NovelToon NovelToon
The Last Encore: Star Blood Universe

The Last Encore: Star Blood Universe

Status: sedang berlangsung
Genre:Vampir / Teen / Fantasi / Romansa Fantasi
Popularitas:204
Nilai: 5
Nama Author: Kde_Noirsz

"Di bawah lampu panggung, mereka adalah bintang. Di bawah cahaya bulan, mereka adalah pemburu."

Seoul, 2025. Industri K-Pop telah berubah menjadi lebih dari sekadar hiburan. Di balik gemerlap konser megah yang memenuhi stadion, sebuah dimensi kegelapan bernama The Void mulai merayap keluar, mengincar energi dari jutaan mimpi manusia.

Wonyoung (IVE), yang dikenal dunia sebagai Nation’s It-Girl, menyimpan beban berat di pundaknya. Sebagai pewaris klan Star Enchanter, setiap senyum dan gerakannya di atas panggung adalah segel sihir untuk melindungi penggemarnya. Namun, kekuatan cahayanya mulai tidak stabil sejak ancaman The Void menguat.

Di sisi lain, Sunghoon (ENHYPEN), sang Ice Prince yang dingin dan perfeksionis, bergerak dalam senyap sebagai Shadow Vanguard. Bersama timnya, ia membasmi monster dari balik bayangan panggung, memastikan tidak ada satu pun nyawa yang hilang saat musik berkumandang.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kde_Noirsz, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Chapter 19 : Shadow in the Charts

Keberangkatan menuju Paris seharusnya menjadi awal dari sebuah perjalanan romantis dan penuh gaya di bawah sorotan lampu Fashion Week. Namun, bagi para Hunter yang kini harus mengandalkan insting manusia, ada sesuatu yang terasa salah sejak mereka menginjakkan kaki di Bandara Charles de Gaulle.

Wonyoung melangkah keluar dari gerbang kedatangan, mengenakan mantel parit (trench coat) berwarna khaki dan kacamata hitam besar. Di belakangnya, rombongan IVE dan ENHYPEN bergerak dalam barisan yang rapi, dikelilingi oleh puluhan pengawal. Sorak-sorai fans internasional memekakkan telinga, namun indra pendengaran Wonyoung yang sudah terlatih menangkap sebuah melodi yang sangat tidak asing.

Di atas layar-layar besar bandara, sebuah video musik dari grup pendatang baru bernama 'VOID-7' sedang diputar. Melodinya memiliki bass yang sangat rendah, hampir menyentuh frekuensi infrasonik yang hanya bisa dirasakan oleh mereka yang pernah bersinggungan dengan The Genesis Vinyl.

"Sunghoon-ssi, kau dengar itu?" bisik Wonyoung saat mereka berjalan bersisian menuju mobil jemputan.

Sunghoon tidak menoleh, namun rahangnya mengeras. "Bukan hanya dengar, aku bisa merasakannya di tulang belakangku. Frekuensi Void. Tapi ini lebih halus... lebih modern."

"Grup VOID-7 itu baru saja debut tiga hari lalu," Jake menyahut melalui earpiece rahasia grup. "Dan yang mengerikan, mereka langsung menduduki puncak tangga lagu global di 50 negara dalam waktu semalam. Data streaming mereka menunjukkan pola yang tidak alami, seolah-olah pendengarnya dipaksa untuk memutar lagu itu secara berulang-ulang."

Sore harinya, di sebuah hotel klasik di pinggiran Sungai Seine, seluruh tim berkumpul di kamar penthouse yang disewa khusus. Han duduk di tengah ruangan dengan piringan perak yang kini bergetar sangat halus.

"Lagu itu berjudul 'The Silent Encore'," ucap Jay sambil melemparkan tabletnya ke atas meja. "Aku sudah menganalisis komposisinya. Mr. Oh mungkin sudah musnah, tapi 'cetak biru' musiknya telah diambil alih oleh seseorang di Paris. Seseorang yang menyebut dirinya The Conductor."

"The Conductor?" Yujin mengerutkan kening. "Apa dia seorang produser juga?"

"Lebih dari itu," jawab Han dengan nada berat. "Dia adalah Hunter klan Shadow yang membelot ribuan tahun lalu. Dia percaya bahwa musik adalah senjata pembalik takdir. Jika Mr. Oh menggunakan musik untuk memanen energi, The Conductor menggunakan musik untuk menghapus identitas manusia dan menggantinya dengan kepatuhan total."

