Amora, seorang gadis bangsawan yang muak dengan semua aturan yang mengekang pada awalnya hanya ingin keluar dari kediaman dan menjelajahi dunia bersama pelayan pribadinya
Menikmati kebebasan yang selama ini diambil secara paksa oleh kedua orang tuanya pada akhirnya harus menerima takdirnya
Sebagai gadis yang terlahir dengan berkat kekuatan suci, dia memiliki kewajiban menjaga perdamaian dunia.
Amora yang pada awalnya masih berusaha menghindari takdirnya dihadapkan pada kenyataan pahit.
Fitnah keji telah menjatuhkan keluarga Gilbert.
Amora Laberta de Gilbert, merubah niat balas dendamnya menjadi ambisi untuk menegakkan keadilan karena kekuatan suci dalam tubuhnya, menghalanginya.
Demi memuluskan tujuannya, Amora menyembunyikan identitasnya dan bergabung dalam tentara.
Mengawali karir militernya dari tingkat paling rendah, Amora berharap bisa menjadi bagian dari pasukan elit yang memiliki tugas menegakkan keadilan dimana itu selaras dengan tujuannya
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon julieta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
KEKUATAN TERSEMBUNYI AMORA
Klara membantu Amora duduk diatas ranjang. Dia masih saja menangis sesenggukan. Bukan karena rasa sakit dipunggungnya, melainkan karena keadaan sang nona yang terlihat memprihatinkan.
Amora adalah pribadi ramah dan periang. Dia selalu bersemangat kendati kehidupannya tak sebahagia yang dikira semua orang.
Terlahir sebagai anak bungsu dari keluarga bangsawan yang kaya raya tak menjadi jaminan gadis tersebut mendapatkan perilaku yang istimewa.
Keluarga Gilbert cukup ketat dalam menetapkan tata krama bangsawan. Bahkan Amora kecil tak luput dari hukuman setiap kali kedua orang tuanya melihat celah, membuat jiwa pemberontak dalam dirinya tumbuh semakin kuat.
Gadis itu memiliki aura cerah, seolah tubuhnya dikelilingi oleh puncak musim semi yang tak pernah ada habisnya, membuat siapa saja nyaman berdekatan dengannya, meski banyak yang enggan mengakuinya.
Lincah dan mungil, pergerakan Amora terlihat begitu bebas ketika dia berkumpul bersama para pengawal kediaman Gilbert dihalaman belakang, bersenda gurau dan saling adu pedang dilapangan latihan.
Begitu juga yang Klara lihat ketika sang nona muda bermain bersama teman-teman pengangguran yang banyak orang sebut sebagai gelandangan, senyum lebar dan tawa lepas tercipta.
Dan sekarang, nona mudanya itu terus terdiam dengan wajah yang terlihat sangat pucat, seolah tak ada aliran darah sama sekali.
Meski Klara tahu jika sang nona sama sekali tak merasakan sakit karena penyakit yang diidapnya sedari bayi, tapi melihat kondisinya seperti ini, hati mana yang tak merasa sedih.
“Nona, maafkan saya ”, merasa gagal, Klara tidak berhenti menyalahkan diri sendiri.
Dia bersimpuh dibawah ranjang, memegangi tangan mungil Amora yang berada diatas paha.
“Klara, siapkan saja baju gantiku”.
Amora menatap langit kelam melalui jendela kamarnya yang terbuka lebar. Sedari menerima hukuman, ini menjadi pertama kali gadis itu membuka suara.
Bahkan ketika kulit punggung kecilnya terkelupas oleh hantaman cambuk, suara rintihan pun tak lolos dari bibirnya.
Seharusnya, ibunya curiga kenapa dia tak berteriak kesakitan dalam kondisi seperti itu. Namun keabaian Viscountess Sabrina lah yang membuatnya sama sekali tak menaruh rasa curiga.
Hati Amora terasa sakit, melebihi rasa sakit akibat cambukan yang dilayangkan oleh Scoth kepadanya, melihat sikap abai yang ditunjukkan sang ibu kepadanya.
Lamunan Amora buyar ketika suara renggekan Klara kembali terdengar.
“Saya bantu anda berganti pakaian. Nona pasti tidak akan bisa mengatasinya sendiri”, protes Klara sedikit merengek.
Ini baru pertama kali Klara melihat Amora mendapatkan luka cambuk di punggung yang begitu mengerikan, sehingga dia sedikit panik.
Selama ini, dia hanya melihat luka di pergelangan tangan dan kaki Amora akibat pukulan dan cubitan keras yang dlayangkan oleh Vincountess Sabrina ketika sang nona bungsu membuat masalah.
Luka kecil itu, tanpa bantuannya, sang gadis kecil bisa mengobatinya sendiri.
Tapi kali ini, luka itu dipunggung yang sulit dijangkau dan tak bisa terlihat dengan mata secara langsung jika tak dilihat melalui kaca, membuat Klara berinisiatif untuk membantu mengobati luka tersebut.
