NovelToon NovelToon
Bukan Bujang Desa Biasa

Bukan Bujang Desa Biasa

Status: sedang berlangsung
Genre:Beda Usia / Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Selingkuh / Cinta Seiring Waktu
Popularitas:15.3k
Nilai: 5
Nama Author: Kim99

“Menikahlah denganku, Kang!”

“Apa untungnya untukku?”

“Kegadisanku, aku dengar Kang Saga suka 'perawan' kan? Akang bisa dapatkan itu, tapi syaratnya kita nikah dulu.”

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kim99, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Tolong mengerti!

Pagi itu, Raka baru saja tiba, menenteng ransel di pundaknya. Rambutnya berantakan, wajahnya sedikit pucat karena kurang tidur.

Katanya, ia baru selesai mengerjakan tugas bersama teman-temannya di rumah Pak Dadan, dan mungkin dua minggu lagi ia harus kembali ke kota untuk melanjutkan kuliahnya.

“Ah, akhirnya bisa makan masakan Ibu lagi,” gumamnya sambil tersenyum kecil. “Padahal cuma semalem, udah kangen aja.”

Ia sempat menendang sandal yang tersusun rapi di depan teras, kebiasaan lama yang selalu membuat ibunya geleng kepala.

“Assalamu’alaikum, Bu! Teh Naura! Aku pulang, nih!”

Aneh, tidak ada sahutan dari dalam.

Ia mengangkat bahu, berpikir mungkin semua sedang sibuk di dapur ibu pergi ke kebun. Tubuhnya terasa lelah, dan matanya berat karena bergadang semalaman.

“Tidur dulu, ah,” katanya sambil melangkah ke kamar. Namun begitu pintu kamar dibuka, matanya langsung membelalak, untung tidak menggelinding.

“AAAAAAAAAAAAA!” teriak Raka. Ia spontan memundurkan tubuhnya, wajahnya merah padam. Di dalam kamar, seorang perempuan yang sedang berganti pakaian menjerit kaget sambil menutupi dada dengan handuk.

“ASTAGHFIRULLAH!” Raka buru-buru menutup pintu dan menempelkan punggungnya ke tembok. “Ya Allah, siapa pula itu?! Ini kamar aku!”

“Ibuuuuu!”

Masih panik, ia langsung berlari mencari ibunya. Tapi rumah itu terasa sepi. Ia berkeliling ke dapur, tak ada siapa pun. Akhirnya langkahnya berhenti di depan kamar Teh Naura, dan saat dia membuka pintu, Raka melihat Teh Naura sedang duduk di tepian ranjang dengan wajah dingin dan mata tajam menusuk ke arahnya.

“Teh!” seru Raka dengan napas tersengal. “Siapa itu di kamar aku? Kenapa ada perempuan asing atuh di rumah kita?! Ibu mana, Teh? Ini… apa-apaan sih?”

“Duduk dulu!”

“Duduk gimana?! Aku baru pulang, langsung diserang jantung!”

“Duduk!” Nada Naura kali ini lebih tegas, dingin, dan membuat Raka menahan diri. Pada akhirnya dia ikut duduk dan menatap kakaknya bingung.

“Jadi siapa? Kenapa Teteh biarin orang asing masuk kamar aku?”

“Dia bukan orang asing, Raka.”

“Lho, jelas-jelas aku nggak kenal .....”

“Itu...” Naura menatap lantai sesaat, lalu menegakkan wajahnya. “Itu adik Teteh, kakak kamu juga. Sodara seayah.”

Seketika Raka membeku. Hening menyelimuti ruang tamu kecil itu. Raka merasa dadanya begitu sesak, untuk bernafas saja dia kesulitan.

“Apa?” kagetnya. “Teh ngomong apa barusan?”

“Dia anaknya Pak Jerry dan perempuan itu.”

Sekali lagi, dunia Raka seperti berhenti. Ia menatap kakaknya tak percaya, lalu tertawa getir.

“Teh, jangan bercanda. Ayah emang banyak salah, tapi jangan asal ngomong begini.”

“Aku nggak asal, Raka.”

Matanya yang masih agak panas itu menatap adiknya lekat, dia sendiri ingin membantah faktanya, tapi dia bisa apa? “Aku lihat sendiri buktinya. Ada foto, ada hasil tes DNA. Dan Ibu udah tahu semuanya.”

