin menekankan kata-katanya.

"Sialan! Kau mau mati!!" bentak Rio, ia menarik kerah baju yang Gavin kenakan.

Semua orang yang kebetulan lewat di sana memandangi Rio dengan jijik.

"Sialan!" Rio melayangkan pukulan ke wajah Gavin, tapi segera Gavin tangkap.

Di ujung sana, Owen tampak berlari kecil ke arah Rio dan juga Gavin.

"Kau!!" Owen menatap Rio dengan kesal.

"Apa? Kau mau apa?" tantang Rio yang membuat Owen tampak sangat marah.

"Beraninya kau mengangkat kepala dihadapanku!" tekan Owen.

Cih ....

Rio berdecih ke samping, ia menatap Owen kesal.

"Ini semua juga karena kau, sialan!" Umpat Rio pada Owen.

"Kau yang bodoh! Kenapa bisa kau membiarkan dia mencaritahunya!" tunjuk Owen dengan mata yang menatap tajam Rio.

Gavin bersidekap dada melihat pertengkaran yang terjadi didepannya ini.

'Menyenangkan sekali,' batin Gavin tersenyum sinis.

"Huhu .

"Huuu.... Dasar menjijikan! Memfitnah orang lain dengan sangat keji sedangkan sebenarnya diri sendiri yang seperti itu!"

Gavin tersenyum saat mendengar sindiran yang diutarakan untuk Rio itu.

"Diam kalian sialan!" tunjuk Rio dengan sangat marah.

"Apa? Sampah menjijikkan seperti kau itu tidak pantas menyuruh kami diam!" ucap salah seorang dari mahasiswa yang menyoraki Rio tadi.

"Kau! Pasti kau yakin menyebarkan foto itu, kan?" Kimi emosi Rio tampak di hempaskan pada Gavin.

Gavin menaikkan bahunya dengan acuh.

"Kenapa kau malah menuduhku?" tanya Gavin yang bertingkah sok polos.

"Pasti, kau, kan?!" bentak Rio menunjuk Gavin.

Sepertinya Rio belum tahu kalau kekasihnya itu kini sedang berada di kantor polisi. Tertangkap karena pekerjaannya.

"Dia yang menanam dia juga yang menuai. Jadi saat ini kau hanya sedang memetik apa yang sudah kau tanam. Jangan pernah menyalahkan orang lain!" tekan Gavin.

Rio dan juga Owen tampak semakin emosi dengan apa yang Rio katakan.

"Halo, Pak Dekan. Saya udah boleh ngampus lagi, kan, Pak?" tanya Gavin pada dekan yang sedari tadi melihat pertengkarannya dengan Rio.

Rio berbalik menatap dekan yang berdiri di belakangnya.

"P-pak?" ucap Rio tergagap. Ia semakin mengepalkan tangannya karena tidak mengetahui kalau dekannya sudah berdiri di belakangnya.

"Ada yang bisa kamu jelaskan pada saya, Yo?" tanya Dekan fakultas itu pada Rio dengan tatapan marahnya.

"Tidak ada, Pak! Itu bukan saya, Pak! Dia pasti sudah mengedit foto itu menjadi foto saya!" Rio menunjuk Gavin dengan tangannya.

Dekan tersebut menaikkan sebelah alisnya.

"Sungguh? Lalu kenapa banyak sekali foto kamu yang beredar dengan Tante-tante itu, Rio?" tanya Dekan itu. Menekankan kata-katanya membuat Rio jadi semakin membenci Gavin.

"Dia pasti mengedit semuanya, Pak!" elak Rio lagi.

"Sungguh? Apakah nanti kau bisa menjelaskan di kantor polisi atas bisnis prostitus* yang kau lakukan dengan wanita tua itu?"

Rio memejamkan matanya, siapa lagi yang bersuara ini. Kemudian ia berbalik dan menatap pada Kaylee. Gadis yang sama dengan gadis yang waktu itu menolong Julian di kantor polisi.

"Kau?" tunjuk Rio saat ia mengenali wajah itu. Owen juga terkejut saat melihat Kaylee di sana. Berdiri di samping Gavin. Karena Kaylee, saat ini Emily masih belum bisa datang ke kampus karena dihukum oleh orang tuanya.

"Hai ... Kau sudah mengenalku rupanya!" Kaylee mengapa Rio dengan santai.

"Kenapa kau ada disini?" Rio menatap pada orang yang ada di belakang wanita itu.

"Tentu saja untuk menangkapmu!" jawab Kaylee yang membuat Rio terkejut.

"Bapak Dekan, apa sekarang saya sudah bisa membawa dia?" Kaylee menatap Dekan itu dengan hormat.

"Silakan, Komandan!" jawab Dekan tersebut.

Gavin mengerutkan keningnya lagi, bapak dekannya ini mengenal Kaylee?

"Ayo, Rio! Anda mau di seret atau berjalan sendiri?" tanya Kaylee dengan nada lembut tapi penuh ancaman.

