Di usia mudanya, Falya terpaksa menjadi tulang punggung keluarga. Padahal sebelumnya kehidupannya sangat sempurna. Tapi karena kesalahan fatal ayahnya, akhirnya ia dan keluarganya menanggung beban yang sangat berat.
Dan suatu hari,ia tak sengaja bertemu dengan sosok arwah penasaran yang justru mengikutinya ke mana pun dia pergi.
Siapakah sosok itu sebenarnya? Dan seberapa kuatnya seorang Falya menjalani kehidupannya???/
########
Untuk pembaca setia tulisan receh mak othor, mangga....di nikmati. Mohon jangan di bully. Mak othor masih banyak belajar soalnya. Kalo ngga ska, skip aja ya! Jangan di ksaih bintang satu hehehehe
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ibu ditca, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab.14
Boy sedang melobi para warga yang berada di belakang proyek perusahaan Hanan. Jika biasanya Rayan yang terjun langsung, mau tak mau kini ia yang menggantikannya. Ternyata apa yang Rayan lakukan tak semudah apa yang ia lihat. Perdebatan dan kesepakatan sulit sekali di ambil. Entah karena dirinya yang tak semumpuni Rayan atau warga yang memang sulit di taklukan.
" Pak, ada kabar penting dari kota!'' bisik orang kepercayaan Boy. Boy pun memilih menjeda rundingan alot dengan warga tersebut.
"Kabar apa?'' tanya Boy.
"Tuan Rayan meninggal dunia,pak!'' kataya. Boy terdiam beberapa saat.
"Kita langsung kembali ke kota!'' ajak Boy. Ia tak lagi mengurus warga yang rewel itu.
Mobil pun kembali ke hotel untuk mengambil beberapa barang mereka, barulah setelah itu rombongan Boy melesat menuju ke kota.
Sementara di sebuah rumah tahanan. Hendra yang notabene mantan pengusaha bengkel mobil dan motor, di minta membantu para napi untuk mempelajari mesin. Maksudnya agar setelah keluar dari penjara, mereka mempuna skill untuk bertahan hidup dan jangan sampai membuat kasus lagi berujung ke jeruji besi.
"Pak Hendra!'' salah seorang penjaga mengobrol dengan lelaki itu.
"Iya pak?''
"Selama hampir satu setengah tahun anda di sini, sepertinya tidak ada satupun keluarga yang menjenguk anda?'' tanya penjaga. Hendra tersenyum tipis.
"Anak-anak membenci saya, pak. Wajar kalau mereka tidak ingin menjenguk saya di sini'' jawab Hendra.
"Sepertinya saya tidak yakin pria sebaik anda tega menghabisi nyawa istri sendiri, bahkan memperkosa anak sendiri.'
Pak Hendra tersenyum tipis.
"Tapi faktanya memang saya sudah berbuat jahat pada mereka pak, bahkan mungkin hukuman dua puluh tahun di sini tak sebanding dengan kesakitan dan kekecewaan mereka.''
"Yang sabar ya pak Hendra!'' kata penjaga itu menepuk pelan bahu Hendra. Hendra melanjutkan pekerjaannya usai penjaga itu pergi.
.
.
.
"Suster Angel, bawa suster Falya pergi!'' titah dokter. Suster Angel pun mendekati Falya.
"Falya, ayo! Jangan membuat keluarga almarhum semakin sedih" bisik suster Angel dengan lembut.
"Ngga sus! Tadi...tadi aku baru ngobrol sama dia. Dia baik-baik aja kok. Bahkan dia minta tolong sama aku, buat bilang ke Papinya kalau dia normal. Dia bukan Gay!'' kata Falya.
Alin menghentikan tangisnya, sementara Hanan melebarkan matanya.
"Papi?'' bisik Alin serak.
"Mami tunggu di sini!'' pinta Hanan. Hanan mendekati Falya yang masih berusaha di bujuk oleh suster Angel.
Hanan meminta Angel untuk mundur hingga Hanan lah yang dekat dengan Falya dan raga Rayan.
"Apa maksud ucapan mu tadi suster Falya?'' tanya Hanan. Di satu sisi ia sangat sedih di tinggal wafat sang putra. Di lain sisi, ia pun penasaran dengan ucapan suster yang menjaga Rayan selama ini meski belum selama suster angel dan suster Rita.
Falya menatap Hanan beberapa saat namun ia merasakan sebuah gerakan di tangannya saat menggenggam tangan Rayan. Gadis itu buru-buru menoleh ke wajah Rayan dan tangannya bergantian.
"Dokter...pasien belum meninggal dok!'' kata Falya menghapus air matanya. Benar saja, tiba-tiba saja Rayan terbatuk dan ngos-ngosan seperti orang yang baru saja lari marathon.
Falya memilih mundur dan mempersilahkan tenaga medis untuk memeriksa kondisi Rayan.
Hanan ternganga tak percaya dan langsung mememeluk istrinya yang menangis. Keduanya sedih,bahagia dan takjub menjadi satu.
Falya tersenyum di sela isaknya.
"Makasih bang, kamu udah kembali! Makasih! Walau pun mungkin setelah ini kamu mungkin tak lagi mengingatku! Yang penting kamu sudah kembali!" bisik Falya dalam hati.
Berbagai alat kembali di pasang ke tubuh Rayan agar nafas dan jantungnya kembali stabil. Mungkin kejadian seperti ini hanya sekian dari ribuan kasus. Dan Rayan yang beruntung salah satunya.
