Aku sangka setelah kepulanganku dari tugas mengajar di Turki yang hampir 3 tahun lamanya akan berbuah manis, berhayal mendapat sambutan dari putraku yang kini sudah berusia 5 tahun. Namanya, Narendra Khalid Basalamah.
Namun apa yang terjadi, suamiku dengan teganya menciptakan surga kedua untuk wanita lain. Ya, Bagas Pangarep Basalamah orangnya. Dia pria yang sudah menikahiku 8 tahun lalu, mengucapkan janji sakral dihadapan ayahku, dan juga para saksi.
Masih seperti mimpi, yang kurasakan saat ini. Orang-orang disekitarku begitu tega menutupi semuanya dariku, disaat aku dengan bodohnya masih menganggap hubunganku baik-baik saja.
Bahkan, aku selalu meluangkan waktu sesibuk mungkin untuk bercengkrama dengan putraku. Aku tidak pernah melupakan tanggung jawabku sebagai sosok ibu ataupun istri untuk mereka. Namun yang kudapat hanyalah penghianatan.
Entah kuat atau tidak jika satu atap terbagi dua surga.
Perkenalkan namaku Aisyah Kartika, dan inilah kisahku.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Septi.sari, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 14
"Sayangnya, aku hanya tertarik pada tubuhmu, Melati! Hasratku akan membara jika kamu berada didekatku seperti saat ini!" suara Bisma semakin memberat seraya tanganya berhasil menyibak rambut melati, dan menghidup aroma ceruk leher sahabat kecilnya.
Melati sedikit menghindar dari godaan sahabatnya itu. Sementara Bisma, dia membelai wajah Melati dengan sebelah tanganya, karena satu tanganya dia gunakan untuk menarik pinggang ramping Melati.
"Puaskan aku malam ini sayang! Maka hidupmu akan aman bersama Bagas!" bisik Bisma disertai jilatan kecil diarea telinga Melati.
Mata Melati memejam kuat karena tidak kuat menahan tubuhnya yang sudah bergidik merinding. Dia hanya bisa pasrah saat Bisma melancarkan aksinya dengan memberikan tanda kepemilikan diarea leher dan juga kedua aset berharganya.
** **
Pukul 9 malam..
Bagas mengambil alih putranya untuk dia gendong, karena mereka sudah sampai dilobi aparteman miliknya.
Aisyah memalingkan wajah, saat wajah Bagas masuk kedalam untuk menganggak tubuh subur Narendra.
Bagas tersenyum simpul, karena sempat menghidup aroma parfum Aisyah. 'Ternyata Ara masih memakai parfum yang sama'
"Ayo turun!" seru Bagas meminta istrinya untuk turun, dengan satu tanganya mencengkal pintu mobil, agar sang istri dapat keluar dengan cepat.
Aisyah mencoba bersikap tenang, menatap sekilas suaminya lalu segera berjalan terlebih dahulu. Tidak ada yang berubah dari bangunan itu. Semua masih tertata rapi dan megah, seperti 5 tahun lalu yang dimana saat itu dirinya baru saja resmi di persunting oleh suaminya.
Banyaknya lampu gemerlap disekeliling taman bawah, dan juga beberapa pohon serta bunga-bunga bermekaran seolah sedang menyambut kedatanganya kembali.
Pintu terbuka dari dalam, seorang wanita setengah baya membukakan pintu untuk tuan rumah mereka, dengan tatapan begitu kagum saat pertama kali melihat Aisyah.
"Nyonya, tuan, aden... Ayok masuk! Biar saya saja yang bawakan nyonya!" seru mbak Inem sang pelayan.
Aisyah tersenyum lembut, "Salam kenal mbak, saya Aisyah. Jangan panggil nyonya, cukup non saja!" Aisyah menepuk pelan lengan Inem, karena pelayan itu hanya berjarak 10 tahun lebih tua darinya.
"Saya Inem non. Terserah non saja mau panggil saya apa," balas mbak Inem seraya tersenyum segan.
"Ya sudah, ayo sayang kita masuk!" sahut Bagas mencoba mencairkan obrolan kedua wanita didepanya dengan merengkuh pundak Aisyah.
Merasa canggung, Aisyah hanya mengangguk mencoba menghempaskan tangan Bagas, lalu berjalan lebih dulu masuk kedalam.
"Siapkan makan malam untuk untuk saya dan istri saya, mbak!" perintah Bagas, setelah Inem berhasil menutup kembali pintu apartemen tersebut.
