NovelToon NovelToon
Menjelang Malam Di Bumi Perkemahan

Menjelang Malam Di Bumi Perkemahan

Status: tamat
Genre:Horor / Tamat / Mengubah Takdir / Roh Supernatural
Popularitas:2.5k
Nilai: 5
Nama Author: Rin Arunika

🍀
Sebuah rahasia akan selalu menjadi rahasia jika tak ada lagi jejak yang ditinggalkan. Namun, apa yang terjadi jika satu persatu jejak itu justru muncul kembali dengan sendirinya ? Akankah rahasia yang sudah terkubur akan terungkap kembali ?
Apakah itu semua berhubungan dengan mitos yang beredar bahwa ‘mereka’ akan selalu hadir di tempat yang paling mereka ingat selama hidup mereka ?
..
🍀

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rin Arunika, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Pulih

Sementara itu, setelah berusaha meluruskan kesalah pahaman di perkemahan tadi, Pak Miko akhirnya berhasil mendapatkan kembali simpati dari Pak Sartawi.

Hingga setelah beberapa obrolan singkat, Pak Miko bersedia untuk mampir ke rumah Pak Sartawi demi mendapatkan panglay yang kebetulan Pak Sartawi miliki.

“Panglay ini balurkan saja ke seluruh dahi dan jari-jari anak itu. Jangan lupa sebut nama Tuhan dulu” kata Pak Sartawi

“Lho… Bapak gak ikut lagi ke tempat kemah ?” tatapan Pak Miko melebar

“Ah, enggak perlu. Bapak sendiri juga bisa” balas Pak Sartawi ramah

“Ooo… Iya, ya, Pak. Jadi, sekarang saya pamit ya, Pak. Makasih banyak lho ini”

“Ya… Ya. Sama-sama, Pak. Sama-sama”

Setelahnya, Pak Miko bergegas kembali menuju area perkemahan dengan perasaan lega.

Namun, di rumah Pak Sartawi saat ini, Bu Karti ternyata sudah sejak tadi diam-diam memperhatikan obrolan Pak Sartawi dan Pak Miko.

“Pak!” panggil Bu Karti sesaat setelah Pak Sartawi mengunci pintu rumah. Dan dengan cepat Bu Karti menghampiri Pak Sartawi.

“Bapak. Itu Vina kan, Pak ?” Bu Karti menatap lekat-lekat Pak Sartawi sambil memegangi lengan suaminya itu.

“Gak tau, Bu. Bapak juga bingung” jawab Pak Sartawi sambil terus melangkah menuju salah satu ruangan kamar

Namun, ruangan yang Pak Sartawi masuki itu tampak seperti tak asing.

Ah, benar. Ruangan kamar itu adalah ruangan kamar yang ada dalam mimpi menyeramkan Vivianne sebelum tiba hari perkemahan.

Dan apa yang Pak Sartawi lakukan selanjutnya tak kalah mengherankan. Pria paruh baya itu segera menyalakan dupa yang rupanya telah tersimpan di salah satu sudut kamar itu.

Bu Karti juga ikut melakukan hal yang sama. Wanita itu ikut duduk di dekat Pak Sartawi dan keduanya kini tampak terduduk dan bersimpuh.

“Vina… Kamu jangan marah-marah ya, nak. Nanti Bapak sama Ibu cariin kalung kamu” gumam Pak Sartawi

Padahal dihadapan mereka hanya ada dupa yang mengepul. Namun, Pak Sartawi benar-benar terlihat berbicara dengan seseorang.

#

Sesuai dengan ucapan pak Sartawi, panglay yang Pak Miko bawa itu kemudian dibalurkan ke area dahi dan seluruh jemari Lia.

Pak Bayu hanya terdiam menyaksikan hal itu. Ia belum menerima sepenuhnya namun tak begitu jelas menunjukkan penolakan.

“Pak Miko” panggil Pak Bayu, “Bapak percaya sama omongan Pak Tawi sama Pak Darman tadi ? Rasanya gak masuk akal-“

“Gimana ya, Pak. Tadinya saya juga masih belum percaya sama yang kayak gituan. Tapi ini, lho. Lia ini buktinya” ucap Pak Miko

Tepat setelah Pak Miko mengakhiri ucapannya, kondisi Lia yang sebelumnya sangat mengkhawatirkan tiba-tiba berubah setelah dirinya mendadak terbatuk dengan kencang.

Anehnya, Lia terlihat seperti seseorang yang baru saja hampir tenggelam. Sebab, berbarengan dengan batuknya tadi, banyak juga air yang ikut keluar dari hidung dan mulut Lia.

Melihat hal itu, Pak Bayu dan Pak Miko refleks menolong Lia seolah Lia benar-benar korban yang nyaris tenggelam.

Perlahan tapi pasti, Lia membuka kedua matanya. Dilihatnya Pak Bayu dan Pak Miko satu persatu, lalu…

“Bapak…” dengan suara yang lirih, Lia terisak.

Kedua guru itu lalu berusaha semampu mereka untuk menenangkan Lia.

“Pak, Pak Miko... PMR mana PMR…” Pak Bayu panik

“Ya, Pak. Saya panggil mereka dulu…”

Sesampainya mereka di tenda Pembina, Tim PMR dengan telaten merawat Lia yang kala itu masih terus menangis. Rasa takut dan syok berat juga tergambar jelas pada wajah Lia.

