"Aku hanya jadi seorang pemeran pembantu! tidak... aku maunya jadi pemeran utama yang cantik bukan wanita dengan muka yang mengerikan ini. "
Mei Yi yang seorang dokter jenius tiba-tiba mendapati dirinya berada di dalam cerita Wattpad yang sedang di bacanya. Ia menjadi Luo Yi Seorang anak jendral yang tak di anggap dan di kucilkan karena penampilannya.
Karena kebiasaannya, yang tak pernah membaca dengan teliti dan suka men skip bagian adegan pentingnya Mei Yi kebingungan dengan jalan cerita Wattpad itu. Ia harus bisa menentukan nasipnya sendiri , dan tak ia sadari bahwa dalam cerita Wattpad itu banyak adegan berbahaya yang bisa mengancam nyawanya.
Akankah Mei Yi bisa melewati adegan berbahaya itu dan berakhir bahagia?
Mau tau kelanjutan ceritanya? jangan lupa baca sampai akhir ya...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Uswatun Kh@, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 02- Tekat merubah jalan cerita
Mentari pagi menyinari ruang makan megah di aula utama. Jenderal Luo Zhi Feng, dengan tenang menyeruput teh hangat, selir Li Wei—kini Nyonya Luo—menikmati sarapannya. Di meja yang sama, Luo Mei Na, adik Luo Yi, menyantap hidangan dengan senyum tipis.
Keheningan pagi dipecah oleh suara Mei Na. "Kak Luo Yi mana? Biasanya dia sudah berceloteh tentang Pangeran Jian Ming," katanya, nada ejekannya menusuk.
Wajah Jenderal Luo Zhi langsung berubah. Ia membentak, "Jangan sebut nama gadis tak tahu malu itu! Wajahnya yang buruk rupa itu berani-berani meminta menikah dengan Pangeran pertama, bahkan sampai memohon titah Raja! Memalukan!" Pukulan kerasnya ke meja membuat Li Wei tersentak.
Senyum licik mengembang di bibir Li Mei Na. Ia puas melihat kebencian di mata ayahnya. Luo Yi, baginya, telah disingkirkan. Dahulu, ia sangat menyayangi Luo Yi. Namun, sejak tragedi yang merenggut nyawa istrinya, ia menuduh Luo Yi lah penyebabnya. Jenderal Feng membencinya, menolak menatap wajah sang putri yang dianggapnya pembawa sial.
Hidup Luo Yi penuh dengan isak tangis, hari-hari ibu tiri dan kakaknya itu memperlakukannya denga buruk, bahkan ayahnya tak pernah membelanya dan bahkan mengabaikannya. Bahkan saat perjamuan yang di adakan istana ayahnya sengaja tak membawanya, ia hanya membawa serta Mei Na dan istrinya saja.
.
.
Luo Yi duduk termenung di depan pintu kamar, cermin di tangannya. Jari-jarinya yang lentik dengan hati-hati meraba luka di pipinya, matanya menatap pantulan wajahnya dengan penuh selidik. Alisnya bertaut, bibirnya mengerucut membentuk huruf 'O'.
Hui masuk, membawa senampan makanan. Ia meletakkan nampan itu di meja, lalu duduk di samping Luo Yi.
Tatapan Luo Yi tajam. "Aku ingin tahu," katanya, suaranya pelan namun tegas.
"Sejak kapan aku punya luka ini?"
Ia menunjuk luka di pipinya dengan jari yang gemetar sedikit.
Hui menjawab dengan tenang, namun matanya sedikit berkedip gugup.
"Apa Nona lupa? Bukankah Nona yang lebih tahu?"
Luo Yi mengusap tengkuknya, wajahnya berubah menjadi frustasi. Ia menghela napas panjang, bahunya merosot lesu.
"Inilah akibatnya kalau baca cerita suka skip-skip bagian pentingnya," gumamnya, wajahnya memerah menahan kesal.
"Aku bahkan tak tahu jalan ceritanya! Selalu fokus sama pria-pria tampannya saja!"
Ia memukul pelan pipinya sendiri, ekspresi wajahnya berubah menjadi putus asa.
