Salahkah jika aku penasaran dengan yang namanya cinta dan kasih sayang? Salahkah jika aku sangat haus akan dua rasa itu? Sebenarnya, apa itu kasih sayang? Apa itu cinta?
Disinilah aku, tinggal sebagai seorang keponakan, sepupu, serta orang asing dalam keluarga paman yang sangat membenci kehadiranku. Berbagai cacian, siksaan, serta hinaan, semuanya aku terima. Sampai dimana... dia datang. Tiba-tiba saja, tangannya terulur, membawaku entah kemana dengan kata-katanya yang begitu hangat namun menakutkan.
"Jika kamu sangat ingin merasakan cinta dan kasih sayang, mari kita buat bersama. Mulai sekarang, sampai selamanya... akulah tempatmu untuk pulang."- Adam.
"Jika Anda benar-benar rumah saya, izinkan saya untuk selalu pulang dalam dekapan Anda. Saya mohon, jadilah rumah untuk tempat saya pulang, Tuan Adam."- Ayna.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Wawawiee, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 14 Kembalinya Memori Lalu
***
POV Ayna
Sakit, sakit sekali rasanya. Kenapa Tuan melakukan ini kepadaku? Kenapa juga tubuhku sendiri... Seakan menikmati kesakitan ini? Aku sudah tidak dapat berpikir normal, sulit. Aku tidak tahu harus bagaimana, karena tenaga Tuan sangat kuat dan jika aku melawan, kaki kananku yang akan jadi taruhannya atau yang lebih parah... Aku akan dikembalikan ke rumah paman.
Aku tidak mau, tidak mau penderitaanku bermula lagi. Padahal selama tinggal dn bekerja disini, aku baru merasakan yang namanya kehangatan, kenyamanan... Serta kasih sayang. Tapi kali ini, aku baru merasakan yang namanya penderitaan yang sangat kotor.
Salah, ini sangat salah. Aku hanya seorang pembantu dan Tuan Adam adalah majikanku. Ini... Sama dengan hubungan terlarang antara majikan dan pembantunya, apalagi kami bukan pasangan sah. Apa kata kekasihnya bahkan keluarganya kalau... Tuan sudah berbuat demikian kepada pembantu seperti diriku?
Pada akhirnya, aku kehilangan kesadaran setelah melakukan perbuatan berdosa itu. Sebelum aku benar-benar kehilangan kesadaran, aku merasakan ada sesuatu yang hangat yang melesat masuk ke dalam diriku. Itu... Sangat hangat. Sehangat pelukan Tuan dan elusan lembut di kepalaku. Apa ini? Kenapa rasanya... Aku ingin merasakan kehangatan seperti ini lagi?
Aku... Sudah benar-benar gila sekarang. Semakin berpikir yang tidak-tidak dan semakin menginginkan kehangatan yang diinginkan dari Tuan Adam. Dan di saat aku tak sadarkan diri, aku bermimpi aneh. Aku berada di ruangan serba hitam, seperti tempo lalu. Tubuh kurusku kulangkahkan tanpa arah. Aku harus bangun...
"Ayna... Ayna gadis kecilku..."
Tuan Adam? Itu suara Tuan Adam!
"Tuan Adam!"
"Tuan dimana?! Tolong sayaaa?!"
Aku berteriak parau, meminta pertolongan dari majikanku.
"Kenapa masih saja memanggilku sebutan Tuan? Padahal kamu tadi memanggilku sebutan kakak... Kenapa?"
Suara Tuan... Seperti semakin mendekat tapi juga semakin menjauh. Dimana? Anda dimana? Saya... Butuh Anda... Tolonglah...
SHIIIINNGGG
"S-Silau..."
Tiba-tiba, secerca cahaya menyinari di depanku dan begitu menyilaukan sampai aku menutup kedua mataku. Sampai cahaya itu tidak silau lagi, barulah aku ada di sebuah tempat seperti... Taman mungkin? Juga ada sebuah danau yang begitu jernih airnya.
