Giska adalah anak dari seorang sopir di sebuah perusahaan. Ia terkejut saat ayahnya mengatakan bahwa Giska akan menikah dengan anak dari bos tempat papanya bekerja. Giska kaget saat tahu kalau lelaki itu dingin, sombong, arogan. Ia berkata : "Kita menikah, kamu harus melahirkan anak laki-laki untukku lalu kita bercerai."
Mampukah gadis berusia 19 tahun itu menjalani pernikahan seperti ini?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Henny, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Belanja Berdua
"Bocil...., ayo bangun, ini sudah siang!"
Giska membuka matanya. Nampak Alka yang sudah segar dengan rambut basah. Sepertinya ia sudah selesai mandi.
"Ini jam berapa?"
"Jam 9 lewat 30 menit."
"Astaga....!" Giska bergegas bangun. "Ayahku dimana?"
"Sudah pergi. Beliau katanya ada acara."
"Acara?" Giska jadi heran. Sejak kapan ayahnya hadir di suatu acara?
"Mandi sana dan kita sarapan. Ayahmu sudah menyiapkan sarapan untuk kita."
Giska turun dari atas ranjang, merapikan tempat tidurnya sambil berpikir, bagaimana ia bisa tidur senyaman ini pada hal semalam hatinya sedang bersedih? Biasanya kalau ada masalah, Giska akan terjaga sepanjang malam.
Setelah mandi dan berganti pakaian, keduanya sarapan bersama.
"Alka, menurutmu ayahku beneran pergi ke sebuah pertemuan atau ke rumah sakit?" tanya Giska.
"Aku tak tahu. Ada sebuah mobil tadi yang menjemputnya. Sepertinya mobil perusahaan. Aku juga tak terlalu yakin."
"Aku merasa kalau ayahku semakin kurus. Apakah penyakitnya bertambah parah?"
"Hei...., habiskan sarapan mu agar ayahmu senang. Tunjukan padanya kalau kamu bahagia karena rumah ini sekarang dilengkapi CCTV." kata Alka sedikit berisik sambil dengan gerakan matanya ia menunjuk sebuah CCTV.
"Astaga, kok bisa ayahku pasang CCTV?"
Alka tersenyum. Ia menghabiskan sarapannya. Kemudian Giska mencuci semua peralatan makan yang mereka pakai. Giska menuliskan sebuah orang di secarik kertas.
...Terima kasih untuk sarapannya, ayah. Sangat enak. Semoga ayah sehat selalu....
Lalu ia dan Alka pun meninggalkan rumah.
Dalam perjalanan ke rumah,.ponsel Giska berdering. Ia melihat kalau itu panggilan dari April.
"Kamu nggak mendengar kalau ponselmu berdering?" tanya Alka yang merasa terganggu dengan bunyi ponsel Alka.
"Aku tak mau mengangkatnya." jawab Giska. Ia langsung menonaktifkan ponsel nya.
"Dari Deo atau sahabatmu?"
"April."
"Oh, namanya April." Alka menganggu kan kepalanya.
"Aku nggak mau berurusan dengannya."
"Kamu marah saat aku memanggilmu bocil. Namun sikapmu ini menunjukan bahwa kamu memang masih bocil."
"Enak saja."
"Orang dewasa itu menanggapi suatu masalah dengan kepala dingin. Berusaha untuk menyelesaikan dan bukan menjauhi. Masalah nggak akan selesai kalau kamu menjauhinya. Sekarang kamu dapat menghindari April. Tapi besok, lusa? Kamu kan nggak bisa menghindarinya terus. Kalian satu kampus, satu jurusan dan kadang sekelas. Cobalah bersikap biasa saja. Dan kita lihat, apakah April jujur atau tidak."
Giska mengakui apa yang Alka katakan ada benarnya juga. "Jadi Maumu aku harus bagaimana?"
"Bukan mau ku. Aku hanya memberi saran. Semuanya tergantung padamu."