"Bodohnya aku! Sialnya aku harus menjadi Luo Yi! Aku tak pernah tahu kisahnya semenyeramkan ini!"
Kepalanya tertunduk, rambutnya menutupi sebagian wajahnya yang dipenuhi penyesalan.
"Aku sudah lupa," kata Luo Yi, suaranya sedikit gemetar. Ia menatap Hui dengan mata memohon, "Kamu masih ingat, kan?"
Hui mengalihkan pandangannya, menatap jauh ke langit. Wajahnya tampak sendu.
"Dulu, wajah Nona sangat mulus dan cantik," katanya pelan, "Tapi setelah kejadian itu... wajah Nona berubah. Muncul bercak kemerahan, lalu perlahan membesar. "
Luo Yi menyentuh lukanya, jari-jarinya menelusuri luka besar di pipinya. Warna merah kehitaman, meradang, dan sedikit bernanah terlihat jelas.
Ayahnya yang terlalu membencinya tak membantu untuk mengobati luka itu, hanya Hui yg setia menemani Luo Yi berobat kesana kemari namun semua hasilnya nihil.
"Kejadian apa yang kualami, Hui? Ceritakan padaku," pintanya.
Hui menatap wajah Luo Yi dengan simpati. Ia menarik napas dalam-dalam sebelum mulai bercerita. "Saat ulang tahun Ibunda Nona... Nona memaksa untuk memasak sendiri. Nona dan Ibunda menyantap makanan itu bersama. Tapi... Ibunda Nona keracunan." Hui menunduk, matanya berkaca-kaca.
"Ada bahan masakan yang Nona campur... sangat beracun. Ibunda Nona meninggal... Nona selamat karena hanya sempat makan sedikit. Tapi... beberapa hari kemudian, wajah Nona memerah dan menjadi luka mengerikan seperti sekarang." Ia berhenti sejenak, menghapus air mata yang jatuh di pipinya.
"Bahkan Pangeran pertama... teman masa kecil Nona yang sangat Nona sukai... tak mau lagi melihat Nona." Hui menatap Luo Yi dengan iba.
Air mata Luo Yi akhirnya jatuh membasahi pipinya, mencampur dengan nanah luka di pipinya. Tubuhnya bergetar hebat, bahunya terisak. Rasa sakit, penyesalan, dan kesedihan memenuhi hatinya. Ia bisa merasakan bagaimana derita yang Luo Yi alami.
"Kenapa aku tak pernah tahu jalan cerita ini? Apa ceritanya berubah saat aku masuk ke sini?" gumam Luo Yi lirih, matanya menatap kosong ke depan.
Kepalanya menggeleng perlahan, seolah tak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya. Namun, raut wajahnya berubah. Sebuah tekad bulat terpancar dari matanya. Kepalan tangannya mengepal erat.
"Aku tak akan hidup tertindas lagi! Aku tak mau menderita! Aku akan membuat jalan ceritaku sendiri! Aku yang akan menentukannya!" Batinnya.
Ia menegakkan tubuhnya, posturnya berubah menjadi tegap dan kuat. "Di duniaku, aku dikenal pandai dan pekerja keras. Di sini pun, aku akan melakukan hal yang sama!"
Ia menatap Hui, suaranya sedikit lebih lembut. "Hui... lalu... kenapa aku mencoba bunuh diri?"
Hui mengusap lututnya, raut wajahnya tampak ragu-ragu. Ia tampak bimbang antara menceritakan atau tidak.
Luo Yi tersenyum, mencoba menenangkan Hui. "Hui... katakan saja. Aku tidak apa-apa kok."
Hui menghela napas, lalu mulai bercerita. Wajahnya tampak menyesal.
"Kemarin... Nona nekat pergi ke perjamuan yang di adakan Raja. Nona diundang, tapi Tuan tidak mengajak Nona. Itu sebabnya Nona nekat pergi sendiri. Di sana, di depan banyak orang... Nona meminta Raja untuk menikahkan Nona dengan Pangeran pertama..."
