NovelToon NovelToon
Embun Di Balik Kain Sutra

Embun Di Balik Kain Sutra

Status: sedang berlangsung
Genre:Fantasi Timur / Cinta Terlarang / Romansa pedesaan
Popularitas:563
Nilai: 5
Nama Author: S. N. Aida

Di Desa Awan Jingga—desa terpencil yang menyimpan legenda tentang “Pengikat Takdir”—tinggal seorang gadis penenun bernama Mei Lan. Ia dikenal lembut, tapi menyimpan luka masa lalu dan tekanan adat untuk segera menikah.

Suatu hari, desa kedatangan pria asing bernama Rho Jian, mantan pengawal istana yang melarikan diri dari kehidupan lamanya. Jian tinggal di rumah bekas gudang padi di dekat hutan bambu—tempat orang-orang jarang berani mendekat.

Sejak pertemuan pertama yang tidak disengaja di sungai berembun, Mei Lan dan Jian terhubung oleh rasa sunyi yang sama.
Namun kedekatan mereka dianggap tabu—terlebih karena Jian menyimpan rahasia gelap: ia membawa tanda “Pengkhianat Istana”.

Hubungan mereka berkembang dari saling menjaga… hingga saling mendambakan.
Tetapi ketika desa diguncang serangkaian kejadian misterius, masa lalu Jian kembali menghantui, dan Mei Lan harus memilih: mengikuti adat atau mengikuti hatinya yang berdegup untuk pria terlarang.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon S. N. Aida, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 18 — Keinginan yang Tidak Bisa Disembunyikan

​Malam telah larut. Di ruangan sempit di atas gudang rempah-rempah, udara terasa panas dan pengap, bukan karena suhu, melainkan karena ketegangan yang menyesakkan. Setelah pelukan putus asa di atap dan keputusan bulat untuk melarikan diri, kini mereka hanya bisa menunggu. Jian telah menentukan waktu pelarian mereka: saat pergantian shift jaga Nyonya Liu, biasanya terjadi tepat sebelum fajar, ketika kelelahan dan kehati-hatian berada di titik terendah.

​Mereka duduk berdekatan, tetapi tidak bersentuhan, di atas tikar jerami. Pakaian mereka yang gelap sudah siap, tas kecil berisi Kain Harapan yang kini menjadi umpan berharga Nyonya Liu, dan dokumen militer rahasia yang tersembunyi dengan aman di balik kain perban Jian.

​Mei Lan duduk tegak, mencoba memproses segala sesuatu: kegagalan kontraknya, ancaman Nyonya Liu terhadap keluarganya, dan kenyataan bahwa ia sedang duduk di samping Jenderal Kekaisaran yang dihukum mati, siap melarikan diri bersamanya ke tempat yang tidak mereka ketahui.

​Namun, di atas semua ketakutan itu, hanya ada satu hal yang kini mendominasi kesadarannya: keinginan.

​Sejak Jian memeluknya erat di atap, semua tembok pertahanan yang ia bangun telah runtuh, meninggalkan keduanya telanjang secara emosional. Ia tidak lagi melihat Jian sebagai penjaganya yang dingin, tetapi sebagai pria yang terluka—pria yang mencintainya tetapi takut akan masa lalunya.

​Jian bergerak. Ia merangkak pelan ke tepi jendela, mengamati gang di bawah. Pergerakan Jian yang tenang dan terkontrol kini terasa seperti bahasa tersendiri bagi Mei Lan. Ia mengamati lekuk tubuh Jian yang kuat di bawah pakaian yang gelap, bahu yang lebar, dan bekas luka yang baru saja ia sentuh.

​Dia tidak tidur. Mei Lan tahu itu. Jian adalah Bayangan Singa; dia tidak tidur saat bahaya mengintai. Tetapi ia juga tahu Jian tidak bisa tidur karena alasan lain: karena ia ada di sana, begitu dekat.