"Dimana..."
"Hihihi... Kak Adaaammmm!"
DEG
Gadis itu lagi. Ya, gadis kecil yang tiba-tiba muncul di kepalaku, sekarang aku bisa melihatnya dengan jelas walaupun wajahnya tidak terlihat.
Ia berlari menuju ke arah pria muda yang sedang duduk di bawah pohon tatebuya. Saat gadis kecil itu memanggilnya, ia mendongakkan kepalanya dan berdiri seakan menyambut kedatangan gadis kecil itu. Pria itu... Sangat mirip dengan Tuan Adam.
"Ayna. Kemarilah."
Ha? Ayna?
"Kak, kakak. Kakak tahu ngga? Ayna dapat nilai 100 di ujian matematika!"
"Woaaahh, hebat sekali kamu! Bangga aku mendengarnya! Ya sudah, sebagai hadiah atas usaha kerasmu, ayo kakak berikan es krim stroberi kesukaanmu."
"Yeeyyy! Makasih kak!"
Tidak, tidak mungkin. Wajah gadis itu... Terpampang jelas di mataku. Ia sangat mirip denganku. Jangan-jangan... Dia...
NYUUTTT
"A-Akkkhh sakiittt... Kepalaku... Sakiiittt..."
Tiba-tiba, kepalaku berdenyut sakit bahkan jauh lebih parah daripada sebelum-sebelumnya.
"Ayna..."
"Kak Adam!"
"Kak, ayo bermain!"
"Mau beli es krim?"
"Ayo kita makan bersama, gadis kecil."
Penglihatan itu.... Potongan penglihatan itu... Aku ingat. Aku ingat semuanya! Gadis kecil berpita merah itu... Dia adalah aku. Ayna Alisha Renjana. Gadis kecil itu... Adalah aku!
Pria muda yang selalu bermain denganku sejak dulu... Adalah satu-satunya teman yang kupunya, orang yang sudah kuanggap sebagai kakakku sendiri. Jadi... Majikanku adalah... Kak Adam? Kakak...
"Hiks... Kenapa aku baru ingat sekarang? kenapa aku sejahat itu... Hiks... Kenapa aku begitu jahat ngga ingat kakak? Kakaakk... Hiks... Kak Adam... Huhuhu..."
END POV Ayna
***
"Kakak..."
Kembali ke masa nyata, dalam tidurnya Ayna menangis. Air mata tak henti-hentinya keluar bahkan Adam yang ada di sampingnya pun sudah berkali-kali mencoba membangunkan Ayna.
"Gadis kecil... Ayna... Bangun. Sayangku..."
Adam terbangun saat mendengar rintihan Ayna dan terkejut saat Ayna menyebut namanya dengan sebutan kakak dan kak Adam.
"Kenapa ini? Padahal tubuhnya ngga panas lagi..."
Di tengah-tengah kepanikannya itu, tiba-tiba Ayna membuka matanya. Tepat di depan kedua matanya, ia disambut oleh mata Adam yang menatapnya khawatir.
"Ayna. Kamu ngga apa-apa? Ada yang sakit? Ah, apa yang tadi-... Ughhhh!"
BRUK
"Huwaaaaa kakaaakkk..."
"Ha? K-Kenapa denganmu Ayna? Kamu bermimpi buruk?" tanya Adam lembut.
"Hiks... Kak Adam... Maafkan Ayna... Maafkan Ayna... Ayna sudah hiks... menyakiti hati kakak... Padahal hiks... Padahal kakak sangat menanti Ayna... Ayna jahat huwaaaa..."
'Kenapa dengannya? Sebentar... Jangan bilang...'
Sadar akan perkataannya, Adam langsung melepaskan pelukan Ayna dan menatap wanita itu lekat-lekat.
"Kamu... Kamu sudah ingat denganku?" tanya Adam penuh harap.
Ayna mengangguk, menjawab pertanyaan Adam dengan perasaan lega dan juga bersalah.
