NovelToon NovelToon
Black Parade

Black Parade

Status: sedang berlangsung
Genre:Balas Dendam / Horror Thriller-Horror / Identitas Tersembunyi / Kutukan / Misteri Kasus yang Tak Terpecahkan / Dendam Kesumat
Popularitas:3.1k
Nilai: 5
Nama Author: Sad Rocinante

Nb : konten sensitif untuk usia 18 tahun ke atas !

Parade Hitam, wabah Menari.
Kisah kelam dalam hidup dan musik.
Tentang hati seorang anak manusia,
mencintai tapi membenci diri sendiri.
Sebuah kisah gambaran dunia yang berantakan ketika adanya larangan akan musik dan terjadinya wabah menari yang menewaskan banyak orang.

------------------------------------------------

Menceritakan tentang Psikopat Bisu yg mampu merasakan bentuk, aroma, bahkan rasa dari suatu bunyi maupun suara.

Dia adalah pribadi yang sangat mencintai musik, mencintai suara kerikil bergesekan, kayu terbakar, angin berhembus, air tenang, bahkan tembok bangunan tua.

Namun, sangat membenci satu hal.
Yaitu, "SUARA UMAT MANUSIA"

------------------------------------------------

Apa kau tahu usus Manusia bisa menghasilkan suara?
Apa kau tahu kulitnya bisa jadi seni indah?
Apa kau tahu rasa manis dari lemak dan ototnya?
Apa kau tahu yang belum kau tahu?
Hahahaha...

Apakah kau tetap mau menari bersamaku?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sad Rocinante, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bagian II - Deuteronomy

Malam semakin sepi sedangkan kobaran api belum berhenti, malam semakin gelap sedangkan panggung eksekusi dan pusat kota tetap terang oleh cahaya tiang pembakaran dan sisa-sisa tubuh Naisah telah menghitam tinggal tulang saja, berjatuhan seiring putusnya tali tambang tebal yang mengikatnya. Mayat-mayat masih tergantung ditinggalkan tak bertuan, sendirian dalam kegelapan.

Saroh masih menangis senduh saja, kata yang terucap dari bibirnya hanya kata Ibu saja, raungan dan ratapan memenuhi seisi udara, kunang-kunang dan angin timur tak berani menyapa, hanya lewat begitu saja.

Dalam hati Saroh sempat membulatkan tekat untuk masuk kedalam kobaran api dan mari mati bersama ibunya, tetapi melihat kandungan yang sedang menggerogotinya membuat tekatnya menjadi tumpul dan berkarat, sesungguhnya dia mencintai orang lain di dalam perutnya tetapi membenci dirinya sendiri.

Menyadari hatinya telah mati bersama kekasih dan ibunya membuat satu-satunya tujuan yang dia miliki adalah berjalan ke arah rumah pohon dan mati di sana setelah dia melahirkan nanti.

Wajah dan tubuhnya mengalami sakit yang menyiksa oleh luka bakar yang telah membengkak dan panasnya bukanlah main.

Bersama sedikit harapan yang tersisa, Saroh berjalan mengitari malam begitu jauh dari perkiraan. Dari balik pohon nampak lah suatu sinar dari dalam hutan mengarahkannya dalam sebuah jawaban, rumah pohon tujuannya telah hangus terbakar beserta pohon dan tumbuhan di sekitarnya.

Hati yang telah hancur kini menjadi sesak tak tertangiskan, semua hal indah telah menjadi neraka, orang-orang yang dia cintai telah pergi, sementara orang-orang yang membenci akan tetap menunggunya sampai mati, sungguh neraka adalah orang lain dan orang lain adalah neraka itu sendiri.

Menyadari tujuan dan arti hidup telah menjauh dan dirinya telah tertinggal begitu jauh membuat Saroh tak sanggup lagi bergeming sedikitpun, dalam rasa sakit dia tergeletak di atas tanah, bibir yang tetap saja menggumamkan kata ibu membuainya dalam tidur mencoba melupakan segalanya.

Bumi yang seakan tahu perasaan dan keadaan wanita yang dibenci oleh penghuninya ini malah merasa iba dan cinta kepadanya, sampai-sampai air mata menjadi hujan yang menyejukkan luka dan rasa sakit, setidaknya dia hadir meski Saroh telah tertidur dan tak perduli lagi.