Gadis itu diam sejenak. Ia kemudian mengambil ponselnya lalu menghubungi April kembali.
"Hallo....!" sapa Giska terdengar manis namun wajahnya nampak cemberut.
"Eh, Gis, kamu kemana aja? Dari tadi aku telepon tapi kamu nggak angkat."
"Aku ada urusan dengan ayahku. Ada apa?"
"Kamu sama Deo kenapa? Deo semalam terlihat kacau. Dia bahkan bilang kepada teman-temannya kalau kalian sudah putus."
"Dia bilang seperti itu?"
"Ya. Memangnya kalian ada masalah apa?"
"Masalahnya belum bisa aku ceritakan. Memangnya semalam kamu ada bersamanya?"
"Iya. Aku kan ikut dengan rombongan yang ada. Namun aku hanya memantaunya dari jauh. Nggak berani mendekat. Malu lah sama teman-temannya."
Mendengar perkataan April, hati Giska menjadi sakit rasanya. "Aku tutup dulu ya. Dipanggil ayahku. Bye...." Giska mengahiri percakapannya dengan April. Gadis itu diam saja sambil berusaha menahan air matanya.
Alka menghentikan mobilnya di jalan yang sepi. Ia menepuk bahunya. "Menangis saja, aku tak akan memanggilmu bocil."
Giska langsung melingkarkan tangannya di lengan Alka. Ia menangis sangat keras. Alka beberapa kali mengambilkan tissue dan memberikannya pada Giska. Gadis itu menangis sampai akhirnya ia berhenti sendiri.
"Sudah?" tanya Alka sambil melepaskan tangan Giska yang masih melingkar di lengannya. "Kamu meremas lenganku sangat kuat. Seolah aku adalah orang yang membuatmu sakit hati."
"Maaf."
"Sudah bisa kita pulang sekarang?"
Giska menggeleng.
"Maumu apa?"
"Kita jalan-jalan boleh nggak? Atau kamu antar saja aku ke mall. Aku ingin jalan-jalan."
"Boleh."
Alka mengantarkan Giska ke salah satu mall ternama. "Turunlah. Nanti telepon aku jika kamu sudah selesai. Aku mau ke apartemen dulu."
Giska membuka sabuk pengamannya. Namun sebelum ia turun, ia menatap Alka dengan wajah penuh permohonan. "Kamu mau nggak menemani aku jalan-jalan di mall? Aku bingung harus melakukan apa."
"Aku nggak mau. Malas banget jalan-jalan nggak jelas seperti itu. Itu gayanya ABG macam kamu."
"Please .......!" Giska mengatupkan tangannya di depan dadanya.
Alka mendengus kesal. "Ya sudah. Aku parkir mobil dulu." Alka mengalah karena ia malas berdebat dengan bocil macam Giska.
***********
"Kalau cuma jalan-jalan seperti ini, aku malas. Masuklah ke toko dan beli sesuatu." Alka mulai berkomentar setelah 2 jam mereka hanya jalan-jalan saja.
"Barang-barang di sini kan mahal. Beda kalau kita belanjanya di pasar."
"Lalu kartu yang di berikan Ruddy padamu mau kau simpan saja?"
"Kartu?"
Alka mengambil tas punggung Giska lalu mengeluarkan dompetnya dan mengambil black card itu. "Belanja sesukamu. Kalau papaku sampai tahu bahwa kamu tak pernah menggunakannya, maka aku yang akan dimarahinya."
"Tapi apa yang harus aku belanja? Bukankah waktu di Jepang, kamu sudah membelikan aku banyak barang?"
Alka berdesis kesal. "Ayo ikut aku!"
Giska bagaikan seorang anak kecil yang mengikuti ayahnya. Alka masuk ke toko khusus tas dan dompet. "Ganti dompetmu karena bentuknya sudah usang." bisik Alka.