Jake menunjukkan grafik tangga lagu digital. "Lihat ini. Setiap kali lagu VOID-7 diputar di sebuah kota, tingkat kriminalitas di kota itu menurun drastis, tapi tingkat apatis masyarakatnya meningkat. Orang-orang berhenti bekerja, berhenti bicara, mereka hanya duduk dan mendengarkan musik itu. Ini bukan sekadar lagu hits, ini adalah hipnosis massal."

Wonyoung menatap ke luar jendela, ke arah Menara Eiffel yang mulai menyala. "Dan kita di sini untuk Fashion Week, di mana lagu-lagu itu akan diputar di setiap runway. Jika seluruh Paris mendengarkannya secara bersamaan saat acara puncak nanti..."

"Seluruh kota akan menjadi zombi digital," sambung Sunghoon. "Dan portal yang kita tutup di Seoul akan terbuka kembali di sini, jauh lebih besar."

Malam itu, Wonyoung dan Sunghoon harus menghadiri acara makan malam mewah (gala dinner) yang diadakan oleh sebuah label desainer ternama. Di sana, mereka akan diperkenalkan dengan para petinggi industri musik Eropa.

Wonyoung tampak memukau dengan gaun malam berwarna hitam yang elegan, sementara Sunghoon terlihat seperti pangeran modern dengan jas beludru gelapnya. Mereka harus bersikap seolah semuanya baik-baik saja, tersenyum pada fotografer, dan berjabat tangan dengan orang-orang penting.

Di tengah acara, musik latar berubah. Lagu 'The Silent Encore' mulai diputar dengan volume rendah. Wonyoung merasakan kepalanya mulai berdenyut. Ia melihat orang-orang di sekitar mereka para model, aktor, dan bangsawan mulai bergerak dengan gerakan yang kaku, mata mereka tampak kosong, terpaku pada irama bass.

"Wonyoung-ah, jangan dengarkan melodinya," bisik Sunghoon sambil menggenggam tangan Wonyoung di bawah meja. "Fokus pada detak jantungku."

Wonyoung memejamkan mata, mencari ritme jantung Sunghoon yang kini hangat dan nyata. Itu adalah sauhnya di tengah badai frekuensi yang mencoba menyeret kesadarannya.

Tiba-tiba, seorang pria tinggi dengan rambut perak panjang dan jubah konduktor orkestra mendekati mereka. Auranya sangat kuat, dingin, dan penuh otoritas. Inilah The Conductor.

"Ah, Sang Bintang Cahaya dan Sang Pangeran Es yang kini telah menjadi manusia rendah," ucap pria itu dalam bahasa Prancis yang diterjemahkan secara otomatis oleh alat di telinga Wonyoung. "Sungguh ironis. Kalian menukarkan keabadian kalian demi rasa sakit dan kematian yang fana."

"Siapa kau?" Sunghoon berdiri, menghalangi pandangan pria itu dari Wonyoung.

"Aku adalah orang yang akan menyempurnakan kegagalan Mr. Oh," The Conductor tersenyum tipis. "Dia terlalu kasar. Dia ingin portal terbuka dengan rasa takut. Aku? Aku ingin dunia menyerahkan dirinya secara sukarela melalui keindahan nada-nadaku. Tidakkah kalian merasakannya? Kedamaian dalam kekosongan?"

"Itu bukan kedamaian. Itu adalah perbudakan!" balas Wonyoung tajam.

The Conductor tertawa pelan. "Kalian punya waktu 48 jam sebelum acara Grand Finale Fashion Week di Museum Louvre. Jika kalian bisa menghentikan siaranku, silakan. Tapi ingat, kalian tidak lagi punya kekuatan. Kalian hanyalah idola yang akan dilupakan jika kalian tidak menari mengikuti iramaku."

Pria itu menghilang di tengah kerumunan tamu yang sedang terhipnotis, seolah-olah ia hanyalah hantu di tengah keramaian.

Kembali di markas, suasana menjadi sangat mendesak.

"Kita harus masuk ke server pusat penyiaran mereka di Paris," ucap Jake. "Satu-satunya cara adalah menyusup ke stasiun radio tertua di Menara Eiffel yang digunakan sebagai pemancar utama frekuensi Void ini."

"Tapi keamanannya pasti sangat ketat," ucap Gaeul.

"Gunakan jadwal Fashion Week kita sebagai pengalihan," Sunghoon mengusulkan rencana. "Besok sore, IVE dan ENHYPEN punya jadwal pemotretan di area Trocadero, tepat di depan Menara Eiffel. Sementara para member melakukan pemotretan untuk memancing perhatian media dan fans, aku dan Wonyoung akan menyelinap ke dalam struktur menara."

"Apa kalian yakin?" tanya Yujin cemas. "Kalian harus memanjat secara manual. Tidak ada kekuatan vampir untuk melompat antar pilar."

