Muara Cinta

"Mana istriku, Ma. Aku ingin ngomong." Andri mengangkat tangannya menempelkan di kening. Kepalanya sangat berat, tapi Andri tidak bisa menemukan keberadaan Andara.

"Gia ada di rumah."

"Mama tahu, bukan Gia yang aku maksud." Andri kesal dengan ibunya yang berlagak tak mengerti, meski sempat tak sadarkan diri, Andri masih mengingat dengan jelas jika ia berhasil menemukan keberadaan Andara, Andara lah yang membawanya ke rumah sakit.

"Ma, dimana istri ku? Mama pasti tau kan?" Andri sudah tidak perduli dengan rasa sakitnya, dia butuh kehadiran sang istri pertama, Andara selayaknya obat untuknya.

"Kenapa kamu masih terus mencari dia? Ceraikan sajalah dia, Dri. Lagian kamu sudah ada Gia, yang lebih unggul dari segala-galanya. Lebih muda, cantik, Gia juga memiliki banyak uang, tanpa kamu bekerja pun, kalian tidak akan kesulitan ekonomi sampai tujuh turunan. Wanita murahan itu sudah mama suruh pergi, nggak ada gunanya juga, sudah cukup dia monopoli kamu sampai-sampai Gia kamu abaikan."

Damn !! Andri benar-benar muak dengan cara berpikir ibunya yang tidak jauh-jauh dari uang. Frustasi dan pening, Andri menjambak rambutnya keras-keras berusaha mengenyahkan rasa pening yang seakan-akan menusuk-nusuk ke dalam otaknya dengan sangat keji dan tanpa ampun sama sekali. Rasa marah menguasainya saat di desak ibunya untuk segera menceraikan Andara.

Bukan Andara yang hancur tanpa Andri di sisinya, melainkan Andri yang remuk tanpa harga diri, tanpa punya apa-apa. Bahkan bulan depan Andri sudah tidak bisa lagi menjatah ibunya yang selama ini selalu disebut dana balas budi. Andri sudah kehilangan pekerjaan karena terlalu ceroboh hingga perusahaan tempatnya bekerja mendapat kerugian besar. Andri dipecat tanpa rasa hormat dari jabatannya sebagai Direktur.

"Lihat saja nanti, perempuan itu mungkin sebentar lagi akan menjadi gelandangan. Sementara kamu duduk di atas mobil mewah sama Gia, aset kalian akan di mana-mana. mama sudah tidak sabar melihatnya, Dri."

"ASET APA MA?!!?? ANDRI NGGAK PUNYA APA -APA SELAIN HARGA DIRI, ITUPUN SEKARANG SUDAH TERGADAI SEMENJAK MAMA DIAM-DIAM TERUS MENERIMA UANG DARI GIA!!"

Andri menjerit meluapkan segala kemelut di hatinya, selama ini dia takut untuk melawan, orang tuanya akan membocorkan semuanya. Tapi ternyata mereka benar-benar memperalat dirinya demi keuntungan yang tidak berani Andri hitung jumlahnya.

Sementara wanita itu membeku karena mendengar bagaimana kerasnya bentakan Andri padanya. Ini kali pertama Andri begitu marah dan terlihat sangat putus asa.

...****************...

"Jadi sudah selama itu kamu berusaha bertahan?" suara Melati bergetar, Bisa Andara lihat jika mata indah bundanya berkaca-kaca saat meraih tangan Andara dan menggenggamnya dengan erat, seolah kata-kata saja tidak cukup untuk menguatkan Andara.

Semuanya Andara bagi pada mereka dan tidak ada yang ditambah atau dikurangi. Tentu kedua orang tua Andara meradang dalam kemarahan. Terutama sang ayah, wajahnya memerah. Jika Andri benar ada di hadapannya mungkin akan habis dihajar oleh beliau.

Andara sudah memutuskan untuk berpisah tentu ia merasa harus memberitahu keluarganya. Kenapa ia sampai menyerah.

Andara menelan ludahnya kelu, Ia sudah lelah menangis, bisa Andara bayangkan betapa menyedihkan dia di hadapan orang tuanya . Bercerita tentang semuanya membuka luka yang sudah ia simpan sendirian. Tapi saat akhirnya Andara keluarkan, ia seperti memompa racun keluar dari tubuhnya. Menyakitkan namun pada akhirnya ia merasa lega.

"Semuanya sudah berakhir Andara." berulang kali Andara mengatakan itu hatinya. Lama bundanya memeluk, bergantian dengan sang ayah. Cinta Pertama Andara adalah Ezaz sosok yang selalu Andara kagumi karena cinta beliau yang sangat besar untuk keluarganya. Andara bisa merasakan kekecewaan sang ayah.

Meski pernah membuat keduanya kecewa, Tapi saat melihat anaknya terluka nyatanya mereka yang mendekat, meraih Andara ke dalam pelukan mereka yang selalu hangat dan menenangkan.