Ia berhenti sejenak, menatap Luo Yi dengan tatapan penuh penyesalan. "Permintaan itu mengejutkan semua orang. Pangeran pertama marah besar. Ia menolak keras, bahkan menghina Nona di depan banyak orang. Tapi... karena jasa Jenderal sangat besar... Raja menyetujuinya, meskipun Pangeran Pertama menolak keras. Itulah yang membuat Nona hampir mengakhiri hidup, Nona sakit hati dengan perkataan pangeran. " Hui menundukkan kepalanya, tampak sedih atas apa yang terjadi.
Sebelum Mei Yi masuk ke dunia ini, Luo Yi yang sakit hati karena perkataan pangeran berniat mengakhiri hidupnya.
"Jadi, ini pernikahan paksa,lalu di abaikan, lalu kematian mengenaskan di tiang gantungan...Dulu aku sangat puas saat melihat dia di abaikan karena aku gak suka dia mengganggu pangeran dan kekasihnya. Karena bagiku dia hanya pengganggu. Tapi kini kenapa aku yang harus mengalaminya" gumam Luo Yi, tubuhnya bergidig.
Matanya membesar, wajahnya pucat pasi. Ia menggelengkan kepala dengan kuat, rambutnya tergerai menutupi sebagian wajahnya yang dipenuhi rasa takut.
"Tidak! Aku tak mau berhubungan dengan istana. Pernikahan ini harus dibatalkan! Aku tak mau mati konyol! Namun sebelum itu aku harus menyembuhkan luka di wajahmu dulu, aku juga tak ingin selalu di hina karena parasku yang seperti ini. "
Ia merabanya sekali lagi, pipinya yang luka.
Hui menatapnya dengan heran, alisnya terangkat tinggi. Luo Yi terlihat ketakutan, matanya berkilat liar, tangannya mengepal erat.
Tiba-tiba, Luo Yi berteriak, "Hui!!"
Suaranya lantang, membuat Hui tersentak, tangannya terangkat memegang dadanya.
"Ada apa, Nona? Saya sampai terkejut," kata Hui, napasnya tersengal.
Luo Yi tersenyum lebar, sebuah senyum yang tampak dipaksakan. "Kali ini, kamu harus membantuku! Aku akan menyembuhkan luka ini! Tapi kamu harus membantuku."
Hui mengerutkan dahi, ekspresinya masih bingung. "Nona bisa? Bagaimana caranya? Para tabib terkenal saja tak mampu."
Luo Yi mengangkat dagu, penuh percaya diri. "Percayalah padaku. Besok kita ke pasar, membeli bahan-bahan obat. Malam ini, jangan biarkan siapa pun menggangguku. Aku perlu mempelajari luka ini."
Hui masih bingung, tapi ia mengangguk patuh. Mereka kembali ke kamar, menikmati makanan yang dibawa Hui.
Saat makan, pikiran Luo Yi melayang. Ia menatap hidangan tumis daging di hadapan Hui, keningnya berkerut dalam.
"Kenapa kamu tidak makan tumis daging ini?" tanya Luo Yi, matanya mengamati ekspresi Hui dengan tajam.
Hui menggeleng cepat, wajahnya tegang. "Maaf, Nona. Ini kesukaan Nona. Dibuat khusus untuk Nona."
Luo Yi mengerutkan kening, rasa curiga mulai tumbuh. Ia meletakkan sumpitnya, matanya menyipit.
"Sejak kapan? Kenapa mereka begitu perhatian padaku, sementara semua orang membenciku?"
"Katanya, Nyonya Li Wei bilang ini kesukaan Nona. Ibu Nona sering memasaknya. Saya dilarang memakannya. Jika ingin makan, saya harus memasak sendiri. Nona sangat menghargai itu, makanya selalu dihabiskan."
Kata-kata Hui menggantung di udara, menimbulkan tanda tanya besar di benak Luo Yi. Ia menatap hidangan itu dengan curiga, sesuatu yang janggal, sesuatu yang disembunyikan... Sebuah senyum misterius muncul di bibirnya.
lanjut Thor 💪💪💪😘😘😘