NovelToon NovelToon
Yang Tidak Pernah Menyentuh Ku

Yang Tidak Pernah Menyentuh Ku

Status: sedang berlangsung
Genre:Cinta Seiring Waktu / Romansa / Dijodohkan Orang Tua / Konflik etika / Balas Dendam
Popularitas:142.9k
Nilai: 5
Nama Author: heyyo

Pernikahan mereka dimulai tanpa cinta,tapi juga tanpa pilihan.
Nadira mengira hanya butuh waktu untuk membuat Dewa jatuh hati. Sampai ia sadar, pria itu tidak takut dicintai, Melainkan tidak bisa.
Dewa menyimpan sesuatu yang bahkan Nadira tak berani bayangkan. Sebuah masalalu yang tersusun rapi,namun perlahan menuntut untuk di temukan. Setiap tatapan dingin,setiap diam,setiap luka...Semuanya, menyimpan satu kebenaran yang bisa menghancurkan mereka berdua.
Dewa menyembunyikan masa lalu yang bahkan lebih menyakitkan daripada kebohongan.

Di antara rahasia, pengkhianatan, dan cinta yang terlambat tumbuh, mereka harus memilih: bertahan dalam luka, atau melepaskan dalam kebenaran.

Namun, siapkah Nadira mengetahui setiap kebohongan?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon heyyo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 4. Dihadapan Melisa Dirgantara 1.

Seminggu setelah pernikahan, akhirnya tante Melisa mengetahui bahwa selama ini Dewa tidur di kamar yang berbeda denganku. Pagi itu, tanpa diduga, tante Melisa datang ke rumah. Tanpa menyapa, tanpa senyuman, dia langsung berjalan masuk dan menerobos ruang tamu, mengabaikanku yang sedang duduk menonton TV.

Melihat wajah tante Melisa yang tegang dan marah, aku refleks berdiri dan mengikuti langkahnya menaiki tangga. Aku baru sadar, bukan hanya aku yang mengikutinya dari belakang. Ada dua orang lagi: seorang wanita muda—yang sepertinya asisten rumah tangga—dan Mbak Yuni.

Tanpa sepatah kata pun, tante Melisa membuka pintu kamar utama. Sekilas dia mengamati isi kamar yang kosong, lalu matanya menajam.

“Di mana dia, Yun?” suaranya terdengar menahan amarah.

“Di sebelah sini, Nyonya,” jawab Mbak Yuni sambil menuntun kami menuju kamar tamu.

“Ada apa, Bu?” tanyaku akhirnya, memberanikan diri. Tentu saja aku memanggilnya “ibu”—bagaimanapun, dia adalah ibu mertuaku. Mungkin.

“Anak ini benar-benar membuat aku marah,” gumamnya. Ia langsung membuka pintu kamar tamu, dan di sana terlihat Dewa yang tertidur pulas mengenakan baju hitam. Wajahnya terlihat tampan sekaligus lelah. Entah kenapa, ada sebersit iba dalam hatiku saat melihatnya begitu.

Tante Melisa masuk dengan langkah cepat, lalu menarik selimut Dewa hingga pria itu terbangun. Dewa langsung duduk, wajahnya masih setengah sadar, menatap ibunya yang berdiri di hadapannya dengan tatapan tajam.

“Ibu? Kapan sampai ke sini? Kenapa ibu tidak memberitahu terlebih dahulu?” tanya Dewa, mencoba berdiri dan merapikan tempat tidurnya. Tapi aku tahu, jauh di dalam dirinya, dia sadar sedang berada di ujung tanduk.

“Sejak kapan kamu tidur di sini?” tanya tante Melisa, dingin.

Gerakan tangan Dewa terhenti. Dia menunduk, mengusap tengkuknya, seolah sedang mencari jawaban yang tepat.

"JAWAB,DEWA!"

Suara tante Melisa menggema keras di ruangan. Aku terkejut. Dewa juga. Kulirik semua orang di ruangan itu—semuanya menundukkan kepala, tiba tiba aku pun ikut menunduk, jantung ku berdetak kencang, menunggu jawaban apa yang akan Dewa berikan.

“Maaf, Bu.”

Jawaban singkat itu meluncur pelan dari bibir Dewa. Tapi aku bisa merasakan betapa beratnya kata itu diucapkan. Tentu saja, itu bukan jawaban yang ingin tante Melisa dengar.

Dengan gerakan kesal, tante Melisa melempar tas tangannya ke atas kasur. Aku sempat melirik tas itu—barang mewah yang jelas bukan sembarang tas. Tapi untuk seorang Melisa Dirgantara, soal harga bukan masalah. Yang penting adalah citra. Validasi.

Dia menatap Dewa tajam.

“Kalian pikir pernikahan itu mainan? Hanya karena sudah sah di atas kertas, lalu kalian bebas mempermalukan keluarga ini?”

