Hidupku semula baik-baik saja, tapi ketika aku berani melanggar aturan keluarga.
Semua berubah. ketika aku masuk kedalam kamar mendiang nenek dan kakekku, aku menemukan sebuah novel usang berdebu.
Ketika aku membuka sampul novel bercahaya, cahaya itu membuat mataku perih dan secara refleks terpejam.
Namun ketika aku membuka mata, aku tidak berada di kamar mendiang kakek dan nenek. Aku berada di sebuah kamar asing.
Seketika ingatan yang bukan milikku memenuhi memoriku. Ternyata aku memasuki novel usang itu, dan bagaimana mungkin aku harus terjebak di peran figuran yang hanya satu kali namanya di sebutkan sebagai mantan dari seorang pemeran utama laki-laki kedua!!
Cover from pinterest
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Siti Maryati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 14
"gara-gara kamu, aku terpaksa minta tolong Ghani buat anterin aku. Aku nggak mau tau pokoknya kamu harus ke cafe aster sekarang" Emira berbicara dengan marah
Derrrien menarik napas lelah "ngapain?" ucapnya malas.
"temenin aku Derry, Ghani ngajak anggota gengnya ke cafe aster. Aku takut, sekarang aja aku lagi ada toilet" suara emira seperti terdengar akan menangis.
dan respon derrrien tetap datar, wah ini aneh. Apakah alur novel sudah hancur? Seperti iya dan sepertinya karena aku.
"gua ada urusan jadi nggak bisa, mending lu pulang sendiri lewat pintu belakang kalo takut ketauan Ghani sama temen-temennya" setelahnya dia menghembuskan napas kasar.
"ngga mau, kalo kamu nggak kesini. Aku bakal bilang Ghani kalo kamu udah bikin aku nangis, biar aja kamu dipukulin sampe bonyok" ancam Emira kepada derrrien.
Wah, ternyata Emira seperti ini sifat aslinya. Kalo tidak di turuti dia malah ngancem.
"gua nggak takut, Sono bilang sama Ghani" dengan santainya derrrien berbicara seperti itu.
Aku menekan tombol diam diponsel derrrien.
"kamu gila ya, mending kamu samperin sama temen mu ini daripada kamu di tonjokin sama geng Ghani" aku menatap derrrien dengan kesal, kalo derrrien sampai bonyok, kan kasian mama dan papanya. Pasti mamanya akan menangis.
"kamu ngekhawatirin aku ya" dia melirikku sekilas lalu tersenyum lebar "kamu tenang aja aku bisa kok habisin mereka dengan mudah" lanjutnya lagi dengan senyum yang makin melebar.
Aku menatap dia sinis "aku nggak khawatir sama kamu ya, aku cuma takut mama kamu nanti nangis ngeliat muka kamu yang bonyok" ucapku.
Dia menurunkan bibirnya, dia kemudian dia memasang wajah cemberutnya.
"oke, tapi sama kamu yah. Kalo nggak sama kamu aku nggak mau kesana, biarin aja aku dipukulin terus nanti mam ku nangis dan itu semua gara-gara kamu" dia mengeluarkan suara merengek lagi.
Aku menatapnya geli "kok gara-gara aku dih, terserah kamu ajalah tapi jangan lama-lama ya" aku menatap dia penuh peringatan.
"oke" dia menganggukkan kepala dengan semangat, lalu tersenyum lebar.
Aku menonaktifkan tombol diam.
"kamu kok diem aja sih, DERRY KAMU LAGI NGAPAIN SIH" Emira berteriak dengan kencang, sontak aku menjauhkan wajahku dari ponsel derrrien.
derrrien yang melihat tingkahku, langsung mengambil ponselnya "iya gua kesana" ucapnya ketus.
"kamu nggak papa? Kaget ya? Emang kurang ajar si Emira, nanti aku kasih dia pelajaran" dia sesekali melirik kearahku, wajahnya menyiratkan khawatir. dia mengelus pelan telingaku dengan tangan kirinya.
"aku nggak papa" aku menjauhkan tangannya dari telingaku karena geli, lagian aku cuma kaget. Kenapa harus lebay seperti itu sih?
Aku mendengus malas, mau tak mau aku harus menemaninya, aku memilih menatap kearah luar jendela mobil.
Tak lama kemudian mobil di sebuah cafe, sepertinya ini cafe aster. Derrrien membuka pintu lalu turun, begitupun dengan aku.
"ngapain turun duluan sih? Aturan kamu nungguin aku bukain kamu pintu" dia menatap ku kesal.
