Tanggal pernikahan sudah ditentukan, namun naas, Narendra menyaksikan calon istrinya meninggal terbunuh oleh seseorang.
Tepat disampingnya duduk seorang gadis bernama Naqeela, karena merasa gadis itu yang sudah menyebabkan calon istrinya meninggal, Narendra memberikan hukuman yang tidak seharusnya Naqeela terima.
"Jeruji besi tidak akan menjadi tempat hukumanmu, tapi hukuman yang akan kamu terima adalah MENIKAH DENGANKU!" Narendra Alexander.
"Kita akhiri hubungan ini!" Naqeela Aurora
Dengan terpaksa Naqeela harus mengakhiri hubungannya dengan sang kekasih demi melindungi keluarganya.
Sayangnya pernikahan mereka tidak bertahan lama, Narendra harus menjadi duda akibat suatu kejadian bahkan sampai mengganti nama depannya.
Kejadian apa yang bisa membuat Narendra mengganti nama? Apa penyebab Narendra menjadi duda?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Arion Alfattah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 29 - Kenalin, aku masa depanmu
"Setiap balkon kamar hotel langsung tertuju ke pantai, kalian bisa menikmati keindahan pantainya di siang ataupun dimalam hari lewat balkon. Di lantai paling atas juga sudah tersedia restoran menyesuaikan berbagai macam makanan Nusantara."
Sebelum penyewa kamar masuk menghuni kamar masing-masing, lebih dulu Vaughan menjelaskan detail tentang tempatnya. Mulai dari kamar, tempat-tempat yang bisa dikunjungi, makanan, hingga fasilitas yang bisa di gunakan oleh pengunjung.
"Kalian juga bisa meminta saya ataupun yang lain menjadi pemandu wisata di daerah sini, saya jamin kalian tidak akan kecewa dan apabila ada yang kurang dengan pelayanannya kalian bisa langsung mendatangi ruang kerja manager hotel di lantai dasar."
Disaat Vaughan menjelaskan, mata Aqeela tak bisa berpaling darinya, tersenyum mesem melihat cara kerja laki-laki itu yang bisa membuatnya makin terpana.
"Udah ganteng, pinter, pekerja keras, semuanya di borong," celetuk Aqeela.
Narendra yang sudah berubah nama menjadi Vaughan menunduk, memijat pelipisnya sedikit pusing terus kena gombalan.
"Aqeela," tegur Mario tapi hanya di lirik saja oleh Aqeela.
"Bang, kok nunduk? Masa depannya di depan loh, gue."
"Qeel, please, kondisikan diri lo." Alvaro menggeram.
"Issh, nyebelin lo Kak. Bang mendingan sekarang lo ajak gue jalan-jalan saja, yuk. Gue males kena omel mereka mulu." Tangannya meraih tangan Vaughan tanpa sungkan.
"Bang Mario gue jalan-jalan dulu, adek lo aman bersama pemandu tampan ini," sambungnya sambil berlari menarik tangan laki-laki yang baru ia kenal.
"Gue titip adek gue, ya."
"Kok lo biarin sih? Lo jangan asal percaya sama orang harusnya, dia itu cowok, gue tahu akal bulus cowok, suka modus."
"Kenapa jadi lo yang sewot, Al? Selagi Aqeela bahagia gue akan dukung dia termasuk mengenal laki-laki itu." Tak ingin terus berdebat, Mario duluan ke kamar hotelnya.
"Mereka kenapa sih? Justru karena gue sayang sama Aqeela jadi gue ingin memastikan siapa yang dekat dengannya." Padahal hati kecilnya mulai menyadari ada perasaan yang berbeda ketika Aqeela terang-terangan menggoda laki-laki. Hal yang tidak pernah Al lihat sebelumnya dan ia tidak suka itu.
"Kamu yang kenapa, Kak? Aku perhatikan sikap kamu terhadap Aqeela berbeda, kamu kelihatan cemburu."
"Hah! Aku cemburu sama Aqeela, hahaha gak mungkinlah sayang, aku cuman gak mau Aqeela dapat laki-laki yang salah." Sebenarnya ia terhenyak atas penuturan Zira, benarkah dia cemburu? Namun ia berusaha menyangkalnya.
Zirw tak percaya, ia menatap kesal.
"Kamu jangan marah dong, aku cuman suka sama kamu, Zira. Mendingan sekarang kita istirahat saja dulu, kamu pasti capek, aku anter ke kamar kamu ya."
Jemari tangan Zira diraihnya, menggandeng tangan itu secara lembut tentu demi meyakinkan sang kekasih kalau dia hanya suka sama Zira.
'Gue cinta Zira, bukan Aqeela, ya gue cintanya sama Zira. Aqeela sudah gue anggap adik sendiri.'
Alvaro terus meyakinkan hatinya bahwa dia hanya menganggap Aqeela adik, tidak lebih, tapi melihat interaksi Aqeela dan laki-laki itu membuatnya meradang.
'Sial, kenapa gue makin gak tenang Aqeela sama cowok lain? Gak, gue gak bisa gini, gue harus memastikan lagi perasaan gue.'
