Baca Aku bukan/hanya bayangan biar faham alurnya...
.
.
Melarikan diri demi melupakan masa lalu, tersakiti dan terhianati, oleh kekasih dan sahabatnya sendiri..
"Aku benci penghianat, dan aku benci kalian..aku membencimu!"
Kanaya Prameswari Sadewo.
Kesalahannya adalah membuat semuanya abu-abu tanpa penjelasan, membiarkan cintanya pergi tanpa tau yang sebenarnya.
"Aku akan mendapatkanmu kembali..dan mengantikan bencimu kembali menjadi cinta dan ya, kita tak pernah putus maka kamu masih kekasihku!"
Bagaskara Nandowijaya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon nenah adja, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Malam kelam
Typo bertebaran🙏..
"Hai..kau sendiri, jangan hiraukan tatapan para pria itu, nikmati saja pestanya" seorang pria memberikan minuman bening pada Anina "Aku Edward.." Edward mengulurkan tangannya pada Anina yang masih terpaku.
Anina mengerjap beberapa kali saat melihat pria tampan duduk disisinya,Edward terkekeh melihat Anina yang hanya menatapnya dengan pandangan terpesona "Hello" Edward mengibaskan tangannya.
"Eh... a..aku Anina" Anina menyambut tangan Edward.
"Baiklah untuk merayakan perkenalan kita" Edward menyatukan gelasnya dengan gelas yang dipegang Anina hingga berbunyi 'Tringg' Edward meminumnya dengan pandangan lurus pada Anina.
Anina yang di tatap seintens itu merasa gugup, lalu meminum minuman yang di berikan Edward bahkan tanpa bernafas hingga tandas sekaligus, Anina menggeryit saat merasa aneh tenggorokannya terasa terbakar hingga ia terbatuk "Kau... bukan begitu cara meminumnya harusnya minum sedikit sedikit"
"Minuman apa itu?" tanya Anina tiba tiba ia merasakan kepalanya mulai berputar, efek minuman putih yang ia kira air putih biasa.
"Vodka"
"Ya ampun, bagaimana ini" Anina bangun dari duduknya dan mulai berdiri dengan sempoyongan.
"Kau tak pernah meminumnya?" Anina menggeleng sambil memegang kepalanya "Astaga maafkan aku, aku tak tau kalau kau tak bisa mabuk" Anina tak menghiraukan lagi ia berjalan kearah kemana Bagas tadi pergi,"Aku akan mengantarmu pulang" Edward merasa bersalah "Dimana rumahmu?" Edward memapah Anina yang sudah hampir kehilangan kesadarannya.
Edward memasukan Anina kedalam mobilnya, Anina sudah meracau tak jelas "Bagaimana mungkin baru satu gelas dia sudah kehilangan kesadarannya" Edward merutuki dirinya yang memberikan minuman pada Anina, ia mendekati Anina untuk menghindari para wanita nakal itu mendekatinya, namun sekarang ia malah terjebak dengan Anina "Hei jangan pingsan dulu, dimana rumahmu?" Edward menepuk pipi Anina.
Bagas kembali kedalam saat sudah selesai dengan perbincangannya di telpon tadi, agak lama karna ternyata itu dari rekan bisnisnya, saat kembali Bagas tak mendapati Anina di kursi yang mereka tempati tadi, "Permisi dimana wanita yang tadi duduk bersamaku?"
"Oh dia sudah pergi tuan" Bagas pun segera keluar dan menuju parkiran Bagas menghubungi Anina namun nomer Anina tak bisa dihubungi.
Bagas memutuskan untuk pergi ke kontrakan Anina dan memastikan Anina benar benar sudah pulang.
.
.
Sedangkan Edward tak ingin terjebak lebih lama dengan Anina ia memutuskan membelokkan mobilnya kearah hotel untuk meninggalkan Anina disana.
Setelah memesan kamar Edward memapah Anina menuju sebuah kamar, Edward terhunyung saat menidurkan Anina hingga tanpa sengaja ia terjatuh tepat diatas Anina, yang membuat Edward berdebar adalah, bibirnya yang kini menempel tepat di bibir Anina.
Edward mengerjapkan matanya lalu melepaskan bibirnya dari bibir Anina, matanya menjelajahi wajah Anina yang memejam "Cantik.." gumamnya.
Satu tangannya terangkat mengelus pipi halus Anina dan menyingkirkan rambut panjang yang menghalangi pemandangan indah didepannya, jarinya mulai merambat melewati leher jenjang Anina dan berhenti di bahu Anina yang hanya terhalang tali spagheti.
Edward menelan ludahnya kasar, ia hanya lelaki biasa yang pasti akan tergoda apalagi melihat Anina yang terpampang nyata dihadapannya tengah terbaring pasrah.
Edward mendekatkan wajahnya kembali hingga bibirnya kembali menyatu dengan bibir Anina, dengan pelan ia mulai menggerakan lidahnya melu mat nya lembut,tak ada perlawanan namun tak ada juga balasan dari Anina, Edward menghentikan ciumannya sesaat namun pandangannya makin menggelap, ia seolah lupa bahwa sudah mempunyai kekasih, tiba tiba Anina mengangkat tangannya hingga melingkar di leher Edward, seolah menjadikannya undangan dari Anina Edward kembali bergerak bahkan lebih aktif hingga malam itu menjadi panas baginya, hanya baginya karna Anina tak menyadarinya.