BRUKK
"K-Kak..."
"Syukurlah... Syukurlah kalau kamu sudah ingat, Ayna. Aku... Aku senang sekali..."
Adam yang kali ini memeluk Ayna dengan erat. Setitik air mata menetes dari mata hitam legam nya, ia lega karena gadis kecilnya sudah ingat. Memori indah yang lalu sudah teringat di ingatan Ayna.
"Kakakkk..."
Keduanya menangis. Cukup lama sampai Adam kembali melepas pelukannya dan menatap Ayna lagi. Tangan beruratnya mengelus pipi Ayna, seperti dulu lagi.
"Banyak yang mau kukatakan padamu, Ayna. Tapi aku menunggumu buat mengingatku dan aku rasa... sekarang tepat pada waktunya." ucap Adam lembut.
"Ayna juga banyak yang mau tanya ke kakak. Banyak sekali sampai... Ada yang lupa beberapa..." cicit Ayna.
"Hahaha. Bisa dibahas nantinya. Tapi sebelum itu, kita mandi dulu."
"Mandi?"
mendengar kata mandi, barulah Ayna sadar apa yang sudah terjadi. Tubuhnya tak tertempel sedikitpun benang. Bahkan bagian-bagian pribadinya terpampang jelas di mata. Wajah Ayna memerah, teringat apa yang sudah dia lakukan bersama Adam.
"M-Maaf kak... Maafkan Ayna... S-Saya-... Aduh sshhh..."
"Ayna!"
Di saat ia menjauh dari Adam di atas ranjang itu, kesalahan besar baginya. Sejengkal ia menyeret tubuhnya, Ayna mengerang kesakitan. Ia memegang bagian bawahnya yang terasa perih dan ngilu.
'Tapi... Kenapa rasanya geli juga? Hah, mikir apa kamu Ayna?!'
SREETT
"K-Kak!"
Dengan sigap, Adam menggendong Ayna menuju ke kamar mandi yang ada di kamar Ayna sendiri.
"Ssttt diam dulu. biar aku yang mandikan kamu."
"T-Tapi..."
"Aku yang akan mempertanggung jawabkan semuanya atas apa yang terjadi beberapa jam yang lalu. Aku tahu aku salah, makanya aku akan bertanggung jawab, gadis kecil. Kita akan menikah."
"Heeeee? M-Menikah? Menikah? S-Saya dengan... K-Kak Adam?" saking terkejutnya, Ayna berteriak tak karuan di dalam kamar mandi.
"Kenapa? Kamu ngga mau?"
"Nggaaaaa! Bukan ituuu! S-Saya mau, saya mauuu! Saya mau tinggal bersama kakakkk!"
Adam terkekeh mendengarnya. Padahal hanya bergurau sedikit malah membuat Ayna panik tak karuan.
'Aiihh, sepertinya akan sia-sia saja kalau aku mengurungnya di kamar ini, padahal rencanaku begitu. Malah dia pengen bersamaku, baguslah. Tinggal rencana ke depannya buat mempersiapkan ini itu. Kupikir, aku harus mengajaknya ke kakek dan nenek. Sudah pasti itu orang dua bakal kegirangan ketemu lagi dengan Ayna.'
Sembari menyirami tubuh ringkih Ayna, Adam berpikir untuk mengajaknya ke rumah Chairul dan Tiana. Sudah pasti mereka bertiga saling merindukan.
'Dan aku juga bakal minta restu ke mereka buat menikahi Ayna. Ngga mungkin juga mereka akan menolak kan?'
***
Malam sudahpun hadir. Langit-langit hitam yang bertaburkan rasi bintang nampak begitu indah dipandang. Di rumah mewah itu tepat di atas balkon, Adam dan Ayna bersantai sembari menikmati kue coklat stroberi yang Adam belikan untuk Ayna. Betapa lahapnya wanita itu makan kue pemberian Adam, karena kue itu adalah kue kesukaan Ayna.
