Yun Sia, gadis yatim piatu di kota modern, hidup mandiri sebagai juru masak sekaligus penyanyi di sebuah kafe. Hidupnya keras, tapi ia selalu ceria, ceplas-ceplos, dan sedikit barbar. Namun suatu malam, kehidupannya berakhir konyol: ia terpeleset oleh kulit pisang di belakang dapur.
Alih-alih menuju akhirat, ia justru terbangun di dunia fantasi kuno—di tubuh seorang gadis muda yang bernama Yun Sia juga. Gadis itu adalah putri kedua Kekaisaran Long yang dibuang sejak bayi dan dianggap telah meninggal. Identitas agung itu tidak ia ketahui; ia hanya merasa dirinya rakyat biasa yang hidup sebatang kara.
Dalam perjalanan mencari makan, Yun Sia tanpa sengaja menolong seorang pemuda yang ternyata adalah Kaisar Muda dari Kekaisaran Wang, terkenal dingin, tak berperasaan, dan membenci sentuhan. Namun sikap barbar, jujur, dan polos Yun Sia justru membuat sang Kaisar jatuh cinta dan bertekad mengejar gadis yang bahkan tidak tahu siapa dirinya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon inda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 14
Hujan turun tipis di atas atap istana Lang, seolah langit ikut menahan napas atas kebenaran besar yang sebentar lagi terungkap.
Di ruang interogasi rahasia istana, suasana tegang menekan udara. Obor yang menyala di dinding memantulkan bayangan tajam, dan di tengah ruangan seorang perempuan tua gemetar hebat dengan tangan terikat di depan.
Pelayan tua itu… satu-satunya saksi hidup dari malam ketika Putri Lang hilang.
Pintu besar terbuka.
Kaisar Lang dan Permaisuri Lang masuk.
Para penjaga langsung berlutut.
Pelayan tua itu bergetar semakin kuat saat melihat dua sosok itu pemilik hati yang hancur puluhan tahun lalu akibat perbuatannya dan majikannya.
Kaisar Lang melangkah mendekat. “Angkat wajahmu.”
Wanita tua itu mengangkat kepala, dan air mata mengalir tanpa bisa ia tahan.
“Ampun… Yang Mulia… ampuni saya…”
Permaisuri Lang duduk dengan tubuh lemah namun mata dipenuhi keteguhan. “Katakan semuanya… dari awal.”
Pelayan tua itu hampir tak mampu berbicara. Namun ia harus melakukannya. Demi menebus dosa puluhan tahun.
“Saya… dulu pelayan di pavilion Lady Shin… selir yang iri pada Permaisuri karena tidak bisa hamil…”
Permaisuri menggenggam tangan Kaisar, tubuhnya bergetar.
“Pada malam putri anda lahir… Lady Shin masuk ke kamar bersalin. Ia melihat bayi perempuan itu… dan ia… ia…”
Pelayan itu menunduk, menangis.
“Ia memerintahkan saya… membunuh bayi itu.”
Ruangan mendadak membeku.
Penjaga-penjaga menundukkan kepala dalam ketakutan.
Kaisar Lang berdiri kaku, wajahnya memucat karena amarah.
Permaisuri menutup mulut dengan tangan, air mata turun deras.
“B-bunuh…? Putriku…?”
Pelayan tua kembali menunduk. “Saya tidak sanggup, Yang Mulia… saya tidak sanggup membunuh bayi secantik itu… Saya melarikan diri membawa bayi tersebut…”
Kaisar menggeram pelan, suaranya dalam dan menekan. “Lalu kau buang dia.”
Pelayan tua itu tersungkur sujud. “Maafkan saya… saya panik… saya takut dikejar… saya meletakkan bayi itu… di bawah pohon besar hutan perbatasan… lalu saya pergi…”
Permaisuri jatuh terduduk, dadanya sesak, wajahnya tertutup tangan.
“Anakku… anakku berada di hutan… saat malam badai itu…”
Kaisar Lang menatap pelayan itu dengan dingin tajam yang belum pernah muncul sebelumnya.
“Kau sadar apa yang sudah kau lakukan?”
“S-saya… saya menyesal seumur hidup, Yang Mulia…”
“Saya tahu saya pantas mati…”
“Tapi sebelum saya mati… saya ingin mengakui semuanya… saya ingin kalian tahu bahwa Putri kalian… MASIH HIDUP saat saya meninggalkannya…”
Kaisar Lang tidak menjawab. Rahangnya mengeras.
Permaisuri bersandar pada Kaisar, menahan tangis tak berujung.
“Bawa dia,” perintah Kaisar lirih namun tegas.
Penjaga menarik pelayan itu keluar.
Permaisuri Lang duduk di tempat tidurnya, memegang selendang kecil berwarna puti selendang yang dulu diberikan pada putrinya saat lahir.
