NovelToon NovelToon
Sisi Lain Dari Pagar Sekolah: Pengalaman Dan Penyesalan

Sisi Lain Dari Pagar Sekolah: Pengalaman Dan Penyesalan

Status: sedang berlangsung
Genre:Teen / Romantis / Teen School/College / Slice of Life
Popularitas:4k
Nilai: 5
Nama Author: Atikany

Aku punya cerita nih, soal dunia ku yang banyak orang bilang sih kelam, tapi buat ku malah keren dan penuh dengan keseruan. Aku punya circle, sebuah geng yang isinya anak-anak yahut yang terkenal jahil dan berani. Seru abis pokoknya! Mereka itu sahabat-sahabat yang selalu ada buat ngelakuin hal-hal yang bikin adrenaline kita ngacir.

Kita sering hang out bareng, kadang sampe lupa waktu. Dari yang cuma nongkrong asyik di tempat-tempat yang biasa kita tongkrongin, sampe yang agak miring kayak nyoba barang-barang yang sebenernya sih, yah, kurang direkomendasiin buat anak muda. Tapi, yah, lagi-lagi itu semua bagian dari mencari identitas dan pengalaman di masa remaja.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Atikany, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Part 14

Pulang sekolah, seperti biasa, aku langsung beres-beres rumah. Selesai semua itu, aku langsung rebahan di kamar, capek banget rasanya. Namun, enggak lama aku bisa istirahat, karena kebetulan sore itu aku lihat Bapak, Mamak, dan Aries lagi asyik duduk-duduk di teras sambil makan lotek.

Aku langsung nyemperin mereka, berharap masih kebagian. Tapi begitu sampe, Aries langsung nyeletuk, "Yah, Mbak telat sih. Udah habis," sambil ketawa.

Aku cuma diem aja, ngeliatin bungkus lotek yang udah kosong itu. Entah kenapa, rasanya jadi ngerasa kayak jauh banget dari mereka, meski fisiknya deket. Tapi aku pilih buat enggak ngeladenin, trus langsung aja melipir ke tempat jemuran buat angkatin baju yang udah kering.

Waktu aku balik lagi ke teras, tiba-tiba bapak ngomong, "Kalau kamu mau, kamu beli aja," sambil menaruh sejumlah uang di atas meja.

Tawaran itu, meski mungkin baik niatnya, terasa agak menyakitkan. Rasanya seperti mereka tidak terlalu peduli untuk berbagi momen makan bersama dengan aku, atau mungkin aku hanya terlalu sensitif.

Aku hanya melihat uang itu sekilas, tersenyum pahit sambil menyipitkan mata, "Enggak usah, Pak. Makasih," ucapku dengan suara yang mencoba tetap ramah. Setelah itu, aku masuk ke dalam rumah tanpa melihat mereka lagi.

\~\~\~

Malam itu aku memang lebih memilih diam di kamar. Bagiku, nggak ada gunanya duduk bareng sambil nonton TV kalau ujung-ujungnya keberadaanku di rumah ini kayak enggak disadari oleh mereka.

Bapak tiba-tiba memanggil dari ruang tengah, "Mbak, sini nonton bareng." Suaranya terdengar lebih hangat dari biasanya.

Awalnya aku males, tapi entah mengapa, kali ini aku merasa harus keluar dari zona nyamanku itu. Dengan perasaan yang masih campur aduk, aku akhirnya keluar kamar dan bergabung dengan mereka, tapi pilih duduk di pojokan.

Begitu aku duduk, bapak langsung nyerocos, "Kamu ngapa sih enggak mau ngobrol sama keluarga sendiri? Malah sukanya di kamar terus?" Nada suaranya mencerminkan kecurigaan, tapi juga kekhawatiran.

Aku membalas dengan nada sebiasa mungkin, "Enggak ada yang bisa diobrolin. Lagian lebih nyaman di kamar." Aku mencoba menjawab sejujur mungkin tanpa membuat suasana jadi panas.

Bapak kayaknya merasa perlu ngasih saran. "Jangan di kamar terus. Sesekali main," ucapnya sambil makan jagung rebus. Aku perhatiin dia makan jagung itu dan kayaknya bapak sadar kalau aku lihatin dia.

"Kamu mau?" tanyanya, sambil melihat jagungnya.

"Emangnya boleh?" tanyaku ragu.

"Ambil aja," jawab bapak.

Aku ambil jagung itu, nggak yakin tapi akhirnya nyicip juga. Sambil ngemil jagung, aku ikut nonton sinetron yang lagi tayang di TV. Suasana agak lebih nyaman sekarang, meski dalam hati masih ada rasa canggung yang nggak hilang-hilang.

Tapi tiba-tiba, Mamak mengajukan pertanyaan yang membuatku sedikit kaget. "Kamu kok tumben enggak minta uang saku lagi?" tanyanya, dengan nada penasaran.

Yah, kalo aku jujur bilang ke mereka kalo aku ikut-ikutan temen-temen malakin orang buat jajan, pasti bakal ribut deh di rumah.

Bisa-bisa nanti Bapak dan Mamak ngomel-ngomel, "Kita masih bisa kok kasih kamu uang jajan. Ngapain sih kamu harus minta-minta ke teman-temanmu? Ntar malah dibilang kita nggak ngurusin kamu."