"Baik tuan! Saya permisi dulu," Inem langsung bergegas kembali kebelakang untuk segera menyajikan makan malam, mengingat sejak siang tadi Bagas sama sekali belum menyentuh yang namanya nasi.
Aisyah masih ingat sekali dimana pintu kamarnya berada. Dosen cantik berjilbab maroon dengan paduan dress muslim senada itu mulai membuka pintu kamar dengan perlahan dan ucapan, Bismillah.
Kriett..
Masih seperti semula, dan tidak ada yang berubah sama sekali. Aroma kamar tersebut pun tak lepas dari indra penciuman Aisyah. Beberapa foto terpampang di dinding dan juga nakas, seolah menyambut kedatanganya kembali sebagai tuan rumah.
"Bagaimana sayang, sudah pas figuranya?" tanya Bagas setelah selesai memasang figura besar foto pernikahan mereka.
Aisyah yang baru saja keluar dari kamar mandi, sontak menatap takjub karena tidak menyangka jika Bagas telah menyiapkan semua untuknya.
"Terimakasih mas. Kau memang yang terbaik!" pekik Aisyah setelah berhasil memeluk tubuh suaminya, untuk mengungkapkan rasa bahagia karena Bagas begitu mencintainya.
"Kau tahu, memilikimu adalah salah satu doa yang aku langitkan sejak pertama kali mengenalmu!" gumamnya sembari mengusap kepala Aisyah dengan sayang.
Aisyah mendongak dengan tersenyum, "Aku juga bahagia mas bisa menikah denganmu. Semoga saja kamu selalu setia padaku. Kita hadapi sama-sama segala ujian yang datang!" katanya penuh harap.
Bagas hanya mengangguk seraya mencubit gemas hidup mancung istrinya, "Aku janji sayang! Aku tidak akan mengecewakanmu!"
Aisyah yang masih berdiri langsung tersadar dari lamunannya, saat Bagas baru saja menidurkan sang putra diatas ranjang. Pria dengan tinggi badan 185cm itu menghampiri sang istri yang tengah menatap lamat foto pernikahan mereka diatas nakas.
"Ayo kita makan malam terlebih dulu! Mbak Inem sudah menyiapkan makananya," seru Bagas mencoba mengalihkan perhatian istrinya.
"Aku sudah makan! Makanlah jika kamu ingin makan. Aku ingin membersihkan diri sebentar," tolak Aisyah seraya ingin beranjak dari hadapan suaminya.
Melihat ada pergerakan pada Aisyah, dengan cepat Bagas mencengkal pergelangan tangan istrinya itu. Tidak ada senyum diwajah cantik istrinya. Hening, satu kata yang tercipta didalam ruangan kamar tersebut.
Seolah dua insan yang dulu pernah memadu kasih didalam kamar itu, bagaikan mahkluk asing yang tidak pernah saling mengenal sebelumnya.
"Aku mohon Ara! Temani aku makan. Aku tahu sesakit apa hatimu. Tapi aku mohon, aku hanya membutuhkanmu disampingku saja!!" kata Bagas yang terdengar memilukan, dengan sorot mata memohon kepada istrinya. Namun hal tersebut rupanya tidak berlaku untuk hati Aisyah yang masih membeku.
"Rupanya kamu masih membutuhkan aku untuk berada disampingmu, mas?! Sangat terdengar begitu ambigu ditelingaku. Kenapa kamu tidak meminta istri keduamu yang selalu ada untukmu?!" Aisyah tersenyum kecut. "Jangan hanya aku mau mengikutimu datang kesini, kamu pikir aku sudah melupakan semuanya? Jangan harap mas!! Jika bukan karena putraku, aku tidak akan mau lagi menginjakkan kakiku dirumahmu!!" tandasnya dengan suara dingin. Dengan cepat dia menghempaskan tangan suaminya, lalu segera melanjutkan kembali tujuanya kekamar mandi.
Bagas hanya menghela nafas pasrah melihat perubahan sikap istrinya. Dia terduduk lesu diatas ranjang dengan mengacak kepalanya dengan kasar.
'Kau benar-benar bodoh Bagas!' jerit batinya yang merasa sesal telah memadu Aisyah secara diam-diam.
Sebelum bangkit dari duduknya, Bagas terlebih dahulu mengecek ponselnya, karena sejak didalam mobil tadi ponselnya tidak henti berdering.
"Mbok Yem? Ada apa ya?!" gumamnya. Setelah itu, dia segera menghubungi kepala pelayan tersebut, untuk mencari tahu ada apa yang sebenarnya.
