Bagaimana rasanya ketika suami yang Aurel selalu banggakan karena cintanya yang begitu besar kepadanya tiba-tiba pulang membawa seoarang wanita yang sedang hamil dan mengatakan akan melangsungkan pernikahan dengannya? Apakah setelah ia dimadu rumah yang ia jaga akan tetap utuh?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aure Vale, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bagian Empat Belas
Erven menatap nanar Jihan yang terbaring di brangkar rumah sakit, setelah Jihan digantikan pakaian oleh seorang suster, Erven menjadi lebih tenang ketika berdekatan dengan Jihan, ia sendiri sudah mengganti pakaiannya yang banyak noda merah menjadi T-shirt warna hitam yang dibelikan temannya tadi pagi.
Matahari sudah naik ke atas, tapi Jihan masih juga belum sadar pasca operasi darurat dini hari.
Betapa hancurnya Erven begitu dokter mengatakan jika terjadi kehamilan di luar rahim yang menyebabkan Jihan mengalami pendarahan hebat dan rasa nyeri di perut, saat itu dokter menyarankan untuk segera operasi darurat karena akan sangat berbahaya jika terus dibiarkan, tanpa berpikir dua kali pun, Erven langsung menandatangani surat persetujuan operasi Jihan.
"Semoga kamu kuat ketika tahu calon janin yang selama ini tumbuh di perutmu itu tidak ada, Jihan," lirih Erven seraya mengecup dahi Jihan.
Erven menatap Bayu, teman yang ia mintain tolong ketika ia gemetar saat akan membawa Jihan ke rumah sakit, "Bayi, saya bisa titip Jihan sebentar?"
Bayu yang sedang fokus memainkan ponselnya mendongak dan menunjukkan ibu jarinya, pertanda setuju.
"Makasih,"
Erven berniat untuk mendatangi ruangan istri pertamanya, kebetulan Jihan dibawa ke rumah sakit tempat Aurel di rawat, jadi Erven tidak perlu bolak-balik ke rumah sakit yang berbeda-beda.
Perasaan bersalah itu kembali memenuhi hatinya begitu ia menyentuh gagang pintu ruang tempat Aurel di rawat.
Erven menarik nafasnya lalu kembali menghembuskannya sebelum ia memutar gagang pintu dan membukanya, yang langsung di sambut dengan suara Marah mamanya.
"Kenapa meninggalkan Aurel sendiri?" cecar Renata bangkit dari sofa dan melangkahkan mendekati Erven.
"Ma, Jihan sed...,"
"Mama tidak mau mendengar alasan apapun, Erven, jika memang kamu tidak bisa menjaganya, seharusnya kamu bilang sama mama biar mama yang menjaga Aurel, bukan malah berjanji tidak akan meninggalkan Aurel di an berakhir kamu meninggalkannya sendiri," bentak Renata membuat Aurel yang sedang tertidur langsung membuka matanya karena merasa terganggu dengan suara yang masuk ke dalam pendengarannya.
"Kalau terjadi hal berbahaya lagi kepada Aurel bagaimana? "
Erven yang memang pikirannya sedang kacau di tambah mamanya yang terus memarahi dirinya tanpa mau mendengarkan penjelasan darinya menatap tajam mamanya.
"Mama dengerin dulu alasan kepana Erven pergi meninggalkan Aurel sendiri, mama bahkan tidak bertanya kenapa Erven keluar dini hari dan meninggalkan Aurel di sini sendiri, Jihan dalam bahaya ma, Jihan sedang mengalami pen...,"
"Kamu pikir mama peduli, hah? Mama hanya mempertanyakan kenapa kamu tidak menelpon mama untuk datang ke sini dan menjaga Aurel, kenapa kamu asal meninggalkannya bahkan di saat jam yang sangat rawan," teriak Renata memotong penjelasan Erven.
"Mama pikir Erven sempat berpikir ke sana di saat Jihan menangis karena perutnya sakit, Jihan pendarahan hebat ma, dia mengalami kehamilan di luar rahim dan baru saja selesai operasi, daripada mama marah-marah tidak jelas, lebih baik mama urus saja menantu kesayangan mama itu, lagi pula tidak terjadi apa-apa kan kepada Aurel saat Erven tinggal sendiri? "balas Erven menggebu-gebu.