​Mei Lan memejamkan mata. Udara di ruangan itu dipenuhi aroma tembakau murah dari lantai bawah, rempah-rempah yang tajam, dan... aroma Jian. Aroma kulit, keringat, dan balsem herbal—aroma yang telah ia kenal sejak malam hujan di gubuk.

​Pikirannya melayang, menenun fantasi yang halus, seperti benang sutra yang ia buat.

​Imajinasi Halus Mei Lan:

​Ia membayangkan kembali malam di gubuk itu, tetapi kali ini, hujan tidak berhenti. Dinginnya menyerang hingga ke tulang. Jian melepas jubahnya, bukan untuk ia kenakan, tetapi untuk berbagi. Ia membayangkan mereka duduk saling berhadapan, tubuh mereka bersentuhan, saling berbagi kehangatan di tengah badai.

​Jian akan meletakkan tangannya di rambutnya, menyingkirkan tetesan air hujan. Ia akan merasakan sentuhan lembut, bukan sentuhan prajurit, melainkan sentuhan seorang kekasih. Ia membayangkan jari-jari Jian yang kasar dan kuat menyentuh pipinya, mengeringkan air mata ketakutan, bukan karena ancaman luar, tetapi karena keintiman yang tiba-tiba itu.

​Sentuhan lembut yang ia inginkan.

​Mei Lan membayangkan ia memberanikan diri. Ia akan mengangkat tangannya, tidak lagi takut pada luka Jian, dan ia akan menyentuh dada Jian, tepat di atas jantungnya yang berdetak kencang. Ia ingin merasakan detaknya, ingin membuktikan bahwa di balik benteng Jenderal yang kejam, ada hati yang rapuh dan mencintai. Ia ingin merasakan bagaimana rasanya dicintai oleh pria sekuat dan sesakit Jian.

​Ia membayangkan Jian akan menyerah, melepaskan kendali dirinya yang kejam. Ia akan menundukkan kepalanya, dan kali ini, bibir mereka akan bertemu, bukan karena tergesa-gesa, tetapi dalam pengakuan yang lambat, mendalam, dan tak terhindarkan. Ciuman yang akan menyembuhkan luka lama Jian dan memberikan kepastian padanya.

​Pikirannya kini kembali ke kenyataan. Ia merasakan kehangatan yang perlahan menyebar di tubuhnya. Itu adalah imajinasi yang terlalu nyata, terlalu kuat. Ia membuka matanya dan melihat Jian, yang masih menatap keluar jendela, tetapi punggungnya kini terlihat tegang.

​Jian tahu Mei Lan sudah bangun. Ia merasakan tatapannya, merasakan kehangatan yang dipancarkan tubuhnya hanya beberapa kaki di belakangnya. Ia memaksa dirinya untuk fokus pada kegelapan di luar, mencari sinyal bahaya, mencari pergerakan Tuan Yu.

​Tuhan tolong aku. Aku harus tetap fokus.

​Setelah pelukan di atap, setiap serat dalam dirinya berteriak untuk berbalik, untuk mengambil Mei Lan, dan memeluknya sampai fajar. Ia ingin menghabiskan sisa malam yang mungkin menjadi malam terakhir mereka dengan Mei Lan di pelukannya, untuk merasakan kedamaian yang tidak pernah ia rasakan sejak ia menjadi Bayangan Singa.

​Tapi ia adalah Jenderal. Ia adalah Bayangan Singa. Ia adalah pria yang membawa bencana.

​Aku tidak akan merusak kesuciannya.

​Jian mengingat malam di gubuk. Ia telah menanggalkan jubahnya untuk menghangatkan gadis itu. Itu adalah tindakan murni seorang pelindung. Tetapi malam ini, ia tahu, tindakan itu akan menjadi sesuatu yang lain. Itu akan menjadi kepemilikan. Dan bagaimana ia bisa menuntut kepemilikan atas seorang gadis yang ia bawa ke dalam kehancuran?

​Jika ia mengambilnya malam ini, ia akan merusak kehormatannya di mata dunia. Jika mereka tertangkap, Mei Lan tidak hanya akan mati, tetapi ia akan mati sebagai wanita yang ternoda. Jian tidak bisa menanggung beban itu. Mei Lan harus memiliki kesempatan untuk memulai hidup baru setelah ia… pergi.

