Alvin sosok pria dingin tak tersentuh telah jatuh cinta pada keponakannya yang sering dipanggilnya By itu.
Sikapnya yang arogan dan possesive membuat Araya sangat terkekang. Apalagi dengan tali pernikahan yang telah mengikat keduanya.
"Hanya aku yang berhak untukmu Baby. Semua atas kendaliku. Kau hanya milikku seorang. Kau tidak bisa lepas dariku sejauh manapun kau pergi. Ini bukan obsesi atau sekedar rasa ingin memiliki. Ini adalah cinta yang didasari dari hati. Jangan salahkan aku menyakiti, hanya untuk memenuhi rasa cinta yang berarti."
-Alvin-
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ist, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Takdirkan Aku Bersamanya Tuhan
Aya kembali diam setelah kepergian Mommy dan Daddy yang berkunjung tadi.
"By..." Suaranya mengalun lembut. Alvin sadar Aya telah marah padanya. Gadis itu diam dari semalam. Sepatah kata pun tak diucapkannya untuk Alvin.
Alvin mendekati Aya dan duduk di sampingnya. Ia menggenggam tangan gadis itu dan mencium pipinya beberapa kali.
"Om minta maaf By....Jangan marah lagi. Om jadi sedih." rangeknya.
Kedua tangannya memeluk Aya. Ia sungguh frustasi saat ini. By nya marah, tidak mengomel. Hanya diam. Namun diam inilah yang Alvin takutkan.
"Om minta maaf. Om ajak kamu jalan jalan. Mau...?"
Aya mendongakkan kepala menatap Omnya yang menyebalkan itu.
"Pantai." katanya masih dengan wajah cemberut. Alvin malah gemas, mencubit hidung gadisnya pelan. Senyum mengembang menghiasi bibir Alvin, kepalanya mengangguk dengan cepat.
"Ayo.."
Keduanya bergegas berangkat setelah berganti baju.
Alvin menggenggam tangan Aya erat saat keduanya berjalan menyusuri tepian pantai yang sepi.
Senyum tercetak jelas di bibir gadis cantik yang mengenakan dress selutut itu. Cukup jelas untuk mengungkapkan kondisi hatinya saat ini.
"Kamu senang?"
Aya mengangguk menatap Om nya.
"Aku mau ke sana." kata Aya menunjuk sebuah Ayunan.
Aya menggandeng tangan Alvin sambil berlari. "hati hati By. Nanti jatuh." Kata Alvin mengimbangi langkah gadisnya.
Aya duduk di Ayunan sementara Alvin di belakangnya mendorong dengan pelan.
Benak pria itu menerawang.
'Gila' pikir Alvin. Ia jatuh cinta dengan keponakannya yang telah dirawat sejak bayi itu. Wangi tubuh Aya menyeruak ke Indra penciumannya terbawa angin yang menerpa wajahnya. Ia menghirup aroma itu dalam dalam sambil memejamkan mata.
"By..." panggilnya lembut.
"Ya Om?"
"Kamu ga marah lagi kan sama Om?" tanya Alvin merubah posisinya duduk berjongkok di depan Aya.
Aya menggeleng pelan.
"Makasih By." kata Alvin memeluk Aya.
"Pulang yuk..."
"Iya..."
Aya sudah kembali seperti semula, moodnya sudah membaik. Kini mereka tengah menikmati makan siang di apartemen.
"Om aku mau es krim."
"Di kulkas, tapi habiskan dulu makan siang kamu."
"Iya Om." Aya dengan cepat menghabiskan makan siangnya. Gadis itu berlari ke arah kulkas setelah piringnya benar benar kosong. Sebuah kertas tertempel di pintunya. Aya meraih kertas itu dan membacanya.
'Untuk By.'
Aya membuka kulkas dengan cepat. Matanya berbinar melihat satu kulkas penuh dengan es krim dan coklat kesukaannya. Alvin hanya tersenyum melihat tingkah gadis kecilnya yang kegirangan.
"Om ini untuk aku?"
Alvin mengangguk dan bangkit dari duduknya. Ia memeluk Aya dari belakang memberikan kehangatan di depan pintu pendingin yang masih terbuka. "Makasih Om." Aya berbalik memeluk Om nya erat.
