Pembaca baru, mending langsung baca bab 2 ya. Walaupun ini buku kedua, saya mencoba membuat tidak membingungkan para pembaca baru. thanks.
Prolog...
Malam itu, tanpa aku sadari, ada seseorang yang mengikuti ku dari belakang.
Lalu, di suatu jalan yang gelap, dan tersembunyi dari hiruk-pikuk keramaian kota. Orang yang mengikuti ku tiba-tiba saja menghujamkan pisau tepat di kepalaku.
Dan, matilah aku.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ady Irawan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 14. Misteri Dibalik Hilangnya Naya. 7
"Benar Pak RT! Kami menemukan mayat!" teriak Udin ketika kami sedang melaporkan penemuan mayat di kali Gimun.
"Awas kalau kalian bohong! Tak kucel raimu!!" Jawab Pak RT.
Yang melaporkan ke pak RT adalah aku dan Udin, karena kami satu RT. Sedangkan Dika Angga dan Lenny, mereka aku suruh menunggu di rumahnya Udin.
Mereka ternyata menunggu kami di halaman rumah Udin. Terlihat kalau Lenny benar benar syok, wajahnya sangat pucat pasi, dan sekujur tubuhnya gemetar hebat. Tapi, sepertinya tidak hanya Lenny saja. Dika sepertinya benar benar mau pingsan, tatapan matanya sudah kosong, dan mulutnya terbuka lebar. Dia juga tidak merespon ketika kami telah datang menghampiri mereka. Sedangkan Angga, dia dia baik baik saja, walaupun terlihat sedikit pucat.
"Sini Pak RT." Kata ku. Aku sekarang memimpin langkah kaki menuju kali Gimun. Disana sudah ramai orang orang. Dari kedua orang tuanya Udin, kedua orang tuanya Angga plus Mbak Mega dan Ayu? Oi, ngapain bocil itu ada di sana? Lalu ada puluhan orang yang tidak aku ketahui namanya.
"Minggir minggir!!" teriak Pak RT ketika kami menerobos kerumunan orang orang itu. "Allahu Akbar!!" Pekik Pak RT ketika dia melihat kondisi mayat yang tergantung di salah satu dahan pohon nangka raksasa itu. "Apakah sudah ada yang menghubungi polisi? Tidak ada? Waduh!! Apakah ada orang yang di rumahnya ada telepon? Ga ada? Ya Allah. Piye Iki jal?"
"Aku punya Handphone Pak. Mau pakai?" tanyaku.
"Mana! Sini! Mana!" dia merebut handphone ku, lali dia tercengang dengan apa yang dia pegang. "Buju buset! Handphone sultan, Cok! Dari mana kamu dapat barang semewah ini? Pak Jatmiko? Jatmiko pemilik rumah tua ini kan? Sekarang dia ada di mana?"
"Kayaknya masih berada di Jember deh. Dia masih ada urusan. Sudahlah, cepat panggil Pak polisi!"
Nex
"Benar Pak polisi! Ada mayat tergantung di pohon!" Kata Pak RT. Dia sedang menelpon kantor polisi yang bebas biaya. "Kondisi mayatnya? Waduh, saya tidak bisa memastikannya. Soalnya mayatnya tergantung cukup tinggi. Dan kami juga tidak berani menurunkannya sendiri. Ho'oh Pak. Eng... Perempuan Pak. Umurnya? Engga tau lah. Kan tergantung di pohon. Ok, baik pak. kami tunggu di TKP. Baik, akan aku usahakan agar tidak ada orang yang mendekati pohon itu. Siyap. Waalikumsalam."
Pak RT menyerahkan Handphone milikku. Lalu dia menyuruh orang orang yang berkerumun agar sedikit menjauh dari TKP.
Aku mencari teman teman. Sepertinya Mereka tidak ada yang kembali ke TKP. Lalu, saat pandanganku tertuju ke Ayu Karisma. Dia langsung melambaikan tangannya. Aku membalas lambaian tangannya. Dia lantas berlari menghampiri aku. "Mas Riyono. Apa kabar pagi ini?"
