Merebut Cinta Suamimu

Amanda mendorong tubuh Reagan dengan kuat. Berharap ada jarak yang akan membentang di antara mereka, tapi tenaga Amanda tidak cukup untuk melakukan itu. Tangan Reagan masih saja setia melingkar di pinggangnya. Amanda kesal karena Reagan terus menciumnya secara tiba-tiba.

"Kau marah?" Reagan memperhatikan wajah Amanda yang cemberut. "Apa karena aku melakukannya terlalu cepat?" Reagan mengira Amanda kesal karena ia yang hanya mendaratkan ciuman sesaat.

Amanda mendengus, ia memutar bola mata malas dan masih enggan membalas tatapan Reagan.

"Lepaskan saya, Tuan. Waktu istirahat saya sudah hampir habis. Saya harus kembali bekerja."

Amanda merasa jika semakin lama dirinya berada di hadapan Reagan dengan sikap pria itu yang seperti ini, akan membuat Amanda benar-benar tenggelam dalam hubungan yang intens dan beresiko.

Jantung wanita itu bukan tak riuh, terus berdegup kencang setiap kali Reagan melakukan hal-hal yang mengejutkannya. Amanda tidak tahu sampai kapan ia mampu membentengi diri dan hati untuk tak jatuh dan terseret dalam arus pesona suami orang.

Amanda menutup mata, andai Reagan bukan suami Selena. Andai pria gagah yang ada di hadapannya ini belum menikah dan menjadi perjaka tua saja. Hal itu mungkin akan lebih mudah bagi dirinya.

"Apa yang sedang kau bayangkan? Kau ingin aku melakukannya lagi?" bisik Reagan karena melihat Amanda yang menutup mata.

Amanda membuka matanya. Ia langsung menatap pada Reagan dan cukup lama mengunci netra pria itu. Sesaat Amanda membiarkan pikiran dan hatinya bertikai. Sebelum akhirnya ia memberikan anggukan.

Reagan sedikit terkejut dengan perubahan sikap Amanda, ia tidak langsung memberikan apa yang seperti Amanda inginkan. Ia tatap netra itu silih berganti semakin dalam, seakan tengah mencari tahu ada apa dengan Amanda.

"Kau tidak ingin melakukannya?" tanya Amanda karena Reagan yang hanya diam dengan terus menatapnya. "Kalau begitu biarkan aku saja."

Setelah mengatakan hal itu, Amanda mendaratkan bibirnya pada bibir pria yang beberapa hari ini terus menguji kesabarannya. Wanita itu sampai perlu berjinjit karena tubuh Reagan yang lebih tinggi darinya. Amanda menutup mata untuk merasakan sensasinya, ia sempat merutuk di dalam hati. Ia sudah gila! Benar-benar sudah gila!

Reagan tetap diam, membiarkan Amanda melakukan apa yang wanita itu inginkan. Ia juga sempat kehilangan fokus sesaat karena ada sesuatu yang berhasil mengganggu pikirannya.

Namun Reagan kembali sadar ketika merasakan Amanda yang mulai menyesap pelan bibir bawahnya. Bibir wanita itu sampai bergetar, membuat Reagan tersenyum kecil di tengah ciuman amatir yang Amanda lakukan.

Reagan merasa gemas sendiri. Pria itu juga sudah terpancing hingga ia memutuskan untuk mengambil alih. Tangannya semakin merangkul pinggang Amanda , menarik pelan wanita itu agar lebih masuk ke dalam dekapannya. Reagan membalas sesapan yang Amanda lakukan, satu tangannya naik menahan tengkuk wanita itu dan memperdalam ciuman mereka.

Saling membalas, keduanya sama-sama menikmati. Amanda membuka mulutnya ketika Reagan menggigit kecil bibir wanita itu, memberikan akses pada Reagan agar lebih leluasa menelusupkan lidahnya untuk membelit lidah Amanda.