Aku memutar bola mata malas, dan meraup muka derrrien pelan "nggak usah kayak gitu rien, aku geli sumpah" menarik tanganku dari wajah derrrien lalu mengangkat dua jariku sejajar dengan mukaku.
"jangan geli, kamu harus terbiasa liat aku begini" menatap serius kearah ku, kemudian dia meraih tangan kananku lalu menggenggamnya.
Aku diam dan pasrah, melawan pun percuma pasti kalah, aku semakin bertekad untuk belajar beladiri. Ketika nanti aku sudah bisa beladiri, akan ku smackdown dia. Membayangkannya saja membuatku tersenyum.
Derrrien mengelus muka lembut, aku melihat kearah dan bertanya kenapa?
"kamu kenapa senyum-senyum sendiri? Lagi mikirin cowok lain ya?" dia mengeratkan genggaman tangannya.
"apaan ngga ya, udah ih cepetan jalannya" ujarku.
Dengan muka yang masih memasang ekspresi kesal dia berjalan dengan langkah santai "nggak masang muka kayak gitu rien, kamu bikin orang-orang kabur tau. Gara-gara ngeliat ekspresi kamu " aku memukul bahunya pelan.
Dia diam, tapi ekspresi wajahnya mulai terlihat santai, dia tuh sensitif banget sih heran.
derrrien membuka pintu cafe pelan, memastikan aku telah masuk kedalam baru dia menutupnya kembali.
"DERRY" teriakan membuat seluruh pandangan orang-orang yang ada di cafe melihat kearah si peneriak.
Emira berlari kearah derrrien mengabaikan pandangan orang-orang yang sedang menatap kesal karena mungkin mereka merasa terganggu akibat teriakan menggelegar itu.
Emira berdiri di depan aku dan derrrien, dia tersenyum kearah derrrien. Lalu ketika dia mengalihkan tatapan matanya kearah ku. Senyum hilang seketika, dia menatapku dari atas kebawah dengan pandangan menilai.
Aku memandangnya datar dia sangat tidak sopan, bagaimana bisa melihat seseorang dengan pandangan seperti itu.
Emira menatap derrrien lagi, senyum kembali hadir saat menatap derrrien. "Derry dia siapa? Kok pake gandengan segala sih? Pasti dia yang maksa ya?" Emira entah sengaja atau tidak, Emira mengeraskan ucapan terakhirnya.
Aku dan derrrien yang sedari awal ikut jadi pusat perhatian karena kelakuan Emira, sekarang pandangan orang-orang yang ada di cafe menatap remeh kearahku.
Ckk, ini semua gara-gara Emira!
"sorry, siapa yang maksa? Aku? bukannya kamu yang maksa derrrien kesini tadi? Dan lagian aku yang di paksa bukan dia" aku memandang santai kearah Emira.
Orang-orang yang tadi menatap ku remeh, sekarang berbalik menatap kearah Emira dengan pandangan sama seperti yang mereka arahkan padaku.
Emira terlihat seperti menahan marah, wajahnya sedikit memerah. Tapi dia tetap tersenyum.
"gua yang paksa bukan Lila, ngapain juga lu peduli sama hal kaya gini" derrrien berucap dengan nada kesal, raut wajahnya keruh.
"aku pedulilah, kamu kan sahabat aku" dia memaksakan senyumnya, dia hendak menggandeng tangan kanan derrrien tapi tidak bisa, karena dengan cepat derrrien menepis tangan Emira.
Emira tersentak kaget " aw, kamu kok kasar banget. Pasti ini di ajarin sama cewek inikan, kamu nggak boleh gitu ya, aku ini sahabat dari kecil derry. Kamu nggak boleh ajarin hal yang nggak bener ke Derry" dia berkata denga lembut, tapi suaranya sengaja di keraskan.
Aku memutar bola mata malas, aku memilih diam " nggak usah sok tau, gua nggak diajarin sama siapapun. Gua cuma ngga mau lu sentuh" derrrien menatapku marah kearah Emira "sekarang gua udah disini, lu mau tetap disini atau pulang?" ucap derrrien ketus.
Baru saja Emira hendak membuka mulutnya, namun derrrien memotong ucapannya. "lagian alasan lu nyuruh gua buat kesini terlalu konyol, kalo lu takut lu bisa bilang sama Ghani dia juga pasti bakal ngerti. Tapi lu dengan bodohnya malah bilang ke gua dan ngancem gua buat dateng kesini. Sebenarnya gua nggak takut sama ancaman lu, gua kesini juga gara-gara di suruh sama Lila bukan karena lu" derrrien semakin menatap emira tajam.