Panggilan terjawab, mbok Yem langsung menceritakan apa yang tadi dia lihat kepada tuan mudanya.
"Ah ya, baik mbok terimakasih infonya. Kalau begitu saya tutup dulu."
Bagas bangkit dengan wajah menahan geram. Dia masih terpikir dengan ucapan wanita tua beberapa detik lalu.
'Kurang ajar! Kemana Melati malam-malam seperti ini?!'
Bagas lalu melangkahkan kakinya menuju balkon, mencoba untuk menghubungi istri keduanya, Melati.
Sudah beberapa kali Bagas melakukan panggilan, tidak satupun terjawab dari istri keduanya itu. Entah apa yang dirasakan Bagas saat ini. Wajahnya begitu gusar, seoalah kekhawatiran sedang menguasai dirinya.
Aisyah yang baru saja keluar dari kamar mandi, langsung mengernyit saat melihat pintu pembatas antara kamar dengan balkon terbuka.
"Hallo bu.. Apa Melati sudah pulang? Mbok Yem tadi melihat dia sedang pergi!" tanya Bagas disebrang telfon kepada sang ibu.
"Mungkin Melati pergi dengan teman-temanya, Bagas! Dia merasa bosan karena kamu nggak pernah pulang kerumah! Ingat Bagas, Melati juga istrimu. Dia yang sudah mengorbankan dirinya untuk selalu menemani putramu. Melati juga butuh perhatian dan kasih sayangmu! Lebih baik kamu cari saja kemana perginya!! Sudah ibu tutup dulu, kamu ganggu malam-malam begini."
Panggilan terputus, dan Bagas masih berdiri disana dengan ponsel yang sejak tadi dia genggam.
'Rupanya kamu mencari Melati, mas? Baru semalam dia pergi saja, kamu sudah kalang kabut. Bagaimana jika Melati yang pergi bahkan bertahun-tahun lamanya, mungkin kamu bisa gila' apa yang terucap dari batinya tidak hanya pertanyaan semata, melainkan pernyataan yang baru saja dia dengar sebenarnya.
Tatapan mereka bertemu, disaat Bagas berhasil membalikan badan ingin beranjak dari tempatnya. Aisyah sontak memalingkan wajah dan langsung berjalan begitu saja.
"Ara...aku akan keluar sebentar! Kalau kamu ingin istrirahat, tidurlah!! Aku hanya sebentar. Ada yang ingin kamu pesan? Nanti biar aku bawakan," seru Bagas disaat dia berhasil mengikuti langkah Aisyah.
Aisyah yang sudah bersiap-siap akan tidur, hanya menggelengkan kepala sekilas. Lalu segera menarik selimut dengan menghadap kearah putranya.
Pukul 10 malam..
Bagas langsung segera beranjak keluar, tanpa makan malam terlebih dahulu. Dia benar-benar bingung terhadap perasaanya.
Selama didalam mobil, dia tak henti-hentinya memikirkan kemana istri keduanya itu pergi. Bagas pun tidak menyangka akan sepanik ini disaat mendengar Melati pergi sendiri tanpa dirinya. Seharusnya dia sudah bahagia dan tenang, karena Aisyah sudah berada satu atap kembali denganya. Lantas, kenapa perasaanya tidak setenang itu. Entahlah..
** **
"Aku sudah menuruti semua keinginanmu Bisma! Sekarang biarkan aku pulang. Aku tidak ingin mas Bagas tahu dengan semua ini!"
Melati mulai merapikan pakaiannya dan segera menyambar tas mewah miliknya, untuk segera keluar dari tempat itu.
Sebelum beranjak, Bisma segera bangkit dari tidurnya dan langsung menarik lengan Melati dengan cepat.
"Apa lagi?" geram Melati.
"Kau akan pulang dengan pakaianmu seperti ini? Bagaimana jika orang rumahmu pada curiga, termasuk mertuamu?!" Bisma segera berjalan menuju meja untuk mengambil sebuah paperbag coklat, "Ini, gantilah pakaianmu! Aku tidak ingin Bagas curiga dengan penampilanmu." diserahkannya paperbag tersebut ketangan Melati.
Melati tidak pernah terpikir akan hal itu. Dengan cepat dia menyaut paperbag tersebut, dan langsung segera mengganti dress ketatnya.
Dan setelah selesai, tanpa mengucapkan sepatah kata apapun, Melati langsung bergegas keluar begitu saja.
'Aku sangat mencintaimu, Melati! Aku akan rebut kamu dari Bagas!'