Niken menyaksikan perselingkuhan suaminya dengan perempuan yang lebih dewasa, istri orang, dan tetangga dari suaminya. Bukan Niken saja yang melihat adegan panas Reyfan, sang suami bersama Zahra, selingkuhannya. Melainkan ada seseorang lagi yang melihat adegan panas mereka. Hans, suami dari Zahra ternyata menyaksikan semua itu di belakang Niken yang sedang memergoki Reyfan bercinta dengan Zahra di Bengkel milik suaminya.
Hans menangkap tubuh Niken yang lemas karena melihat pergulatan panas Reyfan dan Zahra.
"Jangan menangis, manusia laknat seperti mereka jangan ditangisi!"
"Om Hans?"
"Kita balas perbuatan mereka!"
"Caranya?"
"Kita selingkuh!"
Niken setuju dengan Hans, mereka membuat suatu perjanjian perselingkuhan. Bagaimana kisah Niken dan Hans? Apa mereka terjebak perasaan saat membalas perlakuan pasangan mereka? Apalagi Hans yang sudah lama jatuh hati pada Niken, sejak Hans melihat Niken pertama kalinya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hany Honey, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 5
Aku menarik napasku lebih dalam. Bingung ingin menjawab apa. Apa benar Om Hans mencintaiku? Dia sudah jatuh cinta padaku?
“Nik, bagaimana, apa kamu setuju?” tanya Om Hans.
“Untuk apa kita selingkuh, kalau gak melakukan apa pun? Hanya di sini saja, menemani Om bekerja?” jawabku.
“Sekarang aku tanya sama kamu, apa selingkuh itu selalu berhubungan dengan melakukan kegiatan suami istri, Nik? Tidak, kan? Tidak melulu seperti itu Niken? Dengan mengagumi dan mencintai lawan jenis selain pasangan sah kita saja itu sudah dinamakan berpaling, sudah dalam kategori selingkuh, Niken?” ucap Om Hans.
“I—iya sih?”
“Kita sering chat, sering ngasih perhatian, juga namanya selingkuh bukan? Apalagi sampai mengagumi cantik atau tampan, dan mengungkapkan cinta?” ucap Om Hans.
“Ya iya sih, Om. Tapi sepertinya gak adil sekali, Om ngasih seperti ini, tapi aku gak bisa ngasih apa-apa?” ucapku.
“Kamu sudah ngasih aku, Niken. Ngasih waktumu untuk menemani aku, itu sudah sangat berarti bagiku, Nik,” ucap Om Hans. “Apa kamu mau aku sentuh? Iya begitu? Kalau iya, aku bisa saja sekarang memintamu untuk tidur denganku?”
“Ehm ... ya enggak gitu juga om?” ucapku mulai panik dengan apa yang Om Hans katakan.
“Kamu lucu sekali, Nik. Aku gemas sekali melihat wajahmu yang panik begitu,” ucapnya.
Lama sekali aku ngobrol dengan Om Hans, sambil menunjukkan sekeliling rumah mewahnya. Dia juga memberikan aku ruangan, katanya khusus untuk aku istirahat, dan untuk menuangkan ide ceritaku. Sungguh ini diluar dugaanku. Aku diberi ruang pribadi untuknya.
“Setiap hari, dari pagi sampai sore kamu jadi tawananku, Nik,” ucap Om Hans di belakangku, sambil menyentuh kedua lenganku.
“Ma—maksud, Om?” tanyaku.
“Ya kamu di sini akan jadi tawananku, hanya beberapa jam, tapi setiap hari. Anggap saja kamu sekarang bekerja di perusahaan, tapi kamu kerjanya dengan aku,” jelasnya.
Aku membalikkan badanku, aku tatap wajahnya yang dekat denganku. Wangi tubuhnya yang maskulin pun bisa aku rasakan.
“Oke, deal!” aku menjulurkan tanganku, tandanya setuju dengan permainan ini. Aku akan buktikan pada Mas Rey, aku pun bisa selingkuh. Tidak peduli nantinya.
“Deal apa?” tanya Om Hans.
“Kita selingkuh,” jawabku sambil berbisik di dekat telingan Om Hans. Lalu aku tersenyum genit di depannya. Aku
Om Hans meraih tubuhku dan memepetkan aku dengan tubuhnya. Aku setengah di peluknya, wajah Om Hans begitu dekat denganku, hingga aku bisa merasakan hangat napasnya.
“Mulai hari ini, kau resmi menjadi simpananku, NIken,” ucapnya di depan wajahku.
Om Hans membelai wajahku dengan lembut. Sungguh sentuhannya begitu lembut, membuat aku terbuai, apalagi aku yang sekarang jarang disentuh Mas Rey, membuatku hanyut dalam sentuhannya.
Aku memejamkan mataku, aku masih merasakan degup jantung Om Hans di depanku, dan aku rasakan desah napasnya yang lembut di wajahku.