.
.
Anina mengerjapkan matanya, lalu merasakan pening dikepalanya "Ughh.." Anina bangun dengan rasa sakit disekujur tubuhnya.
"Kau sudah bangun?"
"Kau..? apa yang terjadi?" Anina melihat Edward yang hanya memakai celana dengan dada telanjang,lalu melihat kearahnya sendiri, mata Anina membelalak lalu meraih selimut untuk menutupi seluruh tubuhnya, yang ternyata tak mengenakan sehelai benangpun "Apa yang terjadi, apa yang kau lakukan padaku?"
"Maaf.. aku.." Edward terlihat kacau mungkin ia juga tengah menyesali perbuatan nya.
Anina ingin menangis tapi apa yang harus ia lakukan jika menangis,menangis didepan pria yang sama sekali tak dikenalnya,Anina hanya tau namanya Edward..
"Apa yang harus aku lakukan sekarang" gumam Anina namun masih bisa di dengar Edward. "Aku tidak akan hamil kan" Anina tidak bertanya, namun lebih pada bicara pada diri sendiri, namun Edward harus menjawab.
"Seharusnya tidak kita hanya melakukannya satu kali"
Anina mendongak menatap tajam Edward, "Kita..." Anina terkekeh "Aku bahkan tak tau apa yang terjadi padaku"
Edward mengusap wajahnya kasar "Ya.. maafkan aku"
Anina turun dari ranjang dan matanya mencari dimana pakaiannya berada,lalu membawanya ke kamar mandi, Anina menyalakan shower lalu dirinya duduk diatas closet membiarkan air itu meredam tangisnya yang akan ia biarkan mengalir beberapa saat, kenapa ini harus terjadi padanya "Ibu.. Ayah... maafkan aku yang tak bisa menjaga diriku"
Diluar sana Edward sudah mengenakan kemejanya matanya menatap nanar noda darah di atas sprei yang mengering, dirinya benar benar kejam merenggut sesuatu yang berharga dari gadis itu, "Apa yang harus aku lakukan?" Edward tak pernah merasa sekacau ini bahkan saat pertama kali berhubungan dengan Liza pun ia tak sekacau ini, mungkin karna Liza sudah tak perawan saat mereka berhubungan badan, namun itu tak masalah bagi Edward apalagi bagi dirinya yang besar dan tumbuh diluar negri hal itu tak lagi aneh,
Edward berbalik saat Anina keluar dari kamar mandi, Anina menunjukan wajah datar tanpa bicara sepatah katapun Anina mengambil tasnya dan berjalan kearah pintu "Tunggu, kau belum memaafkanku"
"Apa perbuatanmu pantas dimaafkan?" desis Anina.
"Setidaknya, Ambil ini dan hubungi aku jika sesuatu terjadi padamu" Anina terkekeh saat melihat Uang dan sebuah kartu nama di berikan Edward.
"Setelah mengambil sesuatu yang berharga dariku, kau mencoba membeli ku"
"Buk bukan begitu ini..."
"Aku akan menghubungi nanti jika terjadi sesuatu, dan aku harap tidak.." Anina mengambil kartu nama Edward lalu pergi meninggalkan Edward yang masih terpaku.
Anina tiba dikontrakannya dengan langkah lemas, dunianya sudah hancur, hidup tanpa orang tua, berjuang sendiri dengan hidupnya dan sekarang ia juga kehilangan sesuatu yang berharga yang harusnya ia serahkan untuk suaminya kelak,apa masih ada yang mau pada perempuan seperti dirinya, miskin, sebatang kara dan tak lagi perawan.
"Anina kamu kemana saja, aku mencarimu semalaman kenapa baru pulang" Bagas turun dari mobilnya dan melangkah lebar menuju Anina.
Anina tak menghiraukan suara Bagas ia masih terus berjalan membuka pintu lalu masuk, Bagas masih mengikuti Anina. semalaman bahkan Bagas menunggu Anina dalam mobilnya untuk menunggu Anina pulang,ia khawatir apalagi Kanaya semalam bertanya apa semua berjalan lancar,tentu saja Bagas harus berbohong bahwa semuanya baik baik saja.
Anina ambruk dilantai saat sudah masuk kedalam rumah "An..?"
Anina menangis,menjerit.. sambil menjambak rambutnya, Bagas langsung mengahampiri dan berjongkok di depan Anina "Apa yang terjadi Anina? kau kenapa sebenarnya?" Bagas mengguncang bahu Anina.
"Apa yang harus aku lakukan..?" Anina menatap Bagas dengan air mata yang berderai, "Akhhh.. " Anina kembali mencakar dan menjambak rambutnya.
"Hentikan apa yang kau lakukan" Bagas menahan tangan Anina, lalu merengkuh tubuh Anina yang sudah lemas tak berdaya namun tangannya memukuli Bagas dengan tangan lemahnya, Bagas memeluknya memberikan usapan pada Anina, hingga Anina jatuh terlelap.
_______
Belum selesai ya flashback nya, yang sabar ya Anina 🤧
Like..
komen..
vote..
Hadiah juga boleh😘