Pagi hari telah tiba, tanpa sadar penduduk kota melupakan mayat orang-orang yang masih tergantung dan tercium aroma menjijikkan, memang darah telah bersih oleh hujan tetapi tetap saja jeroan dan usus adalah suatu hal yang menjijikkan jika dilihat secara langsung, seakan berupa pajangan kota.

Merasa terganggu akan hal itu, beberapa penduduk meminta agar polisi setempat membersihkan atau membuang mayat-mayat tersebut karena mereka bukanlah lampu jalan yang bisa dipajang atau di pamerkan di jalan pusat-pusat kota.

Para polisi pun merasa sependapat dan langsung menyingkirkan mayat-mayat jelek itu dari tengah kota, membuangnya dalam lubang galian yang telah dipersiapkan bagi setiap orang yang terhukum mati, agar baunya tidak tercium mereka menutup setiap mayat baru dengan kain dan menimbunnya dengan sedikit tanah dan kapur supaya lubang tidak cepat penuh, sebagai persiapan bagi orang-orang pendosa yang akan dihukum pada waktu selanjutnya.

Sementara itu jauh di dalam hutan nampaknya salah satu jari Saroh dihinggapi seekor burung, tidak lama setelahnya jari itu bergerak menandakan Saroh telah tersadar dari nyamannya tidur kembali kepada dunia yang menyedihkan, wajah dan kulitnya yang dulu indah sekarang telah menghitam penuh luka bakar bernanah serta kulit yang terkelupas, menyakitkan rasanya.

Perutnya mulai berbunyi menandakan rasa lapar yang terus-menerus menyiksa, sebagai bukti ketulusan bertahan hidup Saroh berencana untuk kembali ke kota mencari sesuap makanan entah itu sampah atau sayur busuk pun dia terima.

Sesampainya di kota dia mulai menggeledah setiap tempat sampah dan got-got kotor di setiap pinggir jalan, tetapi hanya batu dan lumpur lah yang dapat terkumpul.

Berencana mencari lagi ke dalam kota. Namun, sepertinya orang-orang disana telah terlebih dahulu takut dan membenci dirinya, wanita dan anak-anak berteriak berlarian ke dalam rumah untuk bersembungi dari penyihir jahat yang sedang berjalan di sekitar kota, sementara para lelaki dewasa menghujat, mengutuk dan melempari penyihir itu dengan batu, kayu, dan lumpur agar segera menjauh dari kota itu.

Saroh yang sadar dirinya bukanlah orang yang lebih berharga dari kotoran ternak hanya bisa berlari menjauh dari manusia-manusia yang menganggap dirinya lebih suci dari satu sama lain, dalam pelariannya Saroh tanpa henti menangis sampai-sampai air mata tak mampu menetes lagi, habis sudah malam tadi.

"Ibu ... Ibu ... Ibu ...."

Berlari dan terus berlari Saroh telah tiba di pinggiran kota yang merupakan tempat tinggalnya yang dulu semasa kecil, tetap sama, orang-orang juga tidak menerima dia disana di tempat kelahirannya sendiri dia telah menjadi duri dalam daging, satu-satunya yang menerima seorang pendosa hanyalah sudut-sudut gang dan kolong jembatan rapuh yang berbau.

Lepas tiga bulan Saroh masih hidup dalam tangis sampai-sampai membuatnya kehilangan akal sehat, dia sudah tidak tahu mana kanan dan kiri, atas dan bawah, batu dan tanah sama saja bisa dimakan menurutnya.

Dari bisik-bisik angin tersebar berita bahwa Monsieur La Bruno telah menembak kepalanya sendiri karena tidak sanggup menahan malu jika ia harus mati dalam keadaan tontonan, dia melakukannya karena kehamilan seorang tahanan dan dilepaskannya tahanan lain karena uang yang merupakan korupsi. Jadi, bagi dia yang mana pun yang dia pilih sebagai kejujuran hasilnya akan sama saja, yaitu kematian.

Sebagai pesan terakhir kepada anak dan istrinya, Monsieur sempat menuliskan sepucuk surat berisi warisan yang dia tinggalkan dan suatu pesan yang tertulis dengan tinta emas.

'Jangan jual dirimu karena uang, uang tak mampu membeli sesuatu seperti nyawa.' Begitulah isi pesan dalam surat tersebut.

Sebagai bukti ketidak puasan kerajaan atas kematian sewenang-wenang yang dilakukan oleh Monsieur yang dengan tidak langsung telah mendahului keputusan Raja, maka dengan itu anak dan istrinya harus dijebloskan kepada kerja paksa.