*********
"Sudah jauh dari lobi hotel, boleh lepaskan tangan saya sekarang juga?" kata Vaughan memberhentikan langkahnya, mengangkat tangannya yang dipegang Aqeela supaya gadis itu sadar.
"Aduh sayangnya gue nyaman." Tanpa rasa bersalah Aqeela malah makin menggenggam jemari tangan besar itu. Rasanya begitu nyaman dan merasa aman, aneh bukan? Rasanya seperti sudah kenal lama.
"Urusan saya disini untuk bekerja dan saya tidak punya banyak waktu mengurusi bocah sedeng kayak kamu, lepas!" nadanya naik satu oktaf, berkata tegas dengan tatapan mata tajam.
Aqeela memberengut, melepaskan tangannya. "Iya, iya, nih gue lepasin, tapi ajak gue keliling dong, gue mendadak males ketemu Kak Al dan Zira, bikin hati gue sakit." Wajahnya menunduk murung, bohong jika dia tidak cemburu, bohong jika dia tidak merasa sakit hati mendengar perkataan Alvaro dan melihat kemesraan mereka. Itulah sebabnya ia berusaha ceria dengan caranya untuk menyembunyikan perasaannya sendiri.
Dahi Vaughan mengernyit, memastikan sesuatu dari raut wajah Aqeela. "Saya tebak, kamu suka sama laki-laki itu tapi dia malah suka sama sahabat kamu, begitu?"
Kepala Aqeela mengangguk lesu, bola matanya berkaca-kaca kemudian mendongak menatap Vaughan.
"Kelihatan ya?"
"Banget."
Gadis itu menghela nafas berat. "Ternyata gak gampang lupain orang yang kita sukai, apalagi mereka orang-orang yang dekat dengan kita, pasti tiap hari ketemu. Kalau gini ceritanya susah move on dong."
"Hmmm."
"Mungkin lo punya teman cowo jomblo." Seketika Aqeela kembali bersikap ceria dengan mata berbinar memikirkan sesuatu.
"Ngapain lagi? Jangan bilang mau kamu jadikan bahan percobaan?" tebak Vaughan memicingkan mata curiga.
"Tepat. Gue mau jadikan dia percobaan supaya gue bisa cepat move on, tapi kalau gak ada lo juga boleh lah. Hmmm tampang lo ok, ganteng, postur tubuh lo juga keren, penampilan cakep kelihatan seperti CEO walaupun cuman pemandu sih, tapi gak masalah. Gimana kalau lo aja yang jadi bahan percobaan buat gue?"
Dengen enteng tanpa beban gadis itu memperhatikan penampilan Vaughan, lebih gilanya lagi malah mengajaknya jadi percobaan.
Tuk.
Kening Aqeela di sentil, heran sama pemikiran gadis kecil didepannya ini. "Pikiran kamu terlalu gila, pantas saja sedeng, kamu emang sedeng, setengah gila. Bocah sedeng."
"Ishh, gue serius ihhh. Mau ya bantuin gue, cuman didepan dia doang kok, nanti gue bayar deh. Tinggal sebutin berapa harga yang lo minta, 1 juta, 2 juta, 3 juta sehari juga boleh asal lo mau bantu gue jadi pacar pura-pura gue di depan Kak Al dan Zira, mau ya?" Kedua tangan Aqeela mengatup memohon dengan gestur mata puppy eyes.
'Sial, kenapa bocah sedeng ini menggemaskan sih.'
Hati Vaughan menggeram, ia tak bisa melihat mata Aqeela seperti itu, rasanya ingin ... ah susah dijelaskan saking lucunya.
"Jadi ceritanya kamu nawarin saya agar saya bantu kamu disaat mereka bermesraan depan kamu?"
Aqeela mengangguk.
"Jadi saya harus menunjukkan kalau saya suka kamu?"
Aqeela kembali mengangguk.
"Jadi saya harus menjadi pacar pura-pura kamu?"
Dan Aqeela kembali mengangguk.
"Kalau gitu mulai hari ini kita pacaran sungguhan. Saya pacar kamu dan kamu pacar saya, ok."
Dan dengan semangat Aqeela mengangguk tersenyum, namun seketika dia langsung terdiam mencerna ucapan Vaughan.
Pria itu mengulum senyumnya, ia malah sengaja ingin melihat reaksi Aqeela. Terlalu semangat mengerjai bocah depannya.
'Sepertinya seru mengerjai bocah satu ini, dia terlalu polos atau bodoh sih?'
"Eh tunggu, gimana, gimana? Lo bilang mulai hari ini kita pacaran? Lo gue pacaran?" tanya Aqeela memastikan lagi.
"Iya, itu syarat utama kalau kamu mau jadikan saya bahan percobaan."
Tiba-tiba Aqeela mengulurkan tangannya, mata Vaughan melihat tangan Aqeela kemudian beralih menatap mata Aqeela.
"Apa ini?"
"Jabat tangan."
Lalu Vaughan membalas uluran tangan Aqeela. "Untuk?"
"Deal, gue mau jadi pacar lo. Kenalin, Aqeela Nabila Shaki, aku masa depanmu."
'Bocah sedeng.'