Dunia Elea jungkir-balik di saat dirinya tahu, ia adalah anak yang diculik. Menemukan keluarga aslinya yang bukan orang sembarangan, tidak mudah untuk Elea beradaptasi. Meskipun ia adalah darah keturunan dari Baskara, Elea harus membuktikan diri jika ia pantas menjadi bagian dari Baskara. Lantas bagaimana jika Elea merasa tempat itu terlalu tinggi untuk ia raih, terlalu terjal untuk ia daki.
"Lo cuma punya darah Baskara doang tapi, gue yang layak jadi bagian dari Baskara," ujar Rania lantang.
Senyum sinis terbit di bibir Elea. "Ya, udah ambil aja. Tapi, jangan nangis jika gue bakalan rebut cowo yang lo suka."
🌼🌼🌼
"Gue jadi milik lo? Cewe bego kek lo? Lo dan Rania nggak bisa disamain," cibir Saka dengan tatapan merendahkan.
Elea tersenyum kecut. "Ah, gitu kah? Kita bisa liat apakah pandangan lo akan berubah terhadap gue dan Rania, Saka!"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dhanvi Hrieya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 14| Serangan
Mawar terus mengikuti nona mudanya dari belakang, gadis remaja satu ini bertekad untuk bisa mengendarai motor. Bahkan menginginkan untuk bisa bermain di arena balapan, sedari tadi terus dibujuk sayangnya tidak satu pun bujukan dari Mawar yang mempan.
Langkah kaki Elea dan Mawar berhenti, di kala gadis dengan dress biru tua itu menghalangi pintu masuk.
"Nanny! Bisa tinggalin kami berdua bentar?" Rania membawa atensinya ke arah Mawar, tidak lupa mengembangkan senyum lembut.
"Nanny hari ini nggak usah nemani Elea di sini, pulang aja lebih awal," titah Elea di saat Mawar akan angkat bicara.
Mawar mengangguk, dan berkata, "Baik, Non. Kalo gitu Nanny izin undur diri."
Mawar membalikkan tubuhnya di kala Elea mengangguk, tanpa harus berbasa-basi dengan sopan pada Rania. Rania mencibir diam-diam ketidak sopanan ibu asuh Elea, mirip sekali dengan gadis di depannya ini.
"Minggir!" Elea mendorong bahu Rania untuk menyingkir dari jalannya.
Lidah Rania sontak saja berdecak kesal, Elea memasukan beberapa digit pin pintu. Didorong ke dalam pintu penthouse, Elea melangkah masuk diikuti oleh Rania dari belakang.
Pintu penthouse ditutup keras, Elea menoleh ke belakang di mana Rania menatap tajam ke arahnya.
"Gue nggak ngerti maksud tindakan lo, yang kekanak-kanakan. Setelah lo ngerecokin pertandingan piano gue, sekarang lo beralih buat ngeganggu pertunangan gue sama Saka," cerocos Rania marah.
Elea membalikkan tubuhnya ke belakang, alis matanya ditarik ke atas. "Pertunangan lo?" gumam Elea, "lo nggak lagi ngelantur, soal ini? Sedari awal pertunangan ini dijalin di antara dua keluarga. Yaitu keluarga Baskara dan Buming, Rania. Sementara lo, siapa? Ngaca dulu baru ngomong."
Elea melipat kedua tangannya di bawah dada, menatap arogan ke arah Rania. Rania mencabik, bibir ranumnya berdecak kesal.
"Oh, gitu. So, lo mau ngomong kalo yang lebih berhak di sini buat tunangan sama Saka itu, lo?" Rania mencemooh. "Come on, Elea. Waktu yang gue habisin buat ngegantiin posisi lo bukan cuma 1 atau 3 tahun, gue udah ngisi tempat lo selama 11 tahun. Yang ditemui oleh mereka semua itu gue, bukan lo. Cuma karena lo berdarah Baskara mereka mulai ragu. Tapi, satu hal yang lo lupain Elea. Mereka butuh pasangan berkualitas, dan terdidik kayak gue."
Elea terkikik, dahi Rania berlipat. Jika benar demikian, lantas apa alasan Rania terlihat begitu panik? Seakan tengah menegaskan perbedaan di antara mereka berdua.
Kedua tungkai kaki Elea diayunkan melangkah mendekati Rania, mengikis jarak di antara mereka berdua. Tangan yang dilipat di bawah dada diturunkan, Elea menatap Rania dengan sorot mata mencemooh.
"Oke, kita anggap aja kek gitu. Gue nggak berkualitas, terus apa yang harusnya lo takutin? Kalo emang lawan lo nggak sebanding. Sampek nyamperin gue ke sini, saking takutnya," balas Elea.
Pro dan kontra membuat Rania terjebak pada hubungan yang tidak pasti, meskipun Saka bersikeras melanjutkan pertunangan mereka. Hanya sebatas pertunangan, Rania bisa dicampakkan kapan saja.
Perpecahan suara di keluarga Buming membuat posisi Rania mulai goyah, sumpah mati Rania benar-benar benci dengan kehadiran Elea. Bagi Rania, kehadiran Elea tidak lebih dari duri dalam daging.