Amora menoleh, dia menatap Klara dan bertanya, “Apa kamu lupa siapa aku?”
Pertanyaan itu membuat Klara terdiam. Wajah paniknya berubah menjadi penasaran. Dia ragu-ragu menanyakan, “Bisakah, luka separah ini anda sembuhkan?”
Selain tidak bisa merasakan rasa sakit, tubuh Amora juga bisa menyembuhkan luka yang dia alami dalam sekejap, dan hal itu sudah Klara ketahui sejak lama.
Amora mengangguk, “Tentu saja. Ini bukan apa-apa bagiku”, jawabnya mantap.
Tatapan sang nona mengandung binar sombong yang bisa ditangkap dengan jelas oleh Klara.
“Baiklah, jika nona memang seoptimis itu”, setengah hati Klara berdiri dari duduk bersimpuhnya dan bergegas berjalan menuju almari untuk menyiapkan baju ganti bagi nona mudanya itu.
“Setelah menyiapkan baju gantiku, kamu juga harus membersihkan luka yang ada ditubuhmu. Setelahnya, segera datang padaku. Aku akan menyembuhkanmu”, setelah berucap, Amora pun segera beranjak.
Amora melirik sedikit pada punggung Klara yang juga terluka akibat hukuman cambuk yang dijalaninya.
Meski tak separah luka yang dimilikinya, tapi tetap saja luka itu akan menjadi borok dan akan terinfeksi bakteri jika tak ditangani dengan benar.
Amora melenggang santai menuju kamar mandi, seolah luka mengerikan di punggung kecilnya hanyalah ilusi semata.
“Nona”, guman Klara seraya menatap penuh kekaguman pada pintu kamar mandi yang telah tertutup rapat.
“Anda mungkin tak akan semenderita ini jika saja mereka tahu sehebat apa anugerah yang anda miliki”, lanjutnya dengan nada menyayangkan.
Sebenarnya, Klara sudah menyarankan kepada Amora untuk memberitahukan kepada keluarganya, terutama kedua orang tuanya mengenai kekuatan penyembuh yang dimilikinya agar mereka memiliki pandangan postitif tentangnya.
Tapi, dengan kerasa hati, Amora menolak dan mengatakan jika rahasia ini tak boleh di ketahui oleh siapapun, dan hanya dirinyalah yang tahu.
Meski merasa hangat karena mengetahui rahasia besar nona mudanya, namun hati Klara juga merasa miris.
Apalagi jika dia mengingat penyakit CIPA yang nona mudanya idap, jika tak ada pengawasan, jika terluka, itu akan membahayakan nyawa gadis kecil itu.
"Sudahlah. Nona sudah memutuskan, jadi aku hanya bisa mengikutinya", gumannya dalam hati.
Didepan wastafel, netra Amora menatap gambaran punggungnya di cermin. Gadis itu kemudian memejamkan mata, berkonsentrasi penuh pada jalinan cakra didalam tubuhnya.
Tidak lama kemudian, angin sepoi datang mengelilingi tubuh mungil sang gadis. Perlahan tapi pasti, cahaya berwarna keemasan yang cukup padat dan kuat datang menyelimuti.
Begitu cahaya keemasan itu muncul, luka di punggung Amora perlahan mulai menutup dan guratan kasar bekas cambukan menghilang tanpa bekas, seolah punggung kecil itu tak pernah terluka.
Netra Amora terbuka setelah merasakan lukanya telah sembuh total. Begitu angin sepoi sejuk yang tadi mengelilinginya menghilang, wajahnya yang semula sangat pucat kini telah bersemu merah, menandakan jika kondisi tubuhnya telah pulih seperti sedia kala.
Pertama kali Amora mengetahui kekuatan ajaib ini adalah ketika dia berusia satu setengah tahun.
Amora kecil yang baru saja belajar berjalan, kadangkala sering lepas dari pengawasan para pelayan dan berakhir terjatuh ke lantai atau terperosok ke tanah ketika sedang bermain ditaman.
Entah bagaimana luka-luka itu bisa sembuh seiring dengan munculnya angin sepoi yang menyelimuti lukanya dan berakhir hilang tanpa bekas.
Amora yang memang sedari bayi mengidap penyakit CIPA tak merasakan rasa sakit ketika terjatuh dan terluka, sehingga para pelayan yang menjaganya tak mengetahui insiden yang menimpa nona bungsu Gilbert karena tak ada suara tangisan bayi yang terdengar.
Apalagi dengan kekuatan yang dimiliki oleh Amora, dimana bekas lukanya bisa sembuh dengan sempurna semakin menambah keyakinan semua orang jika gadis kecil itu sama sekali tak pernah terluka dalam proses tumbuh kembang pertumbuhannya.
Kekuatan elemen cahaya yang Amora miliki baru benar-benar bangkit ketika dia berumur tiga tahun.
