NovelToon NovelToon
Bukan Bujang Desa Biasa

Bukan Bujang Desa Biasa

Status: sedang berlangsung
Genre:Beda Usia / Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Selingkuh / Cinta Seiring Waktu
Popularitas:61.5k
Nilai: 4.9
Nama Author: Kim99

“Menikahlah denganku, Kang!”

“Apa untungnya untukku?”

“Kegadisanku, aku dengar Kang Saga suka 'perawan' kan? Akang bisa dapatkan itu, tapi syaratnya kita nikah dulu.”

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kim99, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Tolong mengerti!

Pagi itu, Raka baru saja tiba, menenteng ransel di pundaknya. Rambutnya berantakan, wajahnya sedikit pucat karena kurang tidur.

Katanya, ia baru selesai mengerjakan tugas bersama teman-temannya di rumah Pak Dadan, dan mungkin dua minggu lagi ia harus kembali ke kota untuk melanjutkan kuliahnya.

“Ah, akhirnya bisa makan masakan Ibu lagi,” gumamnya sambil tersenyum kecil. “Padahal cuma semalem, udah kangen aja.”

Ia sempat menendang sandal yang tersusun rapi di depan teras, kebiasaan lama yang selalu membuat ibunya geleng kepala.

“Assalamu’alaikum, Bu! Teh Naura! Aku pulang, nih!”

Aneh, tidak ada sahutan dari dalam.

Ia mengangkat bahu, berpikir mungkin semua sedang sibuk di dapur ibu pergi ke kebun. Tubuhnya terasa lelah, dan matanya berat karena bergadang semalaman.

“Tidur dulu, ah,” katanya sambil melangkah ke kamar. Namun begitu pintu kamar dibuka, matanya langsung membelalak, untung tidak menggelinding.

“AAAAAAAAAAAAA!” teriak Raka. Ia spontan memundurkan tubuhnya, wajahnya merah padam. Di dalam kamar, seorang perempuan yang sedang berganti pakaian menjerit kaget sambil menutupi dada dengan handuk.

“ASTAGHFIRULLAH!” Raka buru-buru menutup pintu dan menempelkan punggungnya ke tembok. “Ya Allah, siapa pula itu?! Ini kamar aku!”

“Ibuuuuu!”

Masih panik, ia langsung berlari mencari ibunya. Tapi rumah itu terasa sepi. Ia berkeliling ke dapur, tak ada siapa pun. Akhirnya langkahnya berhenti di depan kamar Teh Naura, dan saat dia membuka pintu, Raka melihat Teh Naura sedang duduk di tepian ranjang dengan wajah dingin dan mata tajam menusuk ke arahnya.

“Teh!” seru Raka dengan napas tersengal. “Siapa itu di kamar aku? Kenapa ada perempuan asing atuh di rumah kita?! Ibu mana, Teh? Ini… apa-apaan sih?”

“Duduk dulu!”

“Duduk gimana?! Aku baru pulang, langsung diserang jantung!”

“Duduk!” Nada Naura kali ini lebih tegas, dingin, dan membuat Raka menahan diri. Pada akhirnya dia ikut duduk dan menatap kakaknya bingung.

“Jadi siapa? Kenapa Teteh biarin orang asing masuk kamar aku?”

“Dia bukan orang asing, Raka.”

“Lho, jelas-jelas aku nggak kenal .....”

“Itu...” Naura menatap lantai sesaat, lalu menegakkan wajahnya. “Itu adik Teteh, kakak kamu juga. Sodara seayah.”

Seketika Raka membeku. Hening menyelimuti ruang tamu kecil itu. Raka merasa dadanya begitu sesak, untuk bernafas saja dia kesulitan.

“Apa?” kagetnya. “Teh ngomong apa barusan?”

“Dia anaknya Pak Jerry dan perempuan itu.”

Sekali lagi, dunia Raka seperti berhenti. Ia menatap kakaknya tak percaya, lalu tertawa getir.

“Teh, jangan bercanda. Ayah emang banyak salah, tapi jangan asal ngomong begini.”

“Aku nggak asal, Raka.”

Matanya yang masih agak panas itu menatap adiknya lekat, dia sendiri ingin membantah faktanya, tapi dia bisa apa? “Aku lihat sendiri buktinya. Ada foto, ada hasil tes DNA. Dan Ibu udah tahu semuanya.”

Tubuh Raka perlahan kehilangan tenaga. Ia jatuh terduduk di lantai, menatap kosong ke depan.