Jadi, mikir-mikir juga sih mau ngomong apa yang baiknya ke mereka biar nggak tambah masalah.

"Lupa," jawabku cepat.

Mamak melirikku sejenak lalu menambahkan, "Kamu juga jarang makan."

Aku cepat-cepat menjawab lagi, "Lagi diet," padahal kenyataannya bukan itu.

Aku sering makan banyak, tapi biasanya bareng teman-teman. Jadi, kalau sudah pulang ke rumah, rasanya perut sudah penuh, nggak butuh makan lagi.

Aries, dengan polosnya, ikut nimbrung. "Mbak udah kurus ngapain diet?" tanyanya heran.

Bapak yang dengar percakapan itu langsung nyerocos, "Enggak usah diet-dietan, cari penyakit itu namanya."

Kedengarannya mereka semua peduli, tapi entah kenapa, di situasi kayak gini, aku malah jadi merasa sedikit lebih jauh dari mereka.

\~\~\~

Pagi itu aku sarapan seperti biasa. Hari ini aku masak sayur kangkung, memanfaatkan kangkung yang bapak sama mamak panen dari kebun di belakang rumah. Memang, mereka petani karet, tapi kami punya kebun lain yang kami garap sendiri untuk nanam sayur-sayuran.

Ketika aku selesai siap-siap dan duduk sarapan, bapak sudah duduk lesehan dekat tungku, nampaknya sedang menikmati secangkir kopi hangat. Musim hujan membuat pagi itu terasa lebih dingin dari biasanya.

"Berangkat sekolahnya hati-hati ya. Tadi subuh hujan deres, jalannya pasti licin," ucap bapak, matanya masih tertuju pada gelas kopi yang mengeluarkan uap panas.

Aku mengangguk, memikirkan jalanan yang licin itu membuatku sedikit khawatir.

"Bapak bisa anterin aku? Mumpung bapak juga enggak ke kebun karet kan karena pohonnya basah?" tanyaku hati-hati, berharap bapak bisa mengantarku kali ini.

Aku menatap Bapak dengan raut muka yang agak kecewa. Harusnya aku nggak kaget lagi sih, toh udah sering Bapak bilang gini. Tapi kadang, ya itu tadi, harapannya masih ada gitu. Pengennya masih ada yang nganterin pas jalanan lagi licin-licinnya karena hujan.

Tapi Bapak dengan tegasnya bilang, "Bukanya Bapak enggak mau anterin kamu. Tapi kamu harus belajar mandiri. Jangan takut karena jalan licin. Jatuh ya ketanah enggak akan sakit."

Aku bisa ngerti maksudnya, tapi kadang-kadang, bapak ini keras juga ya ngajarnya. Sejak kecil, kayaknya dia udah ngajarin aku buat tangguh. Apalagi sekarang punya adik, eh, malah kayaknya beban aku makin bertambah. Harus lebih sempurna, lebih bisa diandalkan.

"Bukannya bapak enggak sayang sama kamu. Tapi, kamu harus bisa lakuin semuanya sendiri," ucap bapak dengan nada yang tegas.

Aku bisa lihat dari matanya bahwa ini bukan tentang dia enggak peduli, tapi lebih ke ingin ngajarin aku buat kuat.

Aku tahu seharusnya aku bisa dalam segala hal. Tapi nyatanya, aku anak biasa. Makin ditekan, makin aku enggak bisa ngelakuin apa-apa. Rasa enggak berguna itu makin hari makin kuat aja, kayak bayangan yang ngikutin aku terus.

Aku pengen bilang ke bapak bahwa tekanan itu kadang-kadang bikin aku sulit bernapas, bikin aku takut buat coba karena takut gagal.

"Kamu jangan terlalu keras sama adekmu. Dia masih kecil. Harus pelan-pelan ngajarinya," nasihat bapak dengan suara yang tenang tapi serius. Ironisnya, nasihat itu datang dari orang yang ngajarin aku dengan cara yang keras. Rasanya pengen ketawa mendengarnya, tapi aku tahu ini bukan waktu yang tepat untuk tertawa.

Di saat itu juga, entah kenapa, semua perasaan yang selama ini kusimpan mendadak ingin keluar.

"Kalau enggak sayang bilang aja enggak sayang," ucapku tiba-tiba. Suaraku terdengar lebih tajam dari yang kuharapkan. Bapak terdiam sejenak, terlihat kaget dengan kelancanganku.

"Aku juga udah enggak terlalu perduli," tambahku lagi. Kata-kata itu keluar begitu saja, seperti silet yang tajam dan dingin.

Sejak masuk SMP, perasaanku memang mulai berubah. Aku merasa semakin terpojok dengan semua ekspektasi dan tekanan yang terus-menerus kurasakan. Aku masih remaja, dan kadang emosiku tak sekuat yang orang lain pikir. Terlalu lama aku diam dan menurut, tapi sekarang rasaku mulai sulit untuk kusimpan sendiri.

1
Amelia
halo salam kenal ❤️🙏
Atika Norma Yanti: salam kenal juga ya😄
total 1 replies
Anita Jenius
5 like mendarat buatmu thor. semangat ya
Anita Jenius
seru nih mengangkat masalah pembullyan.
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!