Menikah karena perjodohan orang tua, tidak menghalangi cinta antara Farrel dan Anastasya. Namun, hubungan yang tadinya sudah indah harus hancur berkeping-keping karena pemuda itu lebih mementingkan sahabat, daripada Tasya istrinya sendiri. Sehingga tidak tahu bahwa istrinya mengidap penyakit mematikan. Segalanya terbongkar setelah Tasya mengalami kecelakaan bermotor yang hampir menghilangkan nyawa gadis itu. Hal itu pula membuat Tasya koma hingga bertahun-tahun lamanya.
Bagaimanakah kisah rumah tangga pasangan remaja tersebut? Akan kah Farrel dan orang tua Anastasya menyesal sudah mementingkan hal lain daripada gadis malang tersebut? Jangan lupa tinggalkan jejak biar Mak Autor semagat nulisnya ya🥰🥰
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Zaenab Usman, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Janji Farrel.
💐💐💐💐💐💐
...HAPPY READING......
.
.
Tidak membutuhkan waktu yang lama. Omelette yang diinginkan oleh Tasya sudah siap. Bibi Rani yang tahu selera gadis itu membuatkan seperti biasanya.
"Terima kasih, Bibi," ucap Tasya tersenyum kecil.
"Semoga Nona suka ya. Makanlah yang banyak karena Nona lagi sakit," jawab Bibi Rani dan Tasya hanya mengangguk pelan. Gadis itu mulai mengiris dengan pisang dan makan mengunakan sendok garpu. Tidak ada niatnya untuk menawarkan Farrel yang sejak tadi diam menatap wajahnya.
"Setelah ini Elo makan Nasi juga ya. Biar nggak terlalu lemas," ucap Farrel dengan suara lembut.
"Ya, tapi gue tidak berjanji," jawab Tasya acuh. Dia hanya kesal pada dirinya sendiri yang sudah mencintai Farrel sejak awal pernikahan. Jadi saat merasakan kecewa langsung terperosok begitu dalam.
Setelah menjawab singkat gadis itu diam saja tidak berbicara hal apapun. Padahal Farrel sangat sadar jika istrinya selalu bawel. Anggap saja Tasya lah yang bucin akut padanya.
"Ini Nona, susu hangatnya," kata bibi pelayan lagi. Dia membuatkan susu rasa coklat kesukaan nona mudanya.
"Gue yakin Tasya marah sama gue? Aneh banget sikapnya dingin gitu."
Gumam Farrel karena tidak nyaman bila hubungan di antara mereka harus seperti saat ini. Namun, untuk berbicara dihadapan pelayan juga tidak mungkin.
"Bibi, terima kasih. Omelette nya enak." Ucap Tasya sudah selesai karena hanya makan beberapa potong saja. Boleh dikatakan dia makan sebagai syarat saja.
"Sama-sama, Nona Muda. Apakah Anda ingin sesuatu biar saya buatkan lagi?" tawar sang bibi ikut merasa kasihan pada nona mudanya. Apalagi meskipun nakal tapi Tasya sangat menghormati para pekerja yang ada di rumah orang tuanya.
"Tidak karena aku sudah kenyang, Bibi. Sekarang aku mau istirahat lagi. Bibi buat makanan untuk Farrel saja ya," ternyata meskipun kecewa tapi Tasya masih mengingat suaminya belum ada sarapan.
"Baik, Nona," Bibi Rani hanya menjawab singkat. Dia tidak tega melihat muka Tasya yang memar dan meringis kesakitan saat makan ataupun minum. Namun, dia hanya bisa diam tidak berani ikut campur.
"Setidaknya gue sudah pernah mempertahankan cinta yang gue milik, Rel. Tapi semakin ke sini gue sadar satu hal, bahwa Elo nggak ada bedanya sama orang tua gue. Kalian ingin gue mengerti, tapi kalian nggak pernah mau tahu tentang gue."
Sambil berjalan ke arah kamar Tasya bergumam sendiri. Selama makan dia tahu jika Farrel terus menatap padanya. Hanya saja dia berpura-pura tidak tahu.
"Sayang, maafin gue," Farrel menyusul ke kamar dan tanpa aba-aba langsung memeluk tubuh Tasya dari arah belakang.
"Rel, lepas! Elo membuat dada gue sesak."
"Tidak sebelum Elo mau maafin gue" Farrel menghirup rambut Tasya yang masih tetap wangi meskipun tidak mandi keramas.
"Bukankah tadi gue sudah bilang tidak ada yang perlu dimaafkan. Elo tidak ada salah apapun karena yang salah itu gue sendiri. Gue selalu menyusahkan kalian dan membuat keributan di manapun gue berada. Maaf, karena inilah gue, Rel. Tasya yang mau sampai kapanpun akan terus merepotkan siapapun yang ada di sekelilingnya." Jawab Tasya begitu panjang dan lantang.
Mendengarnya Farrel langsung melepas pelukannya dan memegangi kedua bahu Tasya yang sama ikut menatap padanya.