"Sama sama sayang." balas Alvin mengecup kening Aya.
Alvin selesai dengan pekerjaannya memutuskan untuk melihat Aya.
"By kamu belum tidur juga." Omel Alvin bersungut sungut pada Aya yang tengah berbaring santai di sofa ruang tengah. Sejak tadi gadis itu menatap fokus layar besar yang ada di depannya.
"Nanti Om. Filmnya belum habis."
"Ini jam berapa kamu belum tidur?"
"Besok kan libur."
"Kamu pinter kalo di suruh jawab.Tidur By." Perintah Alvin yang sudah berada di depan Aya yang tidak merespon.
"Ih Om ganggu deh. Aku ga keliatan nih."
Alvin memilih duduk di samping Aya. Membiarkan gadis itu menikmati waktu menontonnya.
"By. Mau Om tunjukkan sesuatu?" Tanya Alvin merasa di abaikan.
"Apa?"
"Ikut Om." kata Alvin mematikan Tv dan menggandeng tangan Aya untuk mengikutinya.
Alvin mengajak Aya memasuki kamar dan membuka salah satu pintu kaca besar di sana. Sebuah balkon dengan dua kursi dan satu meja di tengah. Memang di setting hanya untuk mengobrol dua orang. Aya mendekatkan diri di pagar pembatas. Menikmati angin malam yang berhembus menerpa wajah cantiknya. Mata Aya berbinar melihat cahaya lampu kota yang begitu indah dari atas sana.
"Kamu suka?"
Aya mengangguk tanpa mengalihkan pandangannya.
"Om." panggil Aya sambil membalikkan badannya menatap Alvin yang berdiri beberapa senti di belakangnya.
"Ya. By." Jawab Alvin menyibakkan rambut Aya ke belakang telinga.
"Kapan Om nikah?" tanya Aya to the point.
Tangan Alvin beralih memegang pembatas di belakang Aya membuat gadis itu terkurung di dalamnya. Otaknya berpikir keras ketara dari kerutan yang tercetak cukup jelas di dahinya. Mau jawab 'Om hanya ingin menikah denganmu.' Tapi ini belum waktunya. Ia takut Aya akan menjauh darinya. Alvin tak mau hal itu terjadi. Strateginya pelan namun mendapatkan hal yang pasti. "Kenapa kamu tanya begitu?" putus Alvin setelah berdiskusi dengan otaknya sendiri.
"Umur Om kan udah 36. Temen temen Om kan udah pada nikah. Udah punya anak. Kok om belum nikah juga."
"Karena Om belum mau."
"Oh...aku kira."
"kamu kira kenapa?" Tanya Alvin mengangkat salah satu alisnya.
"Om ga normal." jawab Aya pelan. Alvin seketika tersentak mendengar ucapan gadis itu. Wajar saja Aya berfikir begitu karena selama ini Alvin tak pernah dekat dengan wanita manapun. 'kau tak tau By. Selama ini aku menahannya mati matian saat bersamamu. Hanya bersamamu.' batin Alvin.
"Astaga By Om normal tau." jelas Alvin mencubit hidung Aya. 'Bahkan aku bisa membuat selusin anak setelah kita menikah nanti.' lanjutnya dalam hati sambil tersenyum.
"Om kesambet setan?" tanya Aya.
"Kamu udah nuduh Om gay sekarang bilang Om kesambet."
"La Om senyum senyum sendiri."
"Udah. Masuk yuk. Di sini dingin. kamu sakit nanti."
"Sebentar lagi. Aku masih pengen di sini."
Alvin membalut tubuh Aya dengan selimut dan memeluknya dari belakang. "Om ga kedinginan?"
"Enggak."
"Bohong." Aya melepaskan selimutnya memakaikan pada Alvin dan dirinya. Alvin tersenyum memeluk Aya. Keduanya merasa hangat. 'Takdirkan aku bersamanya Tuhan. Jika tidak, Jangan biarkan siapapun memilikinya.' Doa Alvin dalam hati sambil mengeratkan pelukannya.