“Aku… aku tidak bisa membayangkan dia sendirian di luar sana… tanpa ibu… tanpa ayah…”
Kaisar Lang memeluk istrinya erat-erat, untuk pertama kalinya dalam bertahun-tahun ia membiarkan air mata turun di pipinya.
“Kita akan menemukannya,” bisiknya. “Meskipun seluruh dunia harus kita balik.”
Permaisuri menggigit bibir. “Aoa dia akan mau mengakui kita?”
Kaisar Lang menutup mata.
Sakit.
Tapi ia menjawab dengan lembut, penuh keyakinan.
“Entah ia mau mengakui atau tidak… ia tetap darah daging kita.”
Permaisuri menggenggam tangan Kaisar kuat-kuat.“Aku ingin dia pulang… Aku ingin memeluknya… walaupun ia membenciku… walaupun ia tidak mengenaliku…”
“Dia tidak akan membencimu,” balas Kaisar tegas.
Di ruang rapat tertutup, para komandan, jenderal, dan pasukan bayangan kekaisaran berkumpul.
Peta besar hutan perbatasan dibentangkan.
Kaisar Lang berdiri tegap di depan semua orang, aura dinginnya memotong udara.
“Mulai hari ini… pencarian Putri dimulai kembali.”
Semua kepala tertunduk.
“Saya akan memilihkan pasukan sendiri,” lanjutnya. “Cari setiap hutan, kota kecil, desa terpencil… dan keempat kerajaan tetangga.”
Seorang komandan senior memberanikan diri bertanya.
“Yang Mulia… apakah kita punya petunjuk wujud Putri sekarang?”
Kaisar mengangguk pelan. “Putri kami lahir dengan tanda lahir merah berbentuk tetesan air di pergelangan tangan kiri.”
Semua orang mengangguk serius.
Kaisar Lang menambahkan, suaranya berubah lebih tajam.
“Dan temukan Lady Shin. Dia pasti tahu lebih banyak.”
Perintah itu membuat semua pasukan menegakkan tubuh.
“Siap, Yang Mulia!”
Pasukan bayangan langsung bergerak malam itu juga.
Cahaya obor menari di seluruh gerbang istana.
Pencarian besar-besaran dimulai.
...****************...
Sementara itu… di Kekaisaran Tian
Di istana Tian, Yun Sia duduk manis di ruang tamu khusus yang baru disiapkan untuknya dekat kamar A-yang sambil memakan anggur dengan gaya imut yang membuat dua pelayan gemetar menahan tawa.
“Ini istana… kenapa makan buah harus dipotong rapi begini, ya?” gumamnya.
A-yang baru saja selesai rapat kecil dengan menteri senior. Ia berjalan masuk, melihat Yun Sia sedang memutar anggur di piring porselen seperti sedang bermain.
“Kamu melakukan apa?” tanya A-yang sambil memijit pelipis.
“Coba tebak mana anggur yang paling manis.” tanya Yun Sia
A-yang mendekat, menatapnya beberapa detik, lalu menjawab dingin “Kamu.”
Yun Sia langsung tersedak anggurnya.
Pelayan: (mati berdiri)
A-yang memerah sampai telinganya, tapi pura-pura tenang. “Kenapa? Benar kan?”
Yun Sia menutupi wajah. “Ayang… jangan bilang begitu depan orang…”
A-yang: “Aku bicara jujur.”
Pelayan di belakang hampir pingsan.
Yun Sia menunduk, pipinya memerah. “Ayang… kamu aneh…”
A-yang menatapnya, mengusap kepala Yun Sia lembut. “Bukan. Aku hanya menyukai kamu.”
Deg.
Hati Yun Sia berdebar keras.
Ia hanya bisa menatap lantai.
A-yang tersenyum kecil.
Kalau saja A-yang tahu… Pasukan dari Kekaisaran Lang sedang bergerak ke arah Wang
tanpa seorang pun sadar bahwa gadis polos yang dipanggil “Ayang” itu…
Adalah putri kerajaan hilang yang seluruh negeri cari.
Di saat yang sama, di perbatasan Lang Wang
Pemimpin pasukan bayangan Lang berlutut di depan komandan.
“Laporan. Kami menemukan desa kecil dekat hutan tempat bayi dibuang dulu.”
“Petunjuk apa pun?”
“Kami mendengar rumor… beberapa tahun lalu ada seorang pemburu yang menemukan bayi perempuan di hutan dan menitipkannya pada keluarga kecil di desa sebelah.”
Komandan Lang menegang. “Nama bayi itu?”
“Tidak jelas… tapi mereka memanggilnya Sia.”
Angin dingin berhembus.
Malam menegang.
“Cari lebih lanjut. Segera!”
Pasukan bertebaran.
Dan satu langkah lagi…
Mereka akan menemukan nama lengkap itu.
Yun Sia.
Bersambung