"Kamu ini ya? Kok bisa bisanya sih datang ke tempat yang menyeramkan begini?" aku mengomelinya. Dia langsung cemberut. "Kabar hari ini suram. Karena aku dan Kakakmu lah yang pertama kali menemukan mayat itu. Kamu tidak takut?"
"Engga. Kan rame rame." jawab Ayu sambil melihat ke sekelilingnya. "Ya kan?"
"Benar juga sih. Sudah, sana pulang. Ini bukan tempatnya anak kecil bermain."
"Aaah. Mas Riyono! Kok ngomeli Ayu sih?"
"Mas Riyono? Temennya Angga kan?" Ibu ibu yang aku kenal sebagai ibunya Angga menghampiri aku dan Ayu.
"Iya Bu Yayang." Yayang itu namanya lho ya. Jangan salah paham. Tak gites kalian.
"Angga mana?"
"Oh, sepertinya Angga ada di depan rumahnya Udin."
"Em. Ya sudah, ajak Ayu ke tempatnya Angga ya?"
"Iya Bu Yayang. Tuh, dengerin. Ayok kita pergi dari sini." Ayu cemberut saat aku mengajaknya pergi dari TKP. "Ayoo.." aku meraih tangannya dan menuntunnya pergi.
Nex
"Jadi? Kalian yang menemukan mayat wanita itu?" Pak polisi berkumis lebat menghampiriku. Di dekatku ada Udin, Angga, Dika, Lenny dan Ayu. Ayu langsung nagis kejer saat melihat wajah polisi yang angker itu. "Eh, lololo. Kok nangis?"
"Makanya, kalau berbicara sama anak kecil itu pakai senyum." sahut Bu polwan yang ada di sampingnya.
"Lho, aku senyum kok. Nih. Hihihi..." kumis Pak polisi itu bergerak gerak layaknya ulat bulu, sehingga mengundang tawa kami. Yah, walaupun tawa kami terdengar aneh karena masih syok dengan penemuan kami. "Adik kecil, Jangan nangis ya. Nih, Pak pol ga akan makan kamu kok." dan makin kejer lah Ayu kalau menangis.
Nex
"Ehem!! Jadi, gimana kronologi penemuan mayat itu?" Pak polisi tadi menanyaiku, saat ini kami di pisah untuk di tanyain macam segala macam pertanyaan.
Tentu saja, aku menceritakannya seperti yang ada di bab sebelumnya.
"Heem. Kamu tahu mayat siapa itu?" tanya Pak pol itu lagi.
"Engga Pak. Saya tidak tahu. Dari nama hingga dia tinggal di mananya saya sama sekali tidak tahu menahu." jawabku.
"Menurutmu, siapakah dia?"
Aku mengangkat bahu sebagai jawabannya.
"Baiklah, untuk sementara ini cuma itu saja yang bisa aku tanyakan. Kalau ada pertanyaan lagi, apakah dik Riyono mau memberikan jawaban lagi?"
"Siap Pak, saya berkenan. Saya tunggu pertanyaan berikutnya."
Setelah itu, Pak pol itu berbicara dengan teman temannya. Memeriksa lokasi penemuan mayat. Lalu, sekitar jam sembilan pagi. Pak Nur, si wali kelasku datang ke TKP. Dia menanyakan perihal apa yang membuatku dan yang lain tidak masuk sekolah.
"Eeh? Kalian menemukan mayat?" dan Pak Nur pun kepo dengan apa yang aku ceritakan, lalu melesat ke arah kali Gimun.
Setengah jamnya lagi, Pak pol tadi kembali kepadaku dan menanyakan berbagai pertanyaan lagi. "Mayat itu di perkirakan sudah meninggal sekitar lima hari yang lalu."
"Lima hari yang lalu? Dan baru tadi pagi ini kami temukan? Aneh." kataku.
"Apanya yang aneh?" Pak pol bertanya seperti itu.
"Kemarin dan kemarin lusa dan lusanya lagi saya bolak balik ke kali Gimun ini. Dan tidak melihat ada mayat wanita itu sebelumnya."