“Jadi, itu beneran adik kamu, Teh?”

“Kakak kamu lah. Namanya Nanda.”

“Ya Allah… Teh, kenapa sih hidup kita harus serumit ini?” Raka mulai lesu, dia tahu kok kalau ayahnya bajingan, tapi kalau sampai memiliki anak dari perempuan lain, ayahnya benar-benar sudah sangat keterlaluan.

Dalam kondisi itu, Naura hanya tersenyum kecut, lalu menepuk bahu adiknya pelan.

“Aku juga nanya hal yang sama. Nanti Ibu pasti ngomong kok, sekarang Ibu lagi belanja buat kebutuhan besok, Ka. Teteh jadi nentuin tanggal pernikahan sama A Satya.”

“Padahal mending enggak usah, Teh.” Raka ikut-ikutan galau. Dia duduk sambil memeluk kaki Naura. “Andai kita bisa milih lahir jadi anak siapa, aku mau jadi anak Sultan yang baik dan soleh.”

“Enggak usah bercanda, enggak lucu,” kata Naura sambil mengusap kepala adiknya. “kamu sekolah yang bener, fokus aja belajar, kalau emang ada waktu lebih, belajar freelance, nanti Teteh bantu biayain kuliah kamu, Dek.”

“Iya, Teh.”

.. .. ..

Beberapa saat kemudian, Mereka berempat duduk di ruang tamu, yang kini terasa terlalu sempit untuk menampung empat hati yang tidak utuh.

“Raka,” panggil Bu Windi. “Ibu mau minta maaf dulu. Kamu kaget, Ibu tahu. Tapi mulai sekarang, Nanda akan tinggal di sini.”

“Tinggal di sini? Di rumah ini?”

“Iya,” jawab Bu Windi lembut. “Dia nggak punya siapa-siapa, Nak. Ibu cuma kasian sama Nanda. Dia juga akan menempati kamar kamu.”

“Bu, jangan bercanda! Aku aja baru pulang, masa kamarku malah dikasih ke orang lain?”

“Ibu tahu,” ucap Bu Windi lirih. “Tapi Ibu nggak punya kamar lain. Kamu laki-laki, Ka. Bisa taruh bajumu di kamar ibu, dan sementara tidur di sofa ruang tamu, ya?”

“Ibu… ” Raka menatap ibunya tak percaya. “Aku harus tidur di sofa? Karena orang yang bahkan baru kita kenal kemarin?”

“Ibu minta pengertian kamu, Nak.”

Ketika keduanya sedang berdebat, Nanda tiba-tiba berdiri, wajahnya tampak sedih dan matanya Kian merah. “Raka, aku minta maaf, aku nggak mau bikin masalah. Tapi aku beneran nggak punya tempat lagi.”

Tatapan Raka menajam, tapi tak keluar sepatah kata pun. Rahangnya mengeras, matanya menatap ke arah lain. Ia berdiri tiba-tiba, mengambil jaketnya.

“Kalau gitu, biar aku yang keluar,” katanya datar.

“Raka!” panggil Naura, tapi pemuda itu sudah melangkah keluar, menutup pintu dengan keras.

Naura memejamkan mata sebentar.

Diam-diam, ia tersenyum kecut. Reaksi yang sama, batinnya. Persis seperti dirinya kemarin sore.

Karena dia juga tidak bisa berpikir jernih, Naura pun ikut beranjak dan lebih memilih untuk berdiam diri di kamarnya.

Dan pada saat itu Nanda langsung terduduk, ya menangis menutup wajahnya dengan kedua tangan.

“Nanda, Maafin mereka ya, Ibu ngerti perasaan kamu tapi lebih ngerti perasaan anak-anak ibu. Tolong kasih mereka waktu, kamu juga pasti tahu kalau menerima hal seperti ini tidaklah mudah.”

“Aku nggak apa-apa kok, Bu. Mereka nggak salah tapi aku yang salah.” Air matanya terus mengalir, membuat Bu Windi tak kuasa ikut menangis dan memeluk Nanda untuk menenangkannya.

“Yang sabar, Nak.”

.. .. ..

Keesokan harinya. Naura duduk di meja belajar sambil menatap secangkir teh yang sudah dingin.

Tak lama, suara pintu diketuk terdengar, dan detik berikutnya Pintu itu terbuka.

“Naura,” panggilnya lembut.

“Ibu belum tidur?” Naura menoleh sambil tersenyum kecil.

“Ibu mau ngobrol bentar.”