"Enak?" tanya Adam gemas.
"Sangaatt..." jawab Ayna yang puas akan rasa kue coklat stroberi.
"Aku tahu ini kue kesukaanmu. Separuhnya saja bisa kamu habisi ya, hehehe..."
Ayna hanya tersipu malu mendengarnya. Yaahh memang itu kue kesukaannya, jadi kalau disuruh menghabiskan satu loyang full, ia siap.
"Kak Adam."
"Iya?"
"Itu... Sewaktu kakak menyelamatkan saya di gudang, kok kakak tahu saya ada disana? Apa ada yang kasih tahu informasi begitu atau bagaimana?"
Adam tersenyum. Ia menarik pinggang ramping Ayna untuk mendekat kepadanya.
"Ayna. Besok ikut denganku. Kamu akan tahu jawabannya." ucap Adam.
"Hm? Kemana?"
"Ikut saja. Kujamin, kamu pasti akan bahagia. sekaligus, kita akan membicarakan pernikahan kita. Oh ya, kamu mau gaun pernikahan yang seperti apa?"
"Gaun? S-Saya... Ngga tahu gaun model apa yang cantik kak. Tapi... Ayna ingat apa kata nenek Tiana semasa di rumah paman. Kalau menikah nanti, gaun yang cocok buatmu itu yang simpel, ngga menyusahkan kalau buat jalan, juga yang anggun gitu. Tapi... Ngga tahu seperti apa maksud modelnya, soalnya kaki saya..."
Adam langsung mengangguk paham. Ia mengelus kaki kanan Ayna dengan lembut. Memang tidak mudah untuk mencari model gaun pernikahan yang anggun, simpel tapi nyaman untuk Ayna apalagi untuk menyesuaikan dengan keadaan kakinya itu.
'Sebentar... Nenek sampai bilang begitu ke Ayna, apa jangan-jangan mau menjodohkan aku dengannya? Nenek... You are the best!'
"Kak Adam?"
"Ekhem. Sudah ada gambarannya di kepalaku. Setelah kamu bertemu dengan mereka besok, aku akan meminta kawanku yang kebetulan seorang desainer buat rekomendasinya." ucap Adam.
"T-Tapi..."
"Masalah harga tenang. Aku yang bayar." Adam memotong ucapan Ayna, ia sudah menduga kalau wanita tercintanya akan menanyakan masalah harga.
"L-Lalu..."
"Keluarga pamanmu juga ngga akan diundang, tenang saja. Kamu bisa bernafas dengan nyaman." potong Adam lagi.
Sudah habis Ayna dibungkam oleh Adam. Semua keraguannya langsung dijawab oleh Adam seorang.
"Huh. Padahal saya cuma pingin angkat bicara doang, tapi keburu dijawab." gerutu Ayna, sampai menggembungkan pipinya. Ia merajuk.
"Soalnya semua pertanyaan mu sudah tertulis di kepalamu ya." karena geram pula, Adam mencubit kedua pipi Ayna sampai ia kesakitan.
"Huweeee kaaaakkk... Swhaaakiiiittt, phipikuuu hhaabbhiiisss..."
***
Keesokannya, sesuai yang dijanjikan Adam, pria itu mengajak Ayna ke suatu tempat yang dijanjikan. Padahal mereka tidak janjian untuk menentukan outfit, ternyata warna pakaian yang dikenakan sama. Adam dengan turtleneck hitam lengan panjang dan celana hitam, sedangkan Ayna dengan baju lolita hitam selutut berpita hitam, lengan putih panjang, serta tak lupa stocking putih sepaha.
"Hmm. Not bad, tapi kurasa ada yang kurang.* Adam melihat penampilan Ayna dan ia merasa puas juga merasa kurang.
"Eh? Apa kurang cocok?" tanya Ayna.
"Bukan. Kesinikan kepalamu."
Adam mengeluarkan sesuatu dari gantungan topinya dan ternyata, itu topi baret hitam.