"Rayan selamat ,Pi!'' bisik Alin. Hanan hanya menanggapinya dengan anggukan. Setelah kondisi Rayan stabil, dokter pun keluar meninggalkan orang tua Rayan dan dua suster yang merawatnya.
"Mami mau di sini aja,Pi!'' kata Alin dan duduk di bangku yang biasa ia duduki. Hanan tak mungkin melarangnya, apalagi Alin sempat shock karena Rayan yang sempat di nyatakan meninggal.
"Suster Falya, saya ingin bicara! Berdua!'' kata Hanan tegas. Suster Angel menganggukkan kepalanya saat Falya menoleh padanya. Falya pun mengikuti Hanan keluar dari ruangan Rayan.
Hanan berdiri sedikit menjauh dari pintu ruangan Rayan.
"Suster Falya!'' panggil Hanan dengan pelan namun memiliki aura mencekam di telinga Falya.
"Saya tuan!''sahut Falya.
"Apa maksud ucapan mu tadi sebelum Rayan kembali normal?'' tanya Hanan melipat tangan ke dada.
Falya menarik nafas dalam-dalam beberapa saat untuk mengatakan pesan Zidan alias Rayan.
"Mungkin ini terdengar mustahil tuan. Dan mungkin saja anda tidak akan bisa percaya dengan apa yang saya katakan tuan'' kata Falya menunduk.
"Kamu saja belum bicara, bagaimana kamu menyimpulkan saya percaya atau tidak?'' tanya Hanan balik.
Akhirnya Falya pun mengatakan awal ia berkenalan dengan sosok Zidan yang ternyata Rayan sebelum pindah tugas di ruangan Rayan. Sampai akhirnya mereka berteman dan Zidan meminta tolong padanya agar menyampaikan kepada orang tuanya soal kasus dan kejadian yang menimpa dirinya.
Hanan mendengarkan dengan cermat tanpa ada keinginan untuk memotong ucapan Falya.
Falya mengatakan jika Zidan alias Rayan itu melihat video yang papinya putar di ruang kerjanya juga catatan kesehatannya. Tak lupa juga soal dirinya tak keberatan Arvino yang menikah dengan Jes.
Awalnya mungkin cerita Falya cukup meragukan, tapi setiap detil nya tak satupun yang terlewat.
"Jadi...istilahnya...dia mati suri?'' tanya Hanan.
"Saya kurang tahu tuan. Saya juga tidak akan memaksa anda untuk mempercayai ucapan saya jika memang menurut anda saya bohong dan tidak bisa di percaya.''
Hanan menatap gadis cantik yang sudah melepaskan maskernya itu.
"Apa dia menyebut nama seseorang yang menurutnya pantas di curigai?''
Falya menggeleng pelan.
"Tidak tuan. Tapi...apa anda percaya ucapan saya?'' tanya Falya.
"Mungkin tidak sepenuhnya percaya. Karena...siapa tahu sebelumnya kalian pernah saling mengenal.''
Falya menarik nafas dalam-dalam. Tentu tak mudah membuat orang lain percaya dengan apa yang ia katakan dan sedikit tak masuk akal.
"Sekarang tugas kamu kan? Biarkan suster Angel pulang. Saya hanya ingin anak saya selalu dalam keadaan aman!'' kata Hanan dengan suara mengintimidasi khas para 'beruang'. Falya mengangguk pelan.
"Silahkan ke ruangan Rayan! tapi jangan katakan apa pun jika istr kuk bertanya!''pinta Hanan.
"Baik tuan!'' kata Falya. Gadis itu pun kembali ke ruangan Rayan. Suster Angel dan Alin menoleh ke arah pintu di mana Falya kembali memasuki ruangan itu.
Alin menatap nanar gadis cantik itu dari ujung kepala hingga ujung kaki.
"Suster Angel bisa istirahat, waktunya pulang kan?'' tanya Alin.
"Iya nyonya.''
Suster Angel pun menepuk pelan lengan Falya seolah sedang memberikan peringatan kecil untuknya.
"Maksud kamu bicara seperti itu apa ya?'' tanya Alin yang menggenggam erat tangan putranya. Ia sudah di wanti-wanti oleh Hanan untuk tak mengatakan apa pun pada Alin, jadi ia memilih untuk mengatakan hal lain meskipun tak bermaksud untuk berbohong.
"Kamu tidak menjawab pertanyaan saya! Apa maksud ucapan kamu soal Rayan normal?'' tanya Alin dengan tatapan curiga.
"Maaf nyonya, mungkin tadi saya terlalu kalut karena keadaan jadi bicara saya ngelantur'' kata Falya menunduk tak berani menatap mata Alin. Alin mencoba melihat kejujuran di wajah Falya lalu setelah itu ia pun menghela nafas.
"Kamu tertarik pada putra ku?'' tanya Alin tanpa menatap Falya. Spontan Falya mendongakkan kepalanya.
"Maksud nyonya?'' tanya Falya.
"Apa karena kamu sering memandikan Rayan dan...tahu seluruh tubuhnya makanya kamu...mengatakan hal yang mengarah ke....''
Uhuk-uhuk-uhuk
Tiba-tiba saja Falya terbatuk. Ia teringat seperti apa 'milik' Rayan. Tapi ia sama sekali tak berpikir seperti yang Alin maksud tanpa di jelaskan.
Alin tersenyum tipis. Wajah Falya yang memerah cukup membuatnya paham jika [erawat khusus putranya itu masih sangat lugu.
Hanan mengajak Alin untuk pulang meski Alin sedikit keberatan. Tapi Hanan sudah berpesan agar Falya tak meninggalkan Rayan sebelum ada yang menggantikan berjaga.
************
Terimakasih