“Belum saatnya aku melakukannya, Niken. Rasanya aku tidak konsekuen pada perjanjian itu,” ucap Om Hans.
“Aku gak butuh perjanjian, Om. Aku hanya ingin selingkuh, terserah ada atau tidak adanya perjanjian, jika Om Mau jadi selingkuhanku, silakan lakukan apa pun yang Om mau, aku tidak akan menuntut apa pun itu,” ucapku.
Dengan Om Hans atau siapa pun, aku memang berniat akan membalas suamiku dengan cara yang sama. Selingkuh, aku balas selingkuh. Enak saja aku disuruh diam? Kalau dia bisa melakukan dan menikmati milik orang lain kenapa aku tidak bisa? Aku juga harus bisa.
“Kau menggodaku, Niken? Jangan paksa aku untuk berbuat lebih!” ucapnya dengan napas memburu.
“Aku memang ingin lebih, sentuhlah aku, sebelum aku berubah pikiran. Aku bisa saja cari laki-laki lain untuk melakukannya, Om,” ucapku.
“Kenapa begitu?”
“Karena aku ingin membalas apa yang suamiku perbuat. Dia bisa merasakan milik perempuan lain, lantas apa salah kalau aku juga ingin merasakan milik laki-laki lain?” ucapku.
“Oh ... kau benar-benar membuat darahku mendidih, Niken!”
Om Hans menaikkan tubuhku ke atas meja yang ada di dalam ruangan milikku. Ia sedikit mengangkat kakiku, lalu mencumbuku dengan penuh gairah.
Om Hans membuka resleting depan gaunku, penutup dadaku yang berwarna merah terlihat sempurna di depan matanya. Ia kecupi leherku, lalu ia buka pengait penutup dadaku. Aku tidak peduli Om Hans begitu beringas menikmati kedua melon besarku yang masih padat dan berukuruan 40D itu. Om Hans me.nye.sap.nya dengan rakus, me.nyu.su bak bayi yang kelaparan.
“Kau pura-pura tidak mau menyentuhku, Om? Padahal sekali aku suguhkan dua melon import ini untukmu, kamu seperti bayi kelaparan,” ucapku terengah.
“Kau nakal sekali Niken, maukah kau menjadi Sugar Baby ku? Kau buat aku tidak bisa berkutik. Ini sungguh nikmat dan memabukkan, Niken Sayang. Suamimu bodoh sekali! Dia bodoh membuang kamu seperti ini!”
Tangan Om Hans menyentuh dan bermain pada benda kecil di dadaku, dan yang satunya menyentuh pahaku. Gaunku disingkapkan ke atas, hingga tangan Om Hans leluasa menyentuh area pahaku hingga pangkal pahaku.
“Om ... kau membuatku gila!”
“Niken ... kamu nakal sekali, Sayang?” ucapnya saat aku mencoba meremas miliknya yang sudah mengeras.
Ciuman Om Hans turun ke bawah, ia menciumi perutku yang buncit, aku malu, aku ini agak gendut, suamiku saja tidak pernah mencumbuku begini?
“Om ... jangan, aku malu,” ucapku.
“Kenapa, Honey?”
“Perutku buncit, aku gendutan, Om?”
Om Hans menatapku dengan tersenyum, ia mengecup bibirku lembut. “Kenapa malu? Jangan malu, aku gak menilai fisikmu? Aku mencintaimu, Niken Faradila,” ucapnya.
“Please ... aku malu, jangan lakukan itu, bahkan suamiku saja gak mau menyentuh bagian itu?” ucapku dengan merasakan mataku perih.
Sakit sekali saat mengingat perkataan suamiku, saat aku tanya, kenapa setiap kali bercinta tidak mau melakukan pemanasan dengan menyentuh bagian sensitifku dulu? Seperti dadaku, perut, dan bagian intiku. Dia bilang, bagian tubuhku itu tidak ada yang menarik.
“Kenapa nangis? Apa aku salah melakukan semua ini, Niken?”
“Tubuhku tidak cantik, tidak ada bagus-bagusnya, benar kata Mas Rey, aku ini gak ada menarik-menariknya. Maaf aku pulang saja, aku tidak mau begini, aku takut om kecewa setelah itu, aku bukan perempuan yang menarik, bukan perempuan yang bertubuh cantik. Maaf, sepertinya aku tidak ingin melanjutkan semua ini,” ucapku dengan sesekali mengusap air mataku.
“Itu Rey yang ngomong. Aku enggak, Niken!” tegasnya.
“Maaf, aku tidak bisa. Om dan Rey sama-sama pernah dengan Zahra, tentu apa yang Rey rasakan om juga merasakannya, Om,” ucapku.
Aku membenarkan bajuku, lalu aku pulang. Aku menangis sejadi-jadinya di dalam taksi. Aku yakin Om Hans pasti kecewa padaku.
Setuju bgt klo niken gk maafin lelaki model begitu