" Itu memang konsekuensi dirimu sendiri Erven, kamu berani bermain di belakang dengan Jihan saja sudah menjadi kesalahan besar, ditambah kamu yang menghamilinya, kamu pikir selama ini mama dan papa tidak tahu dengan bagaimana sikapmu di belakang Aurel, hah? Kamu pikir permainanmu dengan Jihan tidak ada yang tahu? Mama bahkan tidak pernah mau ikut campur dalam masalah rumah tanggamu dan Aurel, tapi ini kelewatan, kamu sampai membuat Jihan hamil, bahkan membawanya pulang ke rumah untuk meminta izin kepada Aurel agar merestui kamu yang menikah dengan Jihan dengan embel-embel ingin menolongnya," Renata yang sudah berada di ambang kesabarannya, akhirnya mengeluarkan semua kebenaran yang selama ini ia dan suaminya ketahui.
Tubuh Erven membeku, ucapan mamanya langsung berdenging pada kedua telinganya, ia tidak menyangka jika selama ini mama dan papanya mengetahui perbuatan bususknya di belakang Aurel.
"Maksud ma...,"
"Benar kamu bermain di belakangmu, mas?" belum selesai Erven berbicara, suara Aurel lebih dulu membuat Erven diam.
Ia menoleh dan mendapati Aurel yang sudah bercucuran air mata, Erven hendak melangkah maju untuk mendekati istrinya itu, tapi Aurel lebih dulu mengintruksi agar Erven tetap diam di tempatnya menggunakan isyarat tangan.
"Jangan dekat-dekat denganku dulu mas! Jelaskan dulu maksud yang mama bilang tadi!" perintah Aurel dengan suara seraknya.
Erven panik, ia menoleh ke arah mamanya, "ma, mama jelasin sama Aurel kalau apa yang mama ucapin itu bohong, Erven enggak mungkin main di belakang Aurel ma," pinta Erven dengan wajah pucatnya.
"Mama dan papa punya buktinya jika kamu ingin melihat, Erven,"
Erven menggeleng, melihat Aurel yang menangis, Erven juga jadi ikut mengeluarkan air matanya, perlahan ia bergerak mendekati Aurel tapi lagi-lagi Aurel menahannya agar tidak mendekati dirinya.
"Jelasin dulu mas!" ujar Aurel yang menuntut penjelasan dari suaminya.
"Aurel, tolong, kamu percaya sama mas, kan?" lirih Erven putus asa.
"Jadi alasan kamu menikahi Jihan itu bukan karena ingin menolongnya? Tapi memang karena kamu mencintai Jihan dan dia hamil anak kamu? bilang sama aku mas?" teriak Aurel yang langsung kehilangan kendali.
"Aurel, kamu dengerin mas dulu ya!" bujuk Erven mendekati Aurel tidak peduli jika nanti Aurel memukulnya atau apapun, asalkan ia bisa menenangkan istrinya yang pasti sangat terkejut dengan ucapan dari bibir mamanya.
"Jelasin mas!" bentak Aurel mendorong kuat Erven yang hendak memeluknya.
"Aku kurang apa sampai kamu harus selingkuh, mas?" tanya Aurel sembari mengusap kasar air matanya.
Aurel tidak peduli darah yang keluar dari punggung tangannya karena jarum infus yang terlepas akibat dia yang banyak bergerak.
"Aurel, tangan jamu berdarah, mas panggil dokter dulu, ya!" bujuk Erven menatap tangan Aurel yang berlumuran darah, bahkan sampai mengotori selimut dan baju pasien yang Aurel pakai.
"Katakan kepadaku mas, aku kurang apa sampai kamu selingkuh?" tanya Aurel lagi yang kali ini suaranya sudah lebih tenang daripada sebelumnya.
Renata hanya menatap nanar menantunya, ingin memeluknya, tapi mungkin Aurel akan memberontak dan itu akan menyakiti tubuh Aurel sendiri yang sedang dalam masa pemulihan.
"Aurel, mas bisa jelasin! mas bi...,"
"Keluar!" perintah Aurel datar, air mata yang tadi mengalir deras kini tidak ada lagi yang keluar.
"Aurel, mas mohon, izinin mas jelasin dulu ya!" pinta Erven dengan nada yang sudah sangat putus asa.
"Keluar!" teriak Aurel menatap tajam Erven.
"Baik jika ini memang maumu, maafkan mas Aurel karena membuatmu kecewa untuk kesekian kalinya," lirih Erven berbalik dan melangkah keluar ruangan.
"Aurel, ma...,"
"Aurel sedang ingin sendiri ma, tinggalkan Aurel sendiri,"
bye bye aja lah