Dewa diam. Aku juga. Rasanya seperti ada batu besar menekan dadaku.

“Kalau memang tak ada cinta, minimal ada hormat. Tapi kalau keduanya pun tak ada… apa yang tersisa, Dewa?”

Hening, tak ada jawaban.Tante Melisa memutar badannya dan berjalan meninggalkan ruangan, menyisakan kami yang masih menunduk, pada saat itu aku tidak tau apa yang harus aku lakukan.

"Bawa tas ku kebawah" perintah tante Melisa kepada asistennya.

Dengan cepat wanita itu berjalan dan mengambil tas yang tergeletak di hadapan Dewa.

"Kalian berdua, aku ingin bicara" terdengar dingin, tapi bagiku itu terdengar seperti kekecewaan.

Dewa melihat ke arahku, tatapannya seperti ingin mengatakan bahwa kita berada dalam masalah kali ini, Dewa berjalan melewatiku, lalu aku menyusul di belakangnya. Kami mengikuti tante Melisa yang menuruni anak tangga dengan langkah cepat dan penuh dengan amarah. Tak ada yang berani bicara, bahkan langkah kami pun terdengar seperti bergema diantara ketegangan ini. Aku dan Dewa mengikutinya seperti anak kecil yang tertangkap basah melakukan kesalahan.

Di ruang tamu, tante Melisa duduk dengan anggun tapi tegas diatas sofa besar berwarna abu abu gelap. Kedua tangannya disilangkan didepan dada. Wajahnya dingin. Tidak ada senyum, tidak ada ampun.

Aku melihat Dewa yang tiba tiba duduk dilantai karpet,tepat dihadapannya. Melihat itu aku langsung ikut duduk disebelah Dewa, menunduk, mataku tertuju pada jemariku yang saling mengenggam. Tapi diantara kami berdua Dewa terlihat seolah hal ini bukankah pertama kali baginya. Mungkin beginilah cara Dewa dibesarkan, dengan disiplin dan juga hormat yang tinggi kepada orang tua. Bahkan dihadapan Melisa Dirgantara, Dewa tidak ada apa apanya.

"Apakah kalian sadar betapa memalukannya ini?" akhirnya suara tante Melisa terdengar, pelan tapi penuh tekanan.

"Seminggu, baru seminggu kalian menikah. Dan aku bahkan tidak mencium sedikitpun rasa hormat diantara kalian"

Aku menelan ludah, Dewa sedikitpun tidak bergerak.

"Apa kalian berpikir semua ini hanya formalitas? hanya acara besar,berfoto keluarga, lalu selesai?" Nada nya sudah mulai naik.

"Dewa, kamu pikir dengan tidur diruang tamu kamu sedang menghukun siapa? Dia?" tante Melisa menunjukku sejenak. "Atau kamu sedang menyelamatkan dirimu sendiri dari sesuatu yang entah apa itu? Katakan kepadaku Dewa, Apa yang ada dipikiranmu sehingga kau melakukan hal yang tidak bermartabat ini?"

Dewa hanya diam, masih menunduk tidak menjawab, entah itu dia tidak berani menjawab atau tidak memiliki jawaban. Tapi yang pasti dia tetap diam.

1
Vina Tamaela
Kukira happy ending pdhl ceritanya buruk buang2 waktu aja ku baca novelmu yg tak berguna ini
puputte.: astagfirullah kak?😭😭😭
belum selesai novel nya yaallah, masih on going🙏🏻😭
total 1 replies
Vina Tamaela
Cih cerita taik buat hamil nadira trus bikin keguguran othor nya otak pembunuh cuihhh tak sudi like dan berikan penghargaan cerita asuuu
Vina Tamaela
Novelmu buruk perempuan nya perangai buruk mengorbankan janinnya demi egonya cerita taik
Vina Tamaela
Tapi di perempuan jg klo setia sedingin apapun suami dia tetap memilih mnjg jarak dngn lki2 lain
Vina Tamaela
Tapi di perempuan juga mau aja didekati lki2 sdh tau dewa prnh terluka mmg bnr kata dewa sdh bersuami
awesome moment
ternyata kesalahan tu menyakiti mrk smua
awesome moment
mmg hrs sabar bacanya
awesome moment
unboxing tanpa mata2
awesome moment
brusaha jalan bareng
awesome moment
smg lbh happy
awesome moment
smg jd lbh baik
awesome moment
smg fokus dgn pilihan
awesome moment
smg g ribet lg
awesome moment
dewa sdh memilih
awesome moment
smg dewa g oleng
awesome moment
org yg dewa percaya
awesome moment
mata2 melisa kompeten abis
awesome moment
🤭🤭🤭
awesome moment
komunikasi. pemberi hidup beri kemampuan utk bicara.
awesome moment
dewa hrs tau. bhw dia sdh melukai nadira. org yg tdk tersangkut masa lalu dewa
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!