Naura mengangguk, lalu menatap wajah ibunya yang tampak letih. Ada semburat duka yang menahun di sana.

“Ibu minta maaf, Nak.” Bu Windi menggenggam salah satu tangan anaknya. “Ibu tahu kamu nggak suka dengan keputusan Ibu. Tapi, tolong pahami, Ibu cuma nggak tega. Nanda juga korban, Naura.”

Naura diam, tapi matanya mulai berkaca.

“Namanya juga anak,” lanjut ibunya. “Mana bisa milih mau lahir di keluarga mana. Kalau bisa, pasti dia mau lahir di keluarga yang baik, yang utuh, yang berkecukupan.”

Untuk beberapa saat Bu Windi berhenti sambil menatap teh di meja. “Tapi nasib nggak ngasih kita kesempatan itu.”

“Tapi, Bu… rasanya susah banget nerima semuanya begitu aja.”

“Ibu tahu, Nak.” Kini, tangan Bu Windi terangkat dan dia mengusap kepala anaknya lembut.

“Makanya Ibu minta tolong, pelan-pelan ya. Kamu juga nanti tolong jelaskan ke Raka. Kamu tahu sendiri adikmu gimana. Dia keras kepala, tapi selalu nurut sama kamu.”

Pada saat itu, Naura hanya menunduk, hatinya sakit, sangat sakit. Air matanya jatuh satu-satu ke punggung tangan ibunya, dia sudah berusaha untuk menahan diri tapi tidak bisa.

“Teh ....”

“Iya, Bu,” bisiknya pelan. “Aku akan coba.”

Bu Windi kemudian mengangkat sesuatu, sebuah kantong kain dan mengeluarkan kebaya dari dalam sana.

“Ini buat acara besok, Nak. Dandan yang cantik, ya. Kamu harus bahagia. Kamu bentar lagi mau nikah, kamu enggak akan sering-sering di sini. Nanda biar jadi urusan Ibu.”

1
Nurlaila Elahsb
yang sabar atu neng jangan cepat berburuk sangka dulu,, coba deh di tanyain baik baik sama kang saga,bakal di jelasin kok😊
Ayesha Almira
ni kpn g slh paham trs
neny
perlahan mulai terkuak apa yg selama ini di terka2,,kang saga sudah menyukai neng nau dr dl,,dan mungkin krn janji nya sm almh makanya dia menjalani hubungan dng tiffany,dan dia melakukan jg krn ingin menyelamatkan cinta nya dr orang2 yg berniat buruk sm neng nau nau,,kitu meureun nya kak othor🤭🤭,,lanjut ah❤️💪
IbuNa RaKean
kan kan salah paham lagiiiiii,😤😤
𝕸𝖆𝖗𝖞𝖆𝖒🌹🌹💐💐
Naura salah faham lagi🥹🥹
erviana erastus
salah paham nggak kelar2
Attaya Zahro
Nah...salah paham lagi 🙄🙄
Kapan sih Sagara berterus terang n terbuka ma Naura..kayak main petak umpet mulu ga kelar²
iqha_24
up lagi kak Kim
iqha_24
ga paham sama Sagara, ditanya Naura gantung, ditanya Tifanny gantung ga kasih jawaban yg pasti jd gemes bacanya
Eka ELissa
penasaran abh bilang apa yaa ke fany lok segara cinta nya ke Nau...
truus Nau jgn mrh dulu tu saga lgi jujur tu ma gundik nya lok dia GK cinta fany
Eka ELissa
Nex....Mak.....🌹🌹😘
IbuNa RaKean
suami siaga cenah kang saga tuh😍😍
apiii
kapan mereka bucinnya
Eka ELissa
kng saga bkln bntuin ibu itu Nau dia sbnarnya baik cumn songong klihtan nya krna ada drama trauma yg GK bisa dia lupkn....tau ...
Eka ELissa
kocak cie beruang 🐻🐻🐻 kutub tkut jarum suntik 🤣🤣🤣🤣🤭kocak..
Eka ELissa
ic-clik....apaaan Mak aku GK ngerti tau.....apaan Nau...🤣🤣🤣🤣🤭
Nurlaila Elahsb
gaas keun lah kak
neny
wkwkwk,,aya aya wae neng nau nau mah,,nanti baper geura kang saga na gara2 berlindung di punggung kang saga🤭,,lanjut akak😘
Hary Nengsih
ada2 aja naura
Ayesha Almira
kenapa g jahilin tifani sih nau...
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!