Amanda membuka mata di tengah ciuman mereka. Amanda merasa semakin terjebak dalam perasaannya bersama Reagan. Dan wanita itu memutuskan untuk tenggelam. Menikmati derasnya arus yang mengalir deras menghantam perasaan serta logikanya.

"Ternyata kau menyukai versi yang lebih panas," gumam Reagan seraya mengusap bibir Amanda yang basah karena perbuatannya.

"Enak saja!" Amanda tidak terima dengan tuduhan Reagan. "Aku hanya ingin menguji kemampuanmu."

"Wow! Begitukah? " Reagan semakin tersenyum lebar. Cara Amanda mengelak terlihat lucu di matanya. "Lalu bagaimana kemampuanku? Apa sekarang aku juga harus memperlihatkan skill ku yang lain?"

Dan Reagan semakin tersenyum saat mendapati Amanda yang mendelik tajam padanya. Pria itu juga terlihat senang karena Amanda kini sudah tak lagi bersikap formal.

Perhatian keduanya teralihkan saat ada yang mengetuk pintu ruang kerja Reagan. Pria itu beranjak menuju meja kerjanya untuk meraih remote, hingga pintu itu bisa terbuka oleh ia yang berada di luar ruangan.

Lucas terlihat masuk. Pria yang juga memiliki kedudukan penting di perusahaan itu seketika terkejut saat mendapati keberadaan Amanda di dalam ruang kerja Reagan.

Kau mengurungnya di sini? Lucas langsung melemparkan tatapan menyelidik pada sahabatnya itu. Tapi Reagan hanya membalasnya dengan senyuman, membuat Lucas menghela napas panjang.

"Ada apa? Kau mengganggu waktu istirahatku saja?" tanya Reagan seraya berjalan mengikuti Lucas yang sudah lebih dulu mengarah untuk duduk di sofa. "Duduklah di kursi kerjaku. Aku akan mengurusnya sebentar," tambah Reagan lagi pada Amanda ketika melewatinya.

Reagan duduk di sofa tunggal dan langsung menerima tablet yang Lucas berikan, namun pandangannya kembali terangkat ketika menyadari jika Amanda ternyata masih berdiri.

"Kenapa masih berdiri di sana? Kau tidak ingin duduk di kursi kerjaku? Ingin duduk di sini?" tanya Reagan dengan tangan yang sudah menepuk-nepuk pahanya sendiri.

Reagan terlihat biasa saja saat melemparkan pertanyaan itu. Berbeda jauh dengan ekspresi Amanda dan Lucas. Seluruh wajah Amanda bahkan sudah memerah, bukan karena terpesona, tapi wanita itu sungguh lah merasa malu. Ada Lucas di sana. Amanda langsung memalingkan wajahnya ketika Lucas menoleh. Rasanya untuk saat ini Amanda tidak ingin terlihat. Hingga saat ia mengingat sesuatu, Amanda langsung berbalik dan secepatnya menuju pintu, menghilang dari ruangan.

Reagan tertawa melihat tingkah konyol itu. Amanda pasti tidak tahan saat ia goda di depan Lucas.

"Kau sudah tidak waras!" kata Lucas. Ia menggeleng melihat apa yang Reagan lakukan terhadap Amanda di depannya. Pria itu menggoda karyawannya sendiri. Dan itu adalah seorang office girl.

Bukan Lucas menghina atau menganggap pekerjaan Amanda sebagai sesuatu yang rendah. Tapi Reagan, sahabatnya itu adalah pemilik perusahaan ini.

"Kau tidak lihat? Ekspresinya tadi sangat lucu, Luc."

Lucas menghela napas. "Jadi kau serius akan melibatkan dia dalam balas dendammu?" Mendengar pertanyaan itu membuat Reagan seketika menatap tajam pada Lucas. "Dia terlihat polos, Rey. Pikirkan lagi. Kau akan membuatnya dalam kesulitan saat menghadapi istrimu maupun keluarganya."