"Sip. Sekarang sudah lebih dari lumayan." puji Adam.
Ayna meraba topi itu dan ia langsung menebak harga benda itu.
'Mahal. Barang mahal.'
"Ya sudah. Ngga ada yang ketinggalan kan? Apa rasa di... Bawahmu masih sakit?"
"Ngga kak, yaaa sudah ngga sakit banget tapi masih bisa buat jalan hehehe..."
'Nggaaa, aku bohong. Rasanya masih ngilu huhuhu, tapi aneh juga. Masa ngilu campur geli?' batin Ayna bohong.
"Okelah. Ayo." Adam menggandeng tangan Ayna menuju ke mobil hitam yang terparkir di garasi.
Tak lama, mobil keluar dari rumah dan melaju menuju jalan raya besar. Saat baru keluar dari perumahan tempat tinggal Adam, Ayna baru sadar jika perumahan itu seperti jarang penduduk yang terlihat. Rumah-rumah pun berjarak berjauhan dan rata-rata juga hanya beberapa yang ditempati. Pepohonan besar juga berjalaran di sekitar.
'Ini... beneran wilayah perumahan elit atau perumahan angker? Kok ya jarang-jarang yang nempatinnya? Itupun aku lihat ada berapa yang nempatin rumah-rumah itu, bisa dihitung jari pula. Tanya nanti deh ke Kak Adam lalu ingat.'
sepanjang perjalanan, tidak ada yang membuka pembicaraan santai dari mereka berdua karena fokus dengan urusan masing-masing. Adam fokus dengan menyetirnya, Ayna fokus dengan pemandangan di sekitarnya.
Akhirnya, mobil sampai di sebuah mansion besar serba putih dan coklat muda. Bahkan, pagarnya begitu tinggi dan dijaga oleh beberapa bodyguard. Melihat mobil Adam datang, para bodyguard itu memberi hormat.
"Heh? K-Kenapa mereka beri hormat kak? M-Masa kayak presiden saja. Kok begitu?" ucap Ayna panik.
"Aih. Memang begitu, gadis kecil. Lagipula yang tinggal disini juga jabatannya jauh lebih tinggi dariku. Tapi tenang saja, mereka ngga mengigit." jawab Adam santai.
"Jabatan... Jadi masih ada yang lebih tinggi dari jabatan kakak sebagai CEO? Saya kira CEO sudah yang paling tinggi."
"Ngga. Masih ada yang lebih tinggi lagi, namanya komisaris atau bisa disebut pengawas perusahaan, disebut juga pemilik perusahaan." jelas Adam lagi.
"Ooooo..." Ayna langsung paham kemana arah jawaban Adam. Ternyata, Adam mengajaknya ke kerabatnya yang ternyata pemilik perusahaan.
Kalau dikira kedua orang tuanya juga tidak mungkin, karena kedua orang tua Adam sudah meninggal lama.
'Mungkin pamannya kakak? Pokoknya apapun itu, aku harus bersikap baik di depan mereka. Buat kesan yang bagus Ayna. Setidaknya ini kesempatanmu buat tinggal dengan aman dan nyaman bersama kak Adam.'
Mobil sudah berhenti tepat di mansion besar itu. beberapa pelayan juga membungkukkan badannya saat mobil Adam tiba. Adam turun terlebih dahulu, disusul dengan Ayna yang dibimbing oleh Adam.
"Nah."
"Eh? Tongkat saya." tiba-tiba saja, Adam memberikan tongkat kayu jati pada Ayna.
"Kebiasaan ya. Lain kali jangan dilupakan. Susah nanti kamunya kalau jalan, jangan disamakan di rumah." Adam menegur Ayna karena ceroboh tidak membawa tongkat biasanya.
"Hehehe, lupa pula. Terima kasih kak Adam."
Baru juga beberapa langkah mereka berdua melewati barisan pelayan itu, tiba-tiba ada suara panggilan yang sangat Ayna kenali, memanggilnya.
"Ayna?"
~Bersambung~