Tubuh Raka perlahan kehilangan tenaga. Ia jatuh terduduk di lantai, menatap kosong ke depan.

“Jadi, itu beneran adik kamu, Teh?”

“Kakak kamu lah. Namanya Nanda.”

“Ya Allah… Teh, kenapa sih hidup kita harus serumit ini?” Raka mulai lesu, dia tahu kok kalau ayahnya bajingan, tapi kalau sampai memiliki anak dari perempuan lain, ayahnya benar-benar sudah sangat keterlaluan.

Dalam kondisi itu, Naura hanya tersenyum kecut, lalu menepuk bahu adiknya pelan.

“Aku juga nanya hal yang sama. Nanti Ibu pasti ngomong kok, sekarang Ibu lagi belanja buat kebutuhan besok, Ka. Teteh jadi nentuin tanggal pernikahan sama A Satya.”

“Padahal mending enggak usah, Teh.” Raka ikut-ikutan galau. Dia duduk sambil memeluk kaki Naura. “Andai kita bisa milih lahir jadi anak siapa, aku mau jadi anak Sultan yang baik dan soleh.”

“Enggak usah bercanda, enggak lucu,” kata Naura sambil mengusap kepala adiknya. “kamu sekolah yang bener, fokus aja belajar, kalau emang ada waktu lebih, belajar freelance, nanti Teteh bantu biayain kuliah kamu, Dek.”

“Iya, Teh.”

.. .. ..

Beberapa saat kemudian, Mereka berempat duduk di ruang tamu, yang kini terasa terlalu sempit untuk menampung empat hati yang tidak utuh.

“Raka,” panggil Bu Windi. “Ibu mau minta maaf dulu. Kamu kaget, Ibu tahu. Tapi mulai sekarang, Nanda akan tinggal di sini.”

“Tinggal di sini? Di rumah ini?”

“Iya,” jawab Bu Windi lembut. “Dia nggak punya siapa-siapa, Nak. Ibu cuma kasian sama Nanda. Dia juga akan menempati kamar kamu.”

“Bu, jangan bercanda! Aku aja baru pulang, masa kamarku malah dikasih ke orang lain?”

“Ibu tahu,” ucap Bu Windi lirih. “Tapi Ibu nggak punya kamar lain. Kamu laki-laki, Ka. Bisa taruh bajumu di kamar ibu, dan sementara tidur di sofa ruang tamu, ya?”

“Ibu… ” Raka menatap ibunya tak percaya. “Aku harus tidur di sofa? Karena orang yang bahkan baru kita kenal kemarin?”

“Ibu minta pengertian kamu, Nak.”

Ketika keduanya sedang berdebat, Nanda tiba-tiba berdiri, wajahnya tampak sedih dan matanya Kian merah. “Raka, aku minta maaf, aku nggak mau bikin masalah. Tapi aku beneran nggak punya tempat lagi.”

Tatapan Raka menajam, tapi tak keluar sepatah kata pun. Rahangnya mengeras, matanya menatap ke arah lain. Ia berdiri tiba-tiba, mengambil jaketnya.

“Kalau gitu, biar aku yang keluar,” katanya datar.

“Raka!” panggil Naura, tapi pemuda itu sudah melangkah keluar, menutup pintu dengan keras.

Naura memejamkan mata sebentar.

Diam-diam, ia tersenyum kecut. Reaksi yang sama, batinnya. Persis seperti dirinya kemarin sore.

Karena dia juga tidak bisa berpikir jernih, Naura pun ikut beranjak dan lebih memilih untuk berdiam diri di kamarnya.

Dan pada saat itu Nanda langsung terduduk, ya menangis menutup wajahnya dengan kedua tangan.

“Nanda, Maafin mereka ya, Ibu ngerti perasaan kamu tapi lebih ngerti perasaan anak-anak ibu. Tolong kasih mereka waktu, kamu juga pasti tahu kalau menerima hal seperti ini tidaklah mudah.”

“Aku nggak apa-apa kok, Bu. Mereka nggak salah tapi aku yang salah.” Air matanya terus mengalir, membuat Bu Windi tak kuasa ikut menangis dan memeluk Nanda untuk menenangkannya.

“Yang sabar, Nak.”

.. .. ..

Keesokan harinya. Naura duduk di meja belajar sambil menatap secangkir teh yang sudah dingin.