​Jian tahu, rasa sakit yang ia timbulkan dengan menahan diri ini jauh lebih kecil daripada rasa sakit yang akan ia timbulkan jika ia menyerah pada hasratnya.

​Ia menutup matanya, mengambil napas dalam-dalam, mencoba menarik kembali ketenangan prajuritnya. Ia merasakan benang yang terjalin erat di sekeliling dadanya—benang cinta yang tak terucapkan, benang yang dibuat oleh Mei Lan.

​Ia berbalik perlahan, memaksakan dirinya untuk memandang Mei Lan. Matanya bertemu dengan mata Mei Lan. Mata gadis itu lebar, dipenuhi kerinduan yang jujur, tidak ada rasa malu, hanya cinta.

​Keheningan itu berteriak dengan semua yang mereka hindari.

​“Tidur, Gadis Manis,” kata Jian, suaranya parau, hampir seperti permohonan. “Kita akan bergerak dalam dua jam. Kau harus kuat.”

​“Saya tidak bisa tidur,” balas Mei Lan, suaranya lembut. “Saya hanya memikirkan…”

​Mei Lan tidak melanjutkan. Ia tidak perlu. Jian tahu.

​Jian merangkak ke sisinya, melanggar jarak yang ia tetapkan. Ia duduk sangat dekat, tetapi mereka tidak bersentuhan.

​“Aku tahu,” bisik Jian. Ia mengulurkan tangannya, dan alih-alih menyentuh Mei Lan, ia menyentuh tas kecil berisi Kain Harapan. “Kau menenun ini dengan kekuatanmu. Kau harus menyimpan kekuatan itu. Kita akan membutuhkannya malam ini.”

​Ia menarik tangannya. Ia ingin mencium Mei Lan, mencium setiap jejak air mata dan ketakutan di wajahnya. Ia ingin memeluknya dan tidak melepaskannya. Tetapi ia menahan diri, membiarkan hasrat itu membakar dirinya dari dalam, sebagai hukuman terakhirnya.

​Mereka duduk dalam keheningan yang tersiksa, tubuh mereka hanya berjarak beberapa inci. Keinginan itu tidak bisa disembunyikan. Kehadiran mereka di ruangan kecil yang gelap itu adalah pengakuan total atas cinta mereka, tetapi juga pengakuan atas batas yang tidak boleh dilanggar.

​Tiba-tiba, Jian menoleh. Telinganya yang terlatih menangkap suara di luar. Itu adalah sinyal yang telah mereka tunggu. Suara burung hantu palsu yang merupakan kode dari Nyonya Liu, menandakan bahwa penjaga sedang berganti shift, dan ada celah singkat untuk melarikan diri.

​Jian segera berdiri. Semua hasrat, semua kerinduan, langsung terkunci di belakang tembok baja. Ia kembali menjadi Bayangan Singa.

​“Waktunya,” desis Jian, suaranya kembali dingin dan tajam.

​Mei Lan segera bangkit. Semua keinginan yang membakar dirinya kini menyatu menjadi tekad yang dingin. Ia meraih tasnya, ia meraih benang yang ia bawa, dan ia mengangguk.

​Mereka keluar dari ruangan itu, meninggalkan kehangatan yang hampir mereka bagi dan kembali ke kegelapan Kota Bayangan. Mereka membawa serta tidak hanya rahasia militer Kekaisaran dan Kain Harapan yang gagal, tetapi juga janji cinta yang belum terpenuhi, yang kini menjadi bahan bakar berbahaya untuk pelarian mereka.

1
Rustina Mulyawati
Bagus ceritanya... 👍 Saling suport yuk!
marmota_FEBB
Ga tahan nih, thor. Endingnya bikin kecut ati 😭.
Kyoya Hibari
Endingnya puas. 🎉
Curtis
Makin ngerti hidup. 🤔
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!