"Siapa yang bilang kalo gue takut," bantah Rania, "gue ke sini karena gue ngerasa kasian sama lo. Terlalu berambisi buat bisa ngalahin gue, padahal lo nggak lebih dari seorang pecundang."
Rania menarik paksa kedua sisi bibirnya ke atas, mengintimidasi gadis di depannya ini. Kepala Elea mengangguk-angguk kecil, menarik kedua sisi sudut bibirnya ke atas.
"Oh, ya?" Elea mencondongkan wajahnya ke arah Rania. "Karena hasilnya belum keluar, terlalu dini buat ngomongin gue pecundang di sini, Rania. Mari sama-sama kita liat, siapa si pecundang sesungguhnya di sini. Lo apa gue."
Elea kembali menarik wajahnya berdiri dengan tegap, ia membalikkan tubuhnya melangkah menuju sofa.
"Lo yakin nggak bakalan nyesel udah ngelawan gue, Elea?"
Kedua sisi bahu Elea naik-turun, ia sama sekali tidak peduli. Direbahkannya tubuhnya di sofa, menghela napas lelah.
"Gue ladenin kegilaan lo kalo gitu. Tapi, jangan nyalahin gue kalo lo hancur pada akhirnya, Elea," sambung Rania.
Elea membawa atensinya ke arah Rania, tersenyum miring.
"Kalo gue hancur, maka semua pihak harus lebih hancur lagi daripada, gue. Lo punya orang-orang yang lo lindungi sementara gue, nggak. So, lakuin aja apa yang lo bisa buat ngancurin gue," sahut Elea menyeringai.
Rania mengerutkan dahinya. "Lo pun punya orang-orang yang harus lo lindungi."
"Siapa?"
"Keluarga Baskara, terutama Bokap lo." Rania mengingatkan siapa yang paling akan terluka di sini.
Tawa Elea langsung menyembur, Rania tidak mengerti apa yang ditertawakan oleh Elea.
"Keluarga Baskara? Lo lagi ngelawak, hm? Sedari awal gue udah ngerasa nggak punya keluarga. Bokap gue bukan prioritas buat gue lindungi. Yang harus gue lindungi cuma diri gue sendiri," tukas Elea, "lo terlalu jauh keliru soal gue, Rania. Gue nggak pernah ngarapin kehangatan keluarga, apalagi ngangep Baskara sebagai keluarga gue. Entah itu Nyokap gue, Bokap, bahkan Zion. Nggak satu pun!"
Speechless.
Rania dibuat tidak bisa berkata-kata, gadis satu ini benar-benar gila. Tidak ada kasih sayang serta kehangatan di dalam diri Elea, inilah alasan kenapa ibu angkatnya tidak bisa menyayangi Elea.
...***...
Langkah kaki Saka berhenti mendadak, erangan rendah mengalun. Cegil itu lagi yang tiba-tiba menyambangi mansion Buming, Elea yang merasa akan kehadiran Saka di perpustakaan mini itu pun menoleh.
"Hai, Saka." Elea berdiri perlahan, menyapa Saka dengan ramah.
Saka mengayunkan langkah kakinya mendekati Elea, berhenti tepat di depan Elea.
"Ngapain lo ada di sini, huh?" Saka tidak mengindahkan sapaan ramah Elea.
"Lah, apakah ada yang salah kalo gue berada di rumah calon suami gue," jawab Elea enteng.
Kedua bola mata Saka langsung berotasi malas, sementara Elea malah menarik kedua sisi bibirnya ke atas.
"Cewe sialan," maki Saka dengan intonasi nada rendah.
"Makasih atas pujiannya, gue jadi tersanjung." Elea mencolek dagu Saka dengan santai.
Saka menepis kasar tangan Elea, melotot ke arah Elea. Derit pintu perpustakaan yang terbuka, suara tongkat mengetuk lantai perpustakaan mini di mansion.
Elea menoleh, lagi-lagi ia tersenyum lebar. Menyongsong kedatangan lelaki tua yang memasuki ruangan, Saka mengatup perlahan kelopak matanya. Gerahamnya bergemeretak, bisa masuk ke perpustakaan keluarga Buming sudah merupakan hal aneh bagi Saka.
Sekarang ia mulai paham, kenapa Elea bisa seberani itu. Kelopak mata Saka terbuka, ia membalikkan tubuhnya menghadap ke arah sang kakek.
"Saka bukan cowok yang lembut, Kakek. Dia bahkan mengusir Elea dari sini," adu Elea lebih dahulu menyerang Saka dengan kebohongan.
Lelaki tua itu melotot ke arah cucunya itu, Saka menghela napas berat. Ia bisa dengan mudah membantah kedua orang tuanya, untuk berdebat. Di saat mereka tidak sejalan tetapi, berbeda dengan sang kakek.
"Saka," panggilnya mengalun, "jangan menganggu tamu Kakek, nggak ada yang boleh mengusir Elea dari sini. Bahkan jika itu kamu sekali pun."
Elea menyeringai, Saka mengangguk patuh. Meskipun ia ingin sekali membantah, jika di depan lelaki tua itu mana berani Saka bertingkah kurang ajar.
Bersambung...
semangat 💪💪💪