"Apa? Serius? Punya bukti? Mana?" aku menyerahkan handphone Nokimen N93i ku dan menunjukkan video video yang aku rekam di hari hari sebelumnya. "Heemm. Baik, boleh aku pinjam handphone ini untuk barang bukti?"
"Lho? Lho? Kok bisa?"
"Biar kami periksa lagi video ini di kantor polisi. Biar ahli nya yang memeriksanya."
"Lho. Lho. Lhooo!!!"
"Waduh, kamu keberatan ya?"
"Ya iya lah Pak. Terus saya harus gimana kalau tidak ada handphone itu?"
"Ya sudah, video nya tak blutut saja ke handphone bawahan ku." Lima belas kemudian. "Nih, tak balikin handphone nya. Eh, jangan pergi dulu. Ada beberapa pertanyaan lagi nih."
"Lho? Apa lagi toh? Kayaknya pertanyaannya dari tadi cuma itu itu saja. Dan saya pun menjawabnya berulang kali." aku mau beranjak pulang karena sudah mulai merasakan lapar.
"Pemilik rumah tua itu, kata seseorang kamu mengenalnya. Nama dia siapa? Tinggal di mana saat ini? Dan dia sekarang berada di mana?"
"Namanya Pak Jatmiko. Saat ini, ketika dia berada di malang, dia tinggal di rumahku. Saat ini dia ke Jember karena urusan jual beli rumah."
"Rumah besar itu milik dia kan?" Pak pol itu menunjuk nunjuk ke rumah yang beberapa kali aku explore itu. "Kenapa dia harus tinggal di rumahmu?"
Aku menceritakan tentang bayangan hitam yang muncul dan hilang secara misterius. Dia tidak percaya dan dia malah tertawa terbahak.
"Di rekaman video handycam teman saya ada buktinya." kata kataku langsung membuatnya terdiam. Lalu, aku menyebut nama Angga. Ketika aku menyebut nama Angga, Pak pol itu memerintah temannya untuk memanggil Angga.
Dan singkat cerita, Angga menunjukkan rekaman tersebut. Kalo ini, kami sudah berada di rumahku, melihat rekaman video di handycam milik Angga. Aku Angga dan yang lain sudah tidak di pisah pisah lagi saat di mintai keterangan. Angga begitu antusias ketika memperlihatkan video tersebut, dia menunjuk nunjuk ke bayangan samar yang ada di dalam sana.
Lalu, entah ini sudah ikatan takdir atau bagaimana. Pak Jatmiko muncul entah darimana. Dan dia pun langsung di interogasi oleh Pak pol berkumis tebal itu. Dan di pastikan, mayat wanita yang kami temukan itu adalah Naya Rivera istri beliau.
Nex
Beberapa jam kemudian. Pak Jatmiko di borgol dan di gelandangan ke kantor polisi.
"Semua bukti telah menunjukkan bahwa dia adalah pelakunya." kata Pak pol berkumis kepada kami.
"Lho? Bukan bunuh diri atau semacamnya?" tanya Angga.
"Bukan. Ada bekas cekikan tangan di leher korban. Dan dengan mempertimbangkan segala sesuatunya. Semua bukti menunjukkan bahwa Pak Jatmiko adalah pelaku pembunuhannya. Ada salah satu dahan pohon yang menyeruak ke balkon rumah dia. Dan hanya dia yang memegang kunci rumah tersebut. Lalu..."
"Saya punya cadangannya! Lalu, Pak Jatmiko sudah hampir seminggu ini pergi ke Jember." protes ku.
"Apakah ada bukti kalau dia benar benar pergi ke Jember?" dan pertanyaan itu tidak bisa aku jawab. "Perihal kunci cadangan. Ok aku terkejut, kalau pun kamu pelakunya, itu mustahil karena dengan badan sekurus dirimu tidak akan mungkin bisa mengangkat tubuh mayat korban. Dan, menurut orang yang pernah bekerja di rumah itu juga memberikan kesaksian bahwa lima tahun yang lalu, tersangka dan korban pernah cekcok hebat."
"Siapa yang memberikan kesaksian itu?"
"Maaf, kami tidak bisa memberi tahu itu. Baik, karena kasus ini sudah clear, jadi kami permisi."