Giska melihat-lihat dompet yang ada di sana. "Astaga, dompet segini saja harganya sampai 5 juta?" pekiknya membuat Alka langsung menutup mulut gadis itu karena malu didengar pelayan toko.
"Ambil tanpa memperhatikan harga. Begitulah cara orang-orang kaya berbelanja, Giska." bisik Alka lalu melepaskan tangannya yang menutup mulut Giska.
Giska akhirnya membeli 2 dompet di toko itu. Sebenarnya ia merasa kalau satu cukup saja namun Alka memintanya untuk menambah satu lagi. Kemudian mereka ke toko make up dan skincare. Giska bahkan diminta konsultasi dengan dokter kulit yang memang ada di sana untuk mendapatkan skincare yang cocok untuknya.
Dari satu toko ke toko lain, Giska dan Alka keluar dengan banyak barang bawaan. Alka bahkan menyewa jasa pembawa barang untuk mendorong belanjaan mereka.
"Wah, jamnya cantik." kata Giska saat Alka mengajaknya mampir di toko perhiasan dan jam.
"Itu ada sepasang, nona." ujar penjaga toko.
"Nggak boleh hanya satu saja yang dibeli?"
"Nggak boleh. Itu memang khusus sepasang."
Alka yang sudah selesai dengan perhiasan yang dibelinya segera mendekati Giska. "Kamu mau jam ini?"
"Tapi nggak boleh. Harus di beli sepasang."
"Ambil saja."
"Nggak ah. Lagi pula mubazir karena yang satu nggak ada yang akan pakai. Lagi pula harganya mahal. Hampir satu miliar."
"Kamu kan bisa memberikannya pada ayahmu."
Giska hanya diam namun. Alka segera memerintahkan untuk membungkus jam tangan itu.
"Alka, aku lapar." ujar Giska setelah mereka selesai berbelanja.
"Ayo makan!" ajak Alka.
Keduanya memasuki sebuah restoran yang ada di dalam mall. Giska memesan beberapa jenis makanan dan minuman.
Sementara mereka menikmati makanan, April tiba-tiba saja muncul.
"Giska? Ya ampun, kita ketemu di sini. Ini siapa?" tanya April saking hebohnya. Ia menatap Alka yang sedang makan seolah tak memperdulikan kedatangan April.
"Ini....ini....." Giska bingung harus mengatakan apa.
**************
Apa yang akan Giska katakan?
walopun di awal2 bab sedikit gemes dg karakter Alka yg super duper cuek, tapi pada akhirnya berubah jadi super bucin ke Giska..
finally happy ending.. saya suka.. saya suka..
Akhirnya mereka bisa mewujudkan impian kedua ortu masing2, walopun pada akhirnya hanya papa Geo yg bisa melihat langsung anak Alka-Giska dan itupun hanya sebentar..
benar2 perjuangan yg luar biasa ya papa Geo..
tetep berbau "bule" ya mak, walopun cuma blasteran..
secara visual benernya lebih suka sama Rudi, hehe.. tapi itu kan preferensi masing2..
seneng banget deh bisa reunian sama Juragan Wisnu-Naura..
kangennya lumayan terobati..
jujur, karya2 awal (alias para sesepuh) menurutku yg paling ngena di hati..
mulai dari empat sekawan Faith-Ezekiel, Ben-Maura, Edward Kim-Lerina, Arnold Manola-Fairy, trus jgn lupakan Giani-Geronimo dan yg khas nusantara tentunya juragan Wisnu-Naura..
semuanya karyamu aku suka mak, tapi kisah mereka yg paling tak terlupakan..
anyway, semoga sehat selalu ya mak..
tetap semangat berkarya apapun yg terjadi dan semoga sukses selalu baik di dunia halu dan nyata.. 💪🏻😘😍🥰🤩
alur cerita menarik dengan alur yg lambat dan terkadang juga cepat dengan mengalir dan tidak muter2.
terimakasih atas bacaannya yang menarik thor.
terus semangat berkarya...❤️❤️