Saat itu, Amora kecil yang melihat kakak pertamanya berlatih naik kuda di halaman belakang, tempat para pengawal Gilbert biasa berlatih, ingin merasakan sensasi menegangkan tersebut sehingga Amora kecilpun merenggek ingin naik kuda bersama sang kakak.
Lucius yang tak tega melihat Amora menangis pun terpaksa mengajaknya naik keatas kuda dan berjalan secara berlahan.
Amora kecil yang aktiv, merasa sangat senang bisa naik kuda bersama sang kakak sehingga gadis kecil yang sangat antusias itu tak berhenti bergerak, membuat keseimbangan Lucius terganggu dan berakhir balita cantik tersebut terjatuh dari atas kuda yang menyebabkannya jatuh tak sadarkan diri selama satu minggu.
Pada saat itu, tabib yang diundang mengatakan jika sang nona muda hanya syok tanpa menderita luka yang terlalu parah, hanya pergelangan kaki kirinya saja yang terkilir, dan dia jatuh tak sadarkan diri akibat terlalu terkejut sehingga kedua orang tuanya pun tak merasa khawatir akan hal itu dan membiarkan Amora kecil beristirahat didalam kamarnya dengan tenang.
Tanpa semua orang ketahui, saat Amora kecil tak sadarkan diri, dialam bawah sadarnya, Amora telah menerima berkah kekuatan special yang selama ini sangat diidam-idamkan oleh semua orang agar bisa hadir dalam tubuh mereka.
Kekuatan elemen cahaya, sebuah kekuatan suci yang bisa menyembuhkan dan memakmurkan sebuah negara jika dipergunakan dengan bijak.
Tapi, kekuatan besar ini juga bisa menghancurkan dan menimbulkan malapetaka jika berada ditangan orang yang tidak tepat, seperti para penerus kekaisaran Foteirno yang mempergunakan kekuatan suci ini untuk hal-hal buruk sehingga dewa mencabut berkah tersebut dari keturunan mereka.
“Sebenarnya, apa yang membuatku memiliki kekuatan seperti ini?”
Sampai sekarang, Amora tidak mengerti dari mana dia mendapatkan kekuatan penyembuh yang dia miliki.
Bahkan, gurunya yang merupakan keturunan asli kekaisaran Foteirno juga merasa aneh, karena baru Amora, orang luar kekaisaran Foteirno yang bisa mendapatkan berkah kekuatan suci ini.
Ketika pikirannya bergelung dengan semua hal yang masih menjadi misteri hingga saat ini, suara ketukan pintu membuyarkan lamunannya.
“Nona, apakah anda sudah selesai?”, suara Klara terdengar dari balik pintu kamar mandi.
Amora menoleh dan tanpa kata diapun segera berjalan menuju pintu dan segera keluar dari dalam kamar mandi dengan santai.
“Kemarilah, aku akan menyembuhkan lukamu”, ucap Amora melambai pada Klara untuk segera menghampiri.
Klara duduk dilantai, memunggungi sang nona yang akan menyembuhkan sepuluh luka cambuk dipunggungnya.
“Kekuatan penyembuh anda sangat hebat, nona. Anda bisa menjadi tabib hebat dan membuka klinik pengobatan jika anda mau”, ucap Klara antusias.
“Tidak. Aku tidak mau orang lain mengetahui kekuatanku. Orang iri lebih berbahaya dari bandit gunung, Klara”, jawab Amora sambil berkonsentrasi pada jalinan cakra didalam tubuhnya.
Luka pelayan pribadinya tidak terlalu parah sehingga dalam sekejap, cahaya ditangannya mampu menyembuhkan luka tersebut tanpa sisa.
“Terimakasih nona, berkat anda, saya tidak merasakan sakit lagi”, ucapnya tulus.
Klara berdiri setelah lukanya menghilang tanpa bekas, kini pergerakannya terasa lebih bebas dari sebelumnya.
Amora mengangguk malas, “Aku lapar. Semakin parah luka yang harus disembuhkan, ternyata energy yang dibutuhkan juga semakin besar”
Dia merasa lemas dan lapar setelah menyembuhkan lukanya sendiri, kemudian menyembuhkan luka cambuk yang ada dipunggung Klara, membuatnya tidak memiliki tenaga untuk sekedar berdiri.
“Ternyata seperti itu”, guman Klara seraya mengangguk paham.
Klara pun segera berjalan menuju pintu dan sebelum keluar dia kembali menoleh kebelakang, “Nona jangan tidur dulu. Akan saya ambilkan makanan didapur”
“Ya, ambil sebanyak mungkin, Klara”, jawan Amora sambil merebahkan tubuh mungilnya diatas ranjang, dia menutup mata sekedar untuk mengistirahatkan diri.
Dalam keadaan lapar, meski sangat mengantuk sekalipun tak akan membuatnya tertidur dengan mudah.