Sedangkan sebagai pengganti dari Monsieur pada tali gantungan adalah para penjaga penjara yang merupakan orang dengan dugaan kuat sebagai pelaku pemerkosaan terhadap tahanan.

Tepat pada tanggal pengumpulan pajak semua terdakwa telah berbaris menunggu giliran tergantung mati, awalnya setiap dari penjaga penjara menantang keras keputusan kerajaan dan berdalih bahwa mereka sama sekali tidak pernah menyentuh wanita penyihir itu, sama sekali tidak ada satu orang pun yang masuk kedalam kurungannya kecuali Monsieur dan pelayan pengantar makanan saja, pelayan itu juga merupakan seorang wanita pula.

Namun, tentu saja hukum tidak memerlukan jawaban atau alasan, yang hukum butuhkan adalah orang bersalah yang harus dihukum, itu saja bukan?

Hari itu total ada empat orang pendosa yang jadwal hukum gantungnya ditunda karena akan digantikan oleh tiga belas penjaga penjara, tetapi karena masyarakat percaya angka tiga belas adalah angka sial maka diambillah satu orang dari pendosa agar genap berjumlah empat belas orang.

Memberikan penundaan bagi pendosa bertujuan untuk menunjukkan bahwa tali gantung itu tak memandang siapa yang akan tergantung padanya, sekalipun dia seorang polisi jika dinyatakan bersalah maka pendosa sekalipun berhak hidup sedikit lebih lama.

Seperti biasanya penonton semakin ramai saja, empat belas orang telah tergantung pada tiang, dan mayat mereka telah dipenggal dan dijadikan pajangan serta arak-arakan simbol keadilan.

***

Hari terus berlalu bulan juga begitu, dimana-mana setiap orang nampaknya berpakaian serba hitam dengan sepatu merah, baik anak-anak dan orang dewasa sama saja, baik pekerja maupun pemulung yang tidak memiliki pakaian hitam akan menggesekkan pakaiannya dengan arang, bahkan ada yang dengan sengaja berguling-guling di antara bekas pembakaran agar pakaiannya menjadi hitam, bagi yang tidak memiliki sepatu berwarna merah mereka akan mewarnainya dengan pewarna pakaian bagi yang punya sedikit uang, dan bagi yang tidak punya uang mereka akan mewarnainya dengan darah mereka sendiri maupun darah hewan dari penjagal di seberang pasar pusat kota yang jorok.

Ternyata, hari ini merupakan parade hitam yang terjadi setiap Bulan Mei sebagai kenangan akan meninggalnya sang Ratu pada sejarah kelam pemakaman bunga, hari ini adalah hari pertama dalam seminggu parade ini berjalan dimana puncak parade berakhir pada tanggal dua puluh tujuh yang akan datang, setiap orang nampak lebih murung dari yang biasanya, rumah-rumah semuanya gelap dan lorong-lorong semakin dipenuhi para gelandangan kelaparan yang menjijikkan.

Hari ke enam telah berlalu dan tibalah hari ke tujuh yang merupakan hari terakhir, malam itu sangatlah sunyi dan mencekam, dimana bulan seakan malu menampakkan dirinya, dimana malam seakan menggigil akan dinginnya kegelapan.

Ditemani gerimis, suatu malam ketika langit menangis, terlihatlah dari dalam sebuah toko minuman berjalan seorang Kakek Tua yang sedang mabuk berat ke arah pinggir kota, dia sangat mabuk dan muntah di setiap jalan yang dilaluinya.

Melihat aliran sungai, dia mencoba turun untuk membersihkan wajah dan tubuhnya yang penuh muntahan, ketika dia telah tiba di bawah suatu jembatan kayu dengan badan yang lunglai dia terkaget melihat seorang wanita buruk rupa sedang menggendong bayi yang baru saja dia lahirkan dan masih berdarah-darah serta tali pusarnya belumlah terputus.

Lebih terkejut lagi ketika Si Kakek tua ternyata mengenali siapa wanita itu dari matanya yang biru cemerlang serta sedikit dari wajahnya yang nampak familiar, ya, benar saja wanita sekarat itu adalah Saroh, putri yang dia jual sendiri.

Merasa iba akan putrinya, dia dengan cepat berlari mencari bantuan karena bagaimanapun darah pasti bergejolak dan berbicara antara anak dan orang tua.

Berlarilah dia linglung, mengetuk semua pintu rumah di setiap gang-gang sempit yang dia lalui.