"Aku tidak bersalah, jadi kau tidak bisa menyeretku!" ucap Rio, saat ini ia ketakutan setengah mati. Nama baiknya hancur, keluarganya pasti akan marah dan juga semuanya! Semuanya akan hancur!

"Tidak bersalah? Jadi apa saya harus menjelaskan apa salah Anda di sini?"

Kaylee bersidekap dada menatap Rio yang ketakutan.

Semua mahasiswa yang melihat hal tersebut menatap Rio dengan sinis. Sedangkan Gavin menampilkan senyuman liciknya. Tanpa harus bergerak banyak, dia bisa membuat mantan temannya itu hancur.

Hancur berkeping-keping! Hancur se-hancur-hancurnya! Dan kini, tinggal giliran Owen dan yang lainnya.

"Tangkap dia!" perintah Kaylee pada anak buahnya.

"Siap, Komandan!" tegas para polisi yang berjaket hitam tersebut. Apa mereka belum ganti jaket, ya? Hihi.

Dengan cepat, Rio berlari dari sana, membuat para polisi itu dengan sigap mengejarnya.

"Berhenti atau kami tembak!" peringat salah satu polisi tersebut tapi tidak dihiraukan oleh Rio.

Suasana di sana menjadi tegang. Mahasiswa yang melihat itu segera menyingkir, tidak ingat menjadi korban salah tembak dari polisi yang mengejar Rio itu.

"Sekali lagi kami peringatkan, berhenti atau kami tembak!" teriak polisi itu di sepanjang koridor berlantai marmer tersebut.

Karena Rio masih tetap tidak mau berhenti, polisi tersebut memilih untuk menembak kakinya.

Rio terjengkang, ia terjatuh menghantam lantai marmer yang dingin.

Di betisnya keluar darah karena luka tembak. Ia meraung kesakitannya. Tidak dapat segera berdiri hingga para polisi itu berhasil menangkapnya.

Dengan diangkat paksa, Rio dibawa kembali ke hadapan Kaylee.

"Bagus! Bawa dia ke mobil!" perintah Kaylee yang membuat mereka mengangguk.

"Terimakasih, Pak. Karena sudah memudahkan pekerjaan saya," Kaylee menunduk hormat pada bapak dekan yang berdiri di depannya itu.

"Sama-sama, Komandan. Saya minta maaf karena kelakuan mahasiswa saya," dekan tersebut tentu malu dengan kelakuan Rio yang ternyata adalah seorang mucikari.

Kaylee segera pergi dari sana, meninggalkan Gavin dan juga Dekan tersebut. Ada Owen yang berdiri tidak jauh dari sana. Menatap kepergian Rio dengan tangan terkepal.

"Membuat malu saja!" Rutuk Owen dan segera pergi dari sana.

Gavin menatap Pak dekannya itu yang juga menatap kepergian Kaylee.

"Pak, apa dia tidak terlalu muda untuk menjadi seorang komandan?" tanya Gavin pada bapak dekan itu.

"Tidak ada batasan usia untuk orang yang berprestasi," jawab dekan itu. Ia melirik ke arah Gavin sekilas. "Setelah ini kamu bisa langsung membuat skripsi. Karena kamu sudah lolos tes," sambung dekan itu.

Gavin menganga.

"Sungguh, Pak?" ucap Gavin dengan sangat bahagia.

Bapak dekan itu mengangguk, "Tiga bulan lagi kamu bisa wisuda! Saya yakin kamu bisa menyelesaikan skripsi kamu dalam waktu dua bulan. Jangan kecewakan saya!"

Gavin diam mendengarkan apa yang dikatakan oleh dekannya itu.

"Bapak kira otak saya kayak Arsene, bisa di setel kayak begitu?"

***

Happy reading, semoga suka.

1
Anonymous
Harus melalui tempa'an baru akan tersa indah ending nya.
Erni Setiawan
bagus banget
ICE QIEEN GRILL
bagus
Bukhari Al-Khoiri Sunardi
apapun yg terjadi di masa lalu tapi saat ini Gavin sudah menjadi suami ada keluarga kecil yg hrs di jaga dan pertahankan
Isabell Serinah
buat seasson2 lagi cerita ni macam tergantung.
Olive Ova Ambitan
jadi bosan bacanya,koq sampai gavin tergoda lagi.pemeran utamanya koq bgitu thor
Olive Ova Ambitan
wow kerennn
Anonymous
Julian/Gavin??
Anonymous
banyak typo sih Thor,,lebih teliti lagi
Anonymous
mall/bar??
A&R
lumayan
Imam Sutoto
buset mantap gan lanjutkan
Imam Sutoto
top markotop story lanjut
Sri Rahayu
bodoooohhh.....
Sri Rahayu
gavin bodoh ....nurutin hawa nafsu .
tar kena bogem tuan besat baru tau rasa .
Sri Rahayu
arsene jgn kaku dong ...
ky robot .
Sri Rahayu
dasar emily ....urat malunya dah putus ,
kok ada ya cewek macam itu .
Merica Bubuk
Deeuh...kacian bgt
Merica Bubuk
Lu salah sasaran, Tia
Merica Bubuk
Tia, jallang lu mh 😡😡😡
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!