Tak lama, suara pintu diketuk terdengar, dan detik berikutnya Pintu itu terbuka.

“Naura,” panggilnya lembut.

“Ibu belum tidur?” Naura menoleh sambil tersenyum kecil.

“Ibu mau ngobrol bentar.”

Naura mengangguk, lalu menatap wajah ibunya yang tampak letih. Ada semburat duka yang menahun di sana.

“Ibu minta maaf, Nak.” Bu Windi menggenggam salah satu tangan anaknya. “Ibu tahu kamu nggak suka dengan keputusan Ibu. Tapi, tolong pahami, Ibu cuma nggak tega. Nanda juga korban, Naura.”

Naura diam, tapi matanya mulai berkaca.

“Namanya juga anak,” lanjut ibunya. “Mana bisa milih mau lahir di keluarga mana. Kalau bisa, pasti dia mau lahir di keluarga yang baik, yang utuh, yang berkecukupan.”

Untuk beberapa saat Bu Windi berhenti sambil menatap teh di meja. “Tapi nasib nggak ngasih kita kesempatan itu.”

“Tapi, Bu… rasanya susah banget nerima semuanya begitu aja.”

“Ibu tahu, Nak.” Kini, tangan Bu Windi terangkat dan dia mengusap kepala anaknya lembut.

“Makanya Ibu minta tolong, pelan-pelan ya. Kamu juga nanti tolong jelaskan ke Raka. Kamu tahu sendiri adikmu gimana. Dia keras kepala, tapi selalu nurut sama kamu.”

Pada saat itu, Naura hanya menunduk, hatinya sakit, sangat sakit. Air matanya jatuh satu-satu ke punggung tangan ibunya, dia sudah berusaha untuk menahan diri tapi tidak bisa.

“Teh ....”

“Iya, Bu,” bisiknya pelan. “Aku akan coba.”

Bu Windi kemudian mengangkat sesuatu, sebuah kantong kain dan mengeluarkan kebaya dari dalam sana.

“Ini buat acara besok, Nak. Dandan yang cantik, ya. Kamu harus bahagia. Kamu bentar lagi mau nikah, kamu enggak akan sering-sering di sini. Nanda biar jadi urusan Ibu.”

1
neny
aduuhh nau,,eta knp orang teh ngegosipin km kyk gtu,,kurang gawean jiga na nyak🤣🤣
lanjut lah kak othor,,💪🥰
Piet Mayong
wah pamor Bu bidan jelek ya di kampungnya, trus ngapain selama ini kamu nebar kebaikan terus nau????
resiko anak cantik ya Nau JD gerak dikit JD tontonan...
😄😄😄🤭
Eka ELissa
aduh ksian kmu Nau moga GK kbur Nau cumn lgi beresin mslh aj
Eka ELissa
TPI lok yg bunuh Nanda jht bgt dia ..😡😡😡😡
Attaya Zahro
Perasaan sedang sedih malah ditambah ada kompor mbleduk 😅😅😅
iqha_24
up lg dong kk, kurang bacanya
Ayesha Almira
siap2 Naura ngeluarin tanduk
Nurlaila Elahsb
yah sedih lagi kan si enau!!kira kira siapa ya yang bakalan jadi sasaran kemarahan si Eneng nau??
Eka ELissa
yg bunuh spa Nau...
Nanda kah... entah lah hanya emk yg tau ..
neny
nah loch,,jno c mochi dan mocha mati,,siapa yg membunuh nya,,lanjut akak💪🥰
iqha_24
waduuh siap2 nii Nau ngamuk
𝕸𝖆𝖗𝖞𝖆𝖒🌹🌹💐💐
kasihan😥😥😥
neny
wkwkwk,,nau eta sagara dibere lamotan km,,eeh meuni kacidaa🤣🤣,,
neny: wkwkwk,,leureus eta kak,,jampe na nya eta🤣🤣
total 3 replies
Kaylaa
siapa lagi itu..
teman apa lawan 🤔
juwita
Dirga saha thor🤣🤣
juwita
jorok ih Naura masa kang saga di bere urut di lamotan🤣🤣
Attaya Zahro
Waduch..siapa tuh yang menghadang Sagara 🤔🤔
mars
siapa sebenernya sagara ini
IbuNa RaKean
Sagara KA othor🤣🤣
Ayesha Almira
keganggu deh tidur naura
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!