"Andara kamu anak Bunda yang kuat. Selama ini kamu tidak pernah mengecewakan kami dengan sikapmu yang tergesa-gesa, kamu selalu menunjukkan pada Bunda betapa tenangnya kamu dalam berpikir saat menghadapi masalah, dan sekarang meskipun Bunda nggak suka dengan sebuah perpisahan, tapi kalau kamu sudah memutuskan untuk lebih baik berpisah. Bunda akan menjadi pelindung terdepan mu saat ada orang yang berucap tidak baik soal keputusanmu." Melati tidak melepaskan pelukannya.

Andara memang tidak beruntung dalam pernikahan. Tapi berani ia katakan dengan lantang jika ia memiliki orang tua terbaik di dunia ini. Sejuta kali pun Andara tidak bosan menjadikan sang ayah cinta pertama. Sosok pahlawan di dalam hidupnya. Begitu juga sang bunda yang selalu memaafkan seberapapun besar kesalahan yang sudah Andara perbuat.

...****************...

Dewa buru-buru menuju parkiran rumah sakit saat Ezaz memintanya untuk segera pulang. Perasaan lelaki itu tak menentu, keadaan sang Bunda beberapa hari terakhir semakin menurun, Dewa takut terjadi sesuatu pada bundanya.

Saat hendak membuka pintu mobil, tiba-tiba seorang dokter yang sudah sangat ia kenal menegurnya.

"Ban mobilmu kempes." tegur Farazt dengan menunjuk salah satu roda mobil Dewa.

Dewa yang hendak buru-buru pulang segera melihat ke arah ban mobilnya, benar, ban mobil itu terlihat tidak normal.

"Mau ikut denganku? Kurasa kita searah." Farazt menawarkan tumpangan. Dewa tampak berpikir. Ia sedang buru-buru, tidak memungkinkan harus menganti ban mobilnya dulu sementara hatinya begitu gelisah.

Pada akhirnya Dewa menerima penawaran Farazt untuk pulang bersama. Dewa melihat Bugatti chrion tunggangan super mahal milik Farazt yang terparkir sendirian di parkiran khusus petinggi rumah sakit.

Dewa dipersilahkan masuk oleh Farazt dengan sopan. Seumur hidup ini pertama kali bagi Dewa bisa duduk di mobil super mahal yang sangat gagah.

Mobil itu mulai meninggalkan parkiran, Dewa mengatur degup jantung yang seolah ingin meledak. Dewa baru pertama kali merasa seperti ini, sangat sungkan hingga rasanya sulit bernafas.

Perjalanan terasa singkat, mereka sudah tiba di kediaman keluarga Dewa. Karena terlalu khawatir Dewa tidak kepikiran untuk menawari Farazt mampir, lelaki itu buru-buru masuk kedalam rumah.

Farazt tidak masalah dengan sikap Dewa, tidak ingin mengulur waktu ia hendak bertolak dari rumah Dewa. Namun dering telepon seluler membuatnya menyadari jika ternyata Dewa meninggalkan benda pipih itu didalam mobilnya.

...****************...

Dewa gegas berlari masuk kedalam rumah, laki-laki itu begitu khawatir dengan keadaan bundanya, sampai-sampai tidak menyadari jika barangnya tertinggal.

Tapi langkah lebarnya tertahan saat mendapati ruang keluarga tampak ramai. Suara tawa yang sudah lama tak terdengar mengusik pendengaran pria itu.

Kaki pria itu tak sanggup melangkah saat matanya menangkap keberadaan seseorang yang terasa tidak mungkin. Tapi suara itu? Memang benar dirinya.

Dewa yang terpaku melihat adiknya, tidak menyadari ada seseorang yang sudah berada di belakangnya.

"Apa ayah dan bunda tidak malu memiliki putri yang akan menyandang status janda?"

Suara Andara menembus dua pasang telinga yang berdiri sejak beberapa menit yang lalu.

"Ayah tidak akan malu, kamu tidak perlu khawatir, Ayah yang akan mengurus perceraian mu, kita tunggu Abang mu datang, kita akan bahas ini."

"Dek," Dewa bersuara.

Ketiga orang yang sedang berunding langsung mengalihkan pandangan.

Andara tidak terkejut dengan kehadiran Dewa, yang membuat Andara kaget adalah kehadiran dokter spesialis bedah yang pernah begitu baik membantunya.

"Dokter, Anda disini?"

Sementara Farazt tidak menyangka akan kembali bertemu dengan perempuan yang sempat mencuri perhatiannya, laki-laki itu salah tingkah, membuat Farazt justru melupakan keberadaannya disini karena ingin mengembalikan barang Dewa yang tertinggal.

"Ada tamu rupanya."

Suara Ezaz menyadarkan Dewa, Dewa ikut kaget melihat dokter Farazt berada di belakangnya.

"Dokter, maafkan saya..."