Karena detail susunan kepanitiaan hanyalah sedikit bentuk dari formalitas sekolah, jadi ‘panitia divisi kesahatan’ juga kerap dipanggil Tim PMR oleh kebanyakan orang di sana.

#

Dibalik tenangnya tenda Regu C Putri, salah seorang dari mereka masih ada yang tak mampu terlelap.

“Ck. Malah ga ngantuk-ngantuk” batin Vivianne. Kala itu, Ia hanya terus memainkan gelang yang Ia lepaskan dari pergelangan tangannya.

Ia terduduk dan menatap sekitarnya. Yang dilihatnya hanyalah suasana tenda yang redup dan teman-temannya yang sepertinya sudah terlelap.

Hanna yang berada di sebelah Vivianne menyadari hal itu dan memeriksa Vivianne dengan meraba-rabanya.

Vivianne kembali terbaring dengan malas.

“Kenapa ?” bisik Hanna

“Gue gak bisa tidur… Lo kenapa ? Kirain udah tidur” Vivianne balik bertanya

Hanna mengambil nafas dalam, “gue gak ngantuk” ucapnya

Lalu keduanya mendadak terdiam, belum terdengar lagi obrolan.

“Han… Pengen pipis…” ucap Vivianne pelan

“Jam segini ?”

Vivianne lalu menganggukkan kepalanya, “anter…”

“Gue takut diomelin Pak Bayu. Lagian mau ke mana malem-malem gini” ucapan Hanna ini seperti penuh rasa ragu

“Ishh… Ayah gue mah gak usah dipikirin. Orang anaknya juga yang pengen pipis. Masa gak diizinin. Di depan juga kambingnya pada gak ada” sungut Vivianne

FYI, ‘kambing’ yang Vivianne maksud adalah kependekan dari Kakak Pembimbing.

Mendengar itu, Hanna terdiam sejenak. “Tapi ke mana, Vi ?”

“Kalo ke pemandian di sono… Gimana ?”

“Hmm… Ya udah, gue anter. Tapi jangan lama-lama” Hanna akhirnya menyetujui permintaan Vivianne

#

Di lain tempat, Bu Niken terbangun tadi tidurnya setelah mendengar erangan Windy.

“Win… Windy, nak ?” Bu Niken jelas sangat merasa panik

Dirinya bergegas menekan tombol pemanggil darurat dan untungnya Windy cepat mendapatkan penanganan tim medis.

“Gimana, sus ? Apa ada yang salah ?” tanya Bu Niken

“Kalau dari hasil pemeriksaannya, tidak ada masalah dengan pasiennya. Justru ini kabar baik, Bu. Karena pasien sudah menunjukkan tanda-tanda kesadarannya…” jelas perawat itu

“Oalah… Syukurlah. Atau mungkin itu kayak mimpi gitu ya, sus ?”

“Kurang lebihnya seperti itu, Bu…” balas perawat itu singkat

“Ya ampun… Kalo gitu makasih ya, sus” binar mata Bu Niken kini tampak berbeda

“Sama-sama, Bu. Mari…” pamit perawat itu.

Benar saja. Beberapa saat setelah perawat itu pergi, Windy perlahan membuka matanya. Ia menyadari dirinya tidak lagi berada di perkemahan. Dan sosok yang pertama Ia lihat adalah Bu Niken.

“Bu…” panggilnya dengan suara yang terdengar parau

Bu Niken terkejut dan senang di waktu yang bersamaan.

“Lho ? Kamu udah bangun ?” ucap Bu Niken semangat

“Ibu…” panggil Windy lagi

“Iya sayang. Ibu di sini, nak…” Bu Niken meraih jemari Windy

“Bu… S-saya takut… Saya gak mau balik lagi ke tempat kemah itu…” Windy terdengar meracau dengan suara yang masih gemetar

Anak ini masih ngigo kah ? pikir Bu Niken.

“Win. Kamu mau minum ? Biar Ibu ambilin” tanya Bu Niken

Windy menganggukkan kepalanya perlahan.

“Temen-temen di sana baik-baik aja kan, Bu ?” suara Windy terdengar membaik

“Eh ? Emangnya kenapa, Win ? Kok kamu nanya begitu ? Harusnya kamu pikirin kondisi kamu dulu…” Bu Niken membantu memperbaiki tempat tidur untuk Windy

“Saya juga gak ngerti, Bu. Tapi, gak tau kenapa di sana kayak ada yang salah…”

“Ada yang salah kenapa ? Kamu bisa cerita sama Ibu ?” tanya Bu Niken penasaran

“Mmm… Yang saya inget tuh saya sempet ke hutan bareng Lia, buat nyari bahan hasta karya. Terus pas saya ajak balik, dianya malah nyuruh duluan. Tapi pas balik ke tenda, Lia malah udah di sana, Bu. Kan gak mungkin Lia dateng duluan” ungkap Windy

“Ishh… Ga boleh nakut-nakutin gitu, ah. Kamu yakin Lia ga motong jalan waktu balik ke tenda ?” Bu Niken sepertinya penasaran

“Yakin banget Bu. Soalnya yang saya tau kalo jalan dari hutan ya cuma satu-satunya yang saya lewatin itu…”

“Aduh… Ibu merinding banget” Bu Niken menggosok kedua lengannya

“Bukan itu aja, Bu. Waktu tau Lia udah di tenda, yang saya inget tuh kayak tiba-tiba gelