NovelToon NovelToon
ADOPSI YANG MENJADI OBSESI

ADOPSI YANG MENJADI OBSESI

Status: sedang berlangsung
Genre:Cinta Terlarang / Crazy Rich/Konglomerat / Obsesi / Beda Usia / Cinta Seiring Waktu / Menyembunyikan Identitas
Popularitas:456
Nilai: 5
Nama Author: frj_nyt

Ia ditemukan di tengah hujan, hampir mati, dan seharusnya hanya menjadi satu keputusan singkat dalam hidup seorang pria berkuasa.

Namun Wang Hao Yu tidak pernah benar-benar melepaskan Yun Qi.

Diadopsi secara diam-diam, dibesarkan dalam kemewahan yang dingin, Yun Qi tumbuh dengan satu keyakinan: pria itu hanyalah pelindungnya. Kakaknya. Penyelamatnya.
Sampai ia dewasa… dan tatapan itu berubah.

Kebebasan yang Yun Qi rasakan di dunia luar ternyata selalu berada dalam jangkauan pengawasan. Setiap langkahnya tercatat. Setiap pilihannya diamati. Dan ketika ia mulai jatuh cinta pada orang lain, sesuatu dalam diri Hao Yu perlahan retak.

Ini bukan kisah cinta yang bersih.
Ini tentang perlindungan yang terlalu dalam, perhatian yang berubah menjadi obsesi, dan perasaan terlarang yang tumbuh tanpa izin.

Karena bagi Hao Yu, Yun Qi bukan hanya masa lalu

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon frj_nyt, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

26

Hujan turun tipis malam itu, bukan deras seperti ingatan Yun Qi tentang masa kecilnya, melainkan hujan kota yang rapi, jatuh lurus dan tenang, seolah tahu batas. Mobil hitam berhenti di depan gerbang asrama tepat pukul tujuh. Tidak lebih, tidak kurang. Yun Qi sudah menunggu sejak sepuluh menit lalu.

Ia berdiri di bawah kanopi, mantel tipis menutup tubuhnya. Rambutnya dibiarkan tergerai, sedikit lembap oleh udara malam. Tangannya saling menggenggam, bukan karena dingin, tapi karena gugup yang sulit ia jelaskan. Ketika pintu mobil terbuka dan Wang Hao Yu turun, jantungnya berdetak satu kali lebih keras dari biasanya.

Pria itu terlihat sama jas hitam rapi, jam tangan mahal di pergelangan, wajah dingin yang seolah tak pernah berubah oleh waktu. Namun entah mengapa, malam ini ada jarak yang terasa lebih dekat, sekaligus lebih berbahaya. “Masuk,” kata Hao Yu singkat. Yun Qi mengangguk. “Baik, Ge.”

Ia masuk ke mobil, duduk dengan punggung tegak. Aroma khas Hao Yu bersih, maskulin, sedikit pahit langsung memenuhi ruang sempit itu. Mobil melaju tanpa banyak suara. Beberapa menit berlalu dalam keheningan. Kota bergerak di luar jendela, lampu-lampu berpendar seperti lukisan yang terlalu sering dilihat. Yun Qi melirik ke samping, sekilas. Hao Yu menatap lurus ke depan, satu tangan di kemudi, rahangnya tegang.

“Ge,” Yun Qi membuka suara lebih dulu, nadanya hati-hati. “Kita mau makan di mana?” Hao Yu tidak langsung menjawab. Ia memutar setir di persimpangan, masuk ke jalan yang tidak Yun Qi kenal. “Kita tidak makan di luar,” katanya akhirnya. “Kita bicara.” Kata bicara itu terdengar berat. Yun Qi menelan ludah. “Tentang apa?”

Tentang kamu, pikir Hao Yu. Tentang aku. Tentang batas yang sudah tidak jelas lagi. Namun yang keluar hanyalah, “Tentang tempat tinggalmu.”

Mobil berhenti di depan sebuah gedung tinggi dengan desain modern, jauh lebih eksklusif daripada apartemen lamanya. Yun Qi menatap bangunan itu, bingung. “Ini…?” tanyanya pelan. “Apartemen keduaku,” jawab Hao Yu. Ia mematikan mesin, turun, lalu membuka pintu untuk Yun Qi. Gerakannya tenang, terkontrol terlalu terkontrol. Mereka naik ke lantai paling atas. Pintu terbuka dengan sidik jari. Begitu masuk, Yun Qi terdiam.

Ruangannya luas, didominasi warna netral. Jendela kaca besar memperlihatkan kota dari ketinggian. Tidak ada banyak dekorasi hanya furnitur mahal yang dipilih dengan selera dingin. Namun berbeda dengan apartemen lama, tempat ini terasa… baru. Seolah belum lama ditinggali. Atau sengaja disiapkan. “Kamu duduk,” kata Hao Yu.

Yun Qi menurut. Ia duduk di sofa, menaruh tas di sampingnya. Hao Yu menuangkan air ke dua gelas, lalu duduk berhadapan dengannya. Jarak di antara mereka tidak jauh, namun cukup untuk membuat Yun Qi sadar akan setiap detail kerutan kecil di dahi Hao Yu, sorot matanya yang lebih tajam dari biasanya. “Aku akan langsung ke intinya,” kata Hao Yu, suaranya rendah. “Kamu tidak cocok tinggal di asrama.”

Yun Qi mengernyit. “Kenapa, Ge? Saya rasa baik-baik saja.”

“Kamu punya pacar,” lanjut Hao Yu, seolah tidak mendengar bantahannya. “Lingkunganmu tidak sepenuhnya aman. Gosip mulai muncul. Aku tidak suka itu.” Nada suaranya datar, tapi Yun Qi bisa merasakan ketegangan di baliknya. “Ge,” Yun Qi menarik napas, berusaha tenang. “Itu kehidupan saya. Saya sudah dewasa.”

Hao Yu menatapnya lama. Dewasa. Kata itu menusuk lebih dalam dari yang ia duga. Ia mengangguk pelan. “Aku tahu,” katanya. “Justru karena itu.” Ia berdiri, berjalan ke jendela. Tangan dimasukkan ke saku celana, punggungnya menghadap Yun Qi. “Aku ingin kamu pindah ke sini,” lanjutnya. “Mulai minggu ini.” Yun Qi terkejut. Ia berdiri, refleks. “Apa?”

“Tempat ini dekat dengan kampusmu. Keamanannya lebih baik. Aku bisa memastikan kamu—”

“Ge,” Yun Qi memotong, suaranya bergetar tipis. “Itu terdengar seperti… saya dikurung.” Hao Yu menoleh. Tatapan mereka bertemu. Ada sesuatu di mata pria itu campuran antara frustrasi dan tekad. “Aku tidak mengurungmu,” katanya pelan. “Aku melindungimu.”

“Dengan memindahkan saya tanpa bertanya?” Yun Qi menggenggam ujung mantelnya. “Saya menghargai perhatian Gege, tapi ini terlalu—”

“Terlalu apa?” Hao Yu melangkah mendekat. Satu langkah. Dua. Jarak menyempit. “Terlalu dekat?” Yun Qi terdiam. Detak jantungnya terasa di telinga. Ia mundur setengah langkah, lalu berhenti. “Gege adalah keluarga saya,” katanya akhirnya, suaranya lebih lembut. “Tapi saya butuh ruang.”

Kata keluarga itu membuat Hao Yu membeku sejenak. Ia menunduk sedikit, menarik napas panjang. Ketika ia bicara lagi, nadanya lebih terkendali. “Dengar,” katanya. “Ini bukan perintah. Ini permintaan.” Yun Qi menatapnya, ragu. “Kenapa sekarang?” Karena aku melihatmu, dan aku sadar aku tidak siap kehilanganmu. Namun Hao Yu hanya berkata, “Karena aku pulang.”

Keheningan kembali mengisi ruangan. Yun Qi menatap sekeliling, mencoba membayangkan dirinya tinggal di tempat ini sendiri, tapi tidak benar-benar. Ia memejamkan mata sejenak. “Kalau saya setuju,” katanya perlahan, “saya tetap ke kampus seperti biasa. Saya tetap bertemu teman-teman saya.” Hao Yu mengangguk. “Tentu.”

“Dan Gege tidak mengatur semuanya,” tambah Yun Qi, lebih berani. “Saya ingin diberi pilihan.” Ada jeda. Hao Yu menimbang. Ini bukan kesepakatan yang ia inginkan, tapi mungkin satu-satunya yang bisa ia terima sekarang. “Baik,” katanya akhirnya. Yun Qi menghela napas, campuran lega dan cemas. “Saya akan pikirkan.”

“Kamu bisa langsung pindah,” kata Hao Yu. “Kamar sudah disiapkan.” Yun Qi menatapnya, kaget. “Gege sudah menyiapkan?” Hao Yu tidak menjawab. Ia tahu itu jawabannya.

Dua hari kemudian, Yun Qi berdiri di depan lemari pakaiannya di asrama, menatap koper setengah terisi. An Na dan Xiao Lan duduk di ranjang, memperhatikannya. “Jadi, kamu beneran pindah?” tanya Anya, tidak menyembunyikan rasa penasaran. “Iya,” jawab Yun Qi singkat. An Na menyilangkan tangan. “Ke mana?”

“Ke apartemen Gege ku.” Xiao Lan bersiul. “Gila. Dari asrama ke penthouse.” Yun Qi tersenyum tipis. “Bukan penthouse.”

“Tetap aja,” An Na mendekat. “Kamu yakin?” Yun Qi berhenti melipat pakaian. Ia memikirkan tatapan Hao Yu malam itu. Cara suaranya terdengar seperti menahan sesuatu. “Saya yakin,” katanya pelan. Atau setidaknya, ia ingin yakin.

Apartemen itu terasa berbeda di siang hari. Cahaya matahari masuk melalui jendela besar, membuat ruangan terasa lebih hangat. Yun Qi berdiri di depan kamar yang katanya miliknya. Pintu terbuka, memperlihatkan ruang yang luas, bersih, dan… terlalu sempurna. “Ada yang kurang?” tanya Hao Yu dari belakang. Yun Qi menoleh. “Tidak. Terima kasih, Ge.”

Ia masuk, meletakkan koper. Hao Yu berdiri di ambang pintu, tidak masuk. Ada jarak yang sengaja ia jaga. “Kalau kamu butuh apa pun,” katanya, “beri tahu.”

Yun Qi mengangguk. “Baik.” Hao Yu berbalik pergi, langkahnya terukur. Namun sebelum pintu tertutup, ia berhenti. “Qi.”

Yun Qi menoleh lagi. “Pintu kamarku selalu terkunci,” katanya. “Dan kamu bebas keluar masuk apartemen ini. Jangan ragu.” Kata-kata itu terdengar seperti izin. Atau peringatan. Yun Qi tidak yakin. “Baik, Ge,” jawabnya.

Pintu tertutup. Yun Qi berdiri sendirian di kamar barunya. Ia duduk di ranjang, menyentuh seprai yang masih beraroma baru. Jantungnya berdetak cepat—bukan karena takut, tapi karena perasaan yang sulit ia namai. Di ruang kerja, Hao Yu berdiri menatap layar CCTV yang menampilkan sudut-sudut apartemen. Ia melihat Yun Qi duduk di ranjang, bahunya turun perlahan seolah lelah.

Ia mematikan layar. “Ini salah,” gumamnya. Namun ketika ia memikirkan kemungkinan Yun Qi pergi lagi benar-benar pergi dadanya terasa sesak. Hao Yu menutup mata, menyandarkan dahi ke jendela. Kota terhampar di bawah, sama seperti malam itu. Hanya saja sekarang, Yun Qi ada di dalam rumahnya. Di dunianya. Dan itu, entah bagaimana, terasa seperti awal dari sesuatu yang tidak bisa ia hentikan lagi.

1
@fjr_nfs
tinggalkan like dan Komen kalian ☺❤️‍🔥
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!