Wonyoung menatap tangannya. Ia ingat latihan memanjat tebing di masa mudanya dulu. "Kita bisa melakukannya, Sunghoon-ssi?"

Sunghoon menatap Wonyoung, lalu mengangguk mantap. "Selama kita memiliki satu sama lain, tidak ada ketinggian yang tidak bisa kita capai."

Keesokan harinya, drama dimulai. Ribuan fans memadati area Trocadero saat para member IVE dan ENHYPEN muncul dengan pakaian desainer yang mencolok. Kamera-kamera berkedip tanpa henti. Jay, Jake, Yujin, Gaeul, Leeseo, dan Ni-ki melakukan tugas mereka dengan sempurna berpose dan menarik perhatian seluruh dunia.

Di balik riuh rendah itu, Wonyoung dan Sunghoon, yang mengenakan pakaian teknis berwarna gelap di balik mantel mereka, menyelinap masuk ke area pemeliharaan Menara Eiffel.

Mereka mulai memanjat. Tanpa kekuatan super, setiap tarikan otot terasa menyiksa. Angin kencang Paris mencoba menghempaskan mereka dari rangka besi tua itu.

"Sedikit lagi, Wonyoung!" seru Sunghoon sambil mengulurkan tangannya untuk membantu Wonyoung naik ke platform stasiun radio.

Napas mereka memburu. Keringat membasahi dahi mereka. Saat mereka sampai di ruang pemancar, mereka menemukan sebuah mesin gramofon raksasa yang tersambung ke ribuan kabel tembaga. Piringan hitam yang berputar di sana bukan terbuat dari obsidian, melainkan dari kaca transparan yang berisi jiwa-jiwa yang terperangkap.

"Itu dia," bisik Wonyoung.

Namun, sebelum mereka bisa menghancurkannya, suara biola mulai terdengar dari arah bayang-bayang. The Conductor berdiri di sana, memegang biola perak.

"Selamat datang di konser terakhir kalian," ucapnya.

Ia mulai menggesek biolanya, dan seketika itu juga, frekuensi suara yang sangat tajam menghantam Wonyoung dan Sunghoon. Rasa sakitnya sepuluh kali lebih hebat dari demam flu kemarin. Wonyoung jatuh berlutut, telinganya berdenging hebat.

"Lawan dia dengan suaramu, Wonyoung!" teriak Sunghoon sambil mencoba merangkak menuju mesin pemancar.

Wonyoung mencoba berdiri. Ia teringat piringan perak di tasnya. Ia mengeluarkannya. Piringan itu mulai bersinar menanggapi melodi biola tersebut.

"Kita tidak butuh sihir..." Wonyoung berbisik pada dirinya sendiri. "Kita hanya butuh harmoni."

Wonyoung mulai bernyanyi. Bukannya menyanyi dengan teknik idola, ia bernyanyi dengan seluruh jiwanya—sebuah nada murni yang ia temukan saat ia menjadi manusia. Suaranya bertabrakan dengan nada biola The Conductor.

Krak!

Kaca pada mesin pemancar mulai retak. Sunghoon menggunakan kesempatan itu untuk memukul mesin utama dengan tabung pemadam api yang ia temukan di dekat sana.

BOOM!

Pemancar itu meledak, memutus aliran frekuensi Void ke seluruh Paris. The Conductor menjerit saat biolanya hancur menjadi serpihan. Ia menghilang ke dalam kegelapan, namun suaranya masih bergema: "Ini hanyalah pembukaan, Hunter! Museum Louvre akan menjadi saksi kebangkitan yang sesungguhnya!"

Wonyoung dan Sunghoon terduduk di platform menara, melihat lampu-lampu Paris yang perlahan kembali berkedip normal. Di bawah sana, musik VOID-7 di layar-layar besar bandara terhenti dan digantikan oleh berita cuaca biasa.

"Kita melakukannya," ucap Sunghoon sambil mengatur napas.

"Ya," Wonyoung bersandar pada bahu Sunghoon. "Shadow in the Charts... kita baru saja menghapus satu lagu dari daftar mereka."

Namun, di saku Wonyoung, piringan perak itu kini menunjukkan sebuah gambar baru: Sebuah piramida kaca. Museum Louvre.

"Tantangan berikutnya sudah menanti," gumam Wonyoung.

Sunghoon menggenggam tangan Wonyoung. "Apapun itu, kita akan menghadapinya sebagai manusia. Dan manusia punya satu hal yang tidak dimiliki The Conductor: kemampuan untuk mengubah nasib dengan tangan mereka sendiri."

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!