"Elo tidak merepotkan siapapun, sayang. Please! Tolong jangan berkata seperti ini lagi karena jujur hati gue sakit mendengarnya. Apa yang harus gue lakukan agar Elo tidak dingin seperti ini? Beri gue hukuman apa saja karena itu jauh lebih baik tidak membuat gue tersiksa dengan diam Elo," ungkap pemuda itu karena dia benar-benar tidak tahan bila sang istri diam tidak lagi banyak bicara padanya.
"Kita putus saja ya, Rel. Gue tidak ingin berpacaran dengan Elo lagi," jawab Tasya langsung membuang arah pandang matanya.
"Kenapa? Gue tidak mau, karena gue sayang dan cinta sama Elo, Sya. Lagian mau putus seperti apapun kita adalah pasangan suami istri." Tolak pemuda itu yang disertai gelengan kepalanya.
"Karena hubungan ini menyiksa perasaan gue, Rel. Lebih baik kita menjaga jarak seperti diawal pernikahan. Elo bersama kehidupan Lo sendiri dan Gue dengan kehidupan gue sendiri." Suara Tasya yang lemah menandakan bahwa dia menahan kesedihannya.
"Tidak, sayang. Gue tidak mau. Please! Sya jangan seperti ini. Mari kita bicara baik-baik! Katakan apa yang harus gue lakukan untuk memperbaiki kesalahan gue?"
"Apakah Elo bisa tidak menjadikan Renata nomor 1daripada gue? Apa Elo bisa jauh darinya? Sedangkan sahabat Elo itu tidak memiliki siapa-siapa selain ayahnya yang sudah menikah lagi," Tasya menoleh pada Farrel karena ingin tahu jawaban suaminya.
"Baiklah! Jika Elo tidak suka gue dekat dengannya, maka mulai hari ini gue tidak akan menemui Renata lagi apapun alasannya. Tapi tolong jangan seperti ini karena gue nggak sanggup." Jawab Farrel penuh permohonan.
"Gue bukan hanya tidak suka Elo menemuinya, Farrel. Tapi gue juga tidak ingin dia menelepon Elo melebihi gue sebagai istri sah. Bahkan Elo betah bicara lewat telepon sampai satu jam lamanya," karena Farrel yang memohon jadi sekalian saja gadis itu mengungkapkan segala yang tidak dia sukai selama ini.
"Oke, gue tidak akan menerima telepon darinya lagi. Tapi Elo mau kan memberi gue kesempatan satu kali lagi?" setelah Farrel berjanji dengan sungguh-sungguh membuat Tasya langsung mengangguk kecil.
"Baiklah! Tapi jika Elo berbohong, maka gue sendiri yang akan mengakhiri hubungan ini. Gue memang mencintai Elo, Rel. Tapi gue tidak ingin tersakiti," jawab Tasya jujur tanpa ada yang dia sembunyikan.
"Tidak sayang, gue tidak pernah ingin menyakiti perasaan Elo. Apakah Elo tahu semalaman gue tidak bisa tidur karena menyesal sudah memberitahu mama yang membuat Elo ditampar oleh papa. Gue ingin marah padanya tapi tidak berdaya." Jawab Farrel cepat.
"Maaf ya, karena sudah membuat Elo tersakiti hati ataupun pisik seperti ini. Gue benar-benar menyesal, sayang. Gue menyesal banget!" Farrel langsung menarik Tasya kedalam pelukannya. Dia kecup berulang kali kepala istrinya. "Gue benar-benar cinta sama Elo, Sya. Gue sangat-sangat mencintai Elo. Jangan pernah seperti ini lagi," ucap pemuda itu seperti mana berbisik di tepi telinga istrinya.
"Gue juga mencintai Elo, Farrel," jawab Tasya merasa lega jika suaminya tidak akan menemui Renata lagi ataupun sekedar menerima telepon.
Lalu Farrel melepaskan pelukannya. Tangannya terangkat sambil mengenggam satu tangan Tasya dan dia kecup.
"Maafin gue, Sya," Tasya hanya menyugikan senyuman kecil. Farrel mengelus pelan pipinya yang memar. Membuat gadis itu meringis karena masih sakit. Lalu tanpa berkata apa-apa, Farrel langsung mengecup bibir ranum Tasya. Dia juga menahan tengkuk gadis itu agar membalas ciuman darinya. Karena mereka memang sudah beberapa kali berciuman mesra, tapi untuk hubungan suami-istri, mereka belum pernah melakukannya.
"Gue cinta banget sama Elo, Sya" bisik Farrel yang kembali lagi melahap habis bibir merah berwarna ceri tersebut. Meskipun tidak memakai lip blam tapi bibir Tasya sudah terlihat sangat menggoda. Untungnya Farrel masih bisa menahan diri untuk tidak melakukan hal lebih dari ciuman.
...BERSAMBUNG......
klo udh begini semua pada nyesel..
kmarin² kmana aja d saat tasya butuh perhatian udh nggk ngasih perhatian malah d katain anak gk berguna kna tampar pula..
biar Farrel merasakan mengejar cinta Tasya, dan orang tuanya pun sama