Rania Alesha— gadis biasa yang bercita-cita hidup bebas, bekerja di kedai kopi kecil, punya mimpi sederhana: bahagia tanpa drama.
Tapi semuanya hancur saat Arzandra Adrasta — pewaris keluarga politikus ternama — menyeretnya dalam pernikahan kontrak.
Kenapa? Karena Adrasta menyimpan rahasia tersembunyi jauh sebelum Rania mengenalnya.
Awalnya Rania pikir ini cuma pernikahan transaksi 1 tahun. Tapi ternyata, Adrasta bukan sekedar pria dingin & arogan. Dia manipulatif, licik, kadang menyebalkan — tapi diam-diam protektif, cuek tapi perhatian, keras tapi nggak pernah nyakitin fisik.
Yang bikin susah?
Semakin Rania ingin bebas... semakin Adrasta membuatnya terikat.
"Kamu nggak suka aku, aku ngerti. Tapi jangan pernah lupa, kamu istriku. Milik aku. Sampai aku yang bilang selesai."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sylvia Rosyta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
PCTA 21
Rania berdiri di tengah ruangan, matanya menatap tajam ke arah Adrasta yang berdiri di depannya. Suasana tegang memenuhi udara, seolah-olah waktu berhenti sejenak di antara mereka. "Aku adalah Rania, bukan Alina," ucap Rania dengan suara bergetar namun penuh ketegasan. "Jangan pernah samakan aku dengan tunanganmu yang telah tiada. Kami berbeda."
Adrasta terdiam, rahangnya mengeras mendengar pernyataan Rania. Tatapannya menajam, namun ada kilatan emosi yang sulit diartikan di matanya. "Aku tidak menyamakan kalian," jawab Adrasta pelan, suaranya nyaris berbisik. "Namun, ada hal yang perlu kau ketahui tentang Alina dan... Rey."
Mendengar nama Rey disebut, Rania mengernyit. "Apa maksudmu?" tanyanya, merasa kebingungan mulai menyelimuti dirinya.
Adrasta menarik napas dalam, seolah mengumpulkan keberanian untuk mengungkapkan sesuatu yang telah lama dipendamnya. "Kecelakaan yang merenggut nyawa Alina... itu bukan sekadar kecelakaan biasa. Itu terjadi karena ulah Rey."
Rania terbelalak, hatinya menolak untuk mempercayai apa yang baru saja didengarnya. "Tidak mungkin. Rey tidak mungkin melakukan hal seperti itu," sangkalnya, suaranya nyaris berbisik. Adrasta mendekat, matanya menatap dalam ke mata Rania.
"Awalnya, aku juga tidak ingin mempercayainya," katanya lirih. "Tapi aku telah menyelidiki semuanya. Bukti-bukti menunjukkan bahwa Rey bertanggung jawab atas kecelakaan itu."
Rania menggelengkan kepalanya, air mata menggenang di pelupuk matanya. "Tidak... Rey bukan orang seperti itu. Dia tidak mungkin..." Adrasta menghela napas, ekspresinya menunjukkan campuran antara rasa sakit dan kemarahan.
"Rey mencintai Alina," ungkapnya. "Namun, cintanya bertepuk sebelah tangan. Alina menolaknya, dan itu membuat Rey marah. Dalam kemarahannya, dia menyebabkan kecelakaan yang merenggut nyawa Alina."
Rania terdiam, hatinya berperang antara mempercayai Adrasta atau mempertahankan keyakinannya pada Rey. Air matanya akhirnya jatuh, membasahi pipinya yang pucat. Adrasta melangkah lebih dekat, suaranya melembut. "Apakah salah jika aku ingin membalas dendam kepada Rey dengan mengambil orang yang dicintainya darinya?"
Rania menatap Adrasta dengan mata yang penuh luka. "Jadi, aku hanyalah alat balas dendammu?" Adrasta menggeleng, ekspresinya penuh penyesalan. "Awalnya, ya. Aku ingin menghancurkan Rey dengan merusak hidupmu. Tapi seiring waktu, aku menyadari sesuatu yang tak pernah kuduga."
Rania menunggu, dadanya naik turun menahan emosi yang meluap. "Aku jatuh cinta padamu, Rania," kata Adrasta dengan suara serak. "Perasaanku padamu tulus, bukan bagian dari rencana balas dendamku."
Rania terdiam, hatinya semakin kacau. la berbalik, mencoba menyembunyikan air matanya yang terus mengalir. Adrasta mendekat, namun sebelum ia bisa menyentuh Rania, suara dering telepon memecah keheningan.
Adrasta merogoh saku celananya, mengeluarkan ponsel dan melihat pesan yang tertera di layar. Wajahnya seketika menegang. "Ada apa?" tanya Rania, suaranya masih bergetar. Adrasta menatap Rania dengan serius. "Ini dari Jakarta. Ada sesuatu yang terjadi dengan Rey." Rania menahan napas, firasat buruk menyelimuti hatinya. "Apa yang terjadi?"
Adrasta menjawab dengan suara tegang, "Rey... Dia menghilang dan berhasil melarikan diri dari rumahku."
Rania terkejut, perasaan cemas menyelimutinya. "Apa maksudmu? Bagaimana bisa Rey menghilang?" Adrasta menggeleng, ekspresinya menunjukkan kekhawatiran.
"Aku tidak tahu, tapi yang bisa aku beritahukan kepadamu adalah, situasi ini jelas tidak menguntungkan bagi kita berdua." ucap Adrasta yang semakin membuat Rania merasa bingung.
"Kenapa kau bisa berasumsi seperti itu?" tanya Rania yang menuntut jawaban dari Adrasta.
"Rania, Rey bukanlah laki laki baik seperti yang kamu kira. Dia jauh lebih licik dan kejam dari aku. Aku khawatir, dia akan menyakitimu." ucap Adrasta yang tentunya tidak akan mudah membuat Rania percaya begitu saja kepadanya.