Tok ... tok ... tok ....

Namun, dalam dinginnya malam, tidak ada satu rumah pun yang ramah, kerlap-kerlip bintang menyilaukan mata, dinginnya hujan menikam, bulu kuduk hitam legam tertikam.

Si Kakek hanya bisa melanjutkan lari kecilnya menuju pusat kota dengan badan kurus kering dan menggigil — meringkuk lapuk. Walaupun beberapa kali terjatuh, tulang keringnya berhasil bangkit dan berjalan kembali.

Sampai akhirnya di pusat kota yang jorok itu dia berhasil bertemu sekelompok orang yang sedang menghangatkan diri—mengelilingi api unggun, pakaian serba hitam dan sepatu merah seperti pemakaman saja, hiruk pikuk hitam semu. ( Pada hari terakhir parade hitam banyak orang akan begadang sampai malam karena kerajaan akan memberikan satu franch kepada setiap orang yang telah sungguh-sungguh ikut berduka dengan sang Raja)

Tanpa berpikir panjang, Si Kakek langsung menerobos hingga ke tengah-tengah kerumunan, mengambil kayu yang ujungnya telah terbakar—mengangkatnya.

Si Kakek mulai berbicara tetapi orang-orang malah menganggap dia gila—sebenarnya si kakek hanya mengoceh tak jelas saja.

Darrr ....

Suara petir menyambar dalam gerimis, wajah meringis kini senduh menangis.

Sangat terkejut lah Si Kakek, ingat kalau dia telah lama lupa bagaimana cara berbicara, air mata terjatuh mulai menangis, Si Kakek merasa sia sia takut waktu habis.

Namun, ketika dia melihat cahaya api dari kayu yang sedang dia genggam, dia langsung menghapus airmatanya dan mulai menggerakkan tubuh—agar orang-orang melihat gambar yang akan dia goreskan, mulai menggoyang goyang kayu yang dia genggam agar apinya padam—mulai menggores arang kayu itu ke tanah dan orang-orang pun mulai saling menebak apa yang sedang Si Kakek gambar.

Si Kakek menunjuk kearah jembatan di pinggir kota sambil asik menggoresi gambar yang dia buat di tanah.

Alangkah baik sang rembulan, seorang gadis kecil memegang tangan adiknya, berusaha membentuk jembatan.

"Ma ... ma ...."

Mencoba memberitahukan maksud Si Kakek kepada ibunya ... ibunya mulai menebak.

"Jembatan?"

Si Kakek mengangguk hampir terjungkal kedepan saking gembiranya, dan gadis kecil melompat kegirangan karena mereka pikir ini suatu permainan saja.

Si Kakek berdiri dibawah gambarnya—membentuk tangan seperti sedang memeluk bayi, meringkuk durjana.

"Puupiiiduuuuu ...."

Meletakkan bayi yang sedang dia peragakan di sisi kiri sembari meniru si bayi sedang menangis di dalam pangkuan seseorang.

"Owe ... oweee ...."

Tertidur di sisi kanan, menggerakkan kedua tangan, menunjukkan bahwa dia memperagakan seorang wanita—memberitahu bahwa yang tertidur di sana berambut panjang.

Maka, lambat laun orang-orang mulai memahami maksud dari Si Kakek tua, mengangguk-angguk satu sama lain pula, bahagialah Si Kakek menyuruh mereka untuk mengikutinya.

1
Sulis Tiani Lubis
negeri yang dibalik?
SAD MASQUITO: gimana? hahaha
total 1 replies
L'oreal ia
jadi bacaan cewek cocok, apalagi cowok.
pokoknya netral dah, baru kali ini ketemu novel klasik kayak novel terjemahan aja
Gregorius
thor, Lo gila kayak pas nulis ini
Anonymous
lupa waktu jadinya
hopitt
alur cerita penuh warna, tidak monoton, naik turun kayak mood gw wkwk
Kyo Miyamizu
cerita ini bikin segala macam perasaan muncul, dari senang sampai sedih. Gila!
SAD MASQUITO: terima kasih kawan atas kesediaannya membaca novel saya
SAD MASQUITO: terima kasih kawan atas kesediaannya membaca novel saya
total 2 replies
AmanteDelYaoi:3
Mendebarkan! 😮
SAD MASQUITO: terimakasih banyak, kakak pembaca pertama saya, akan saya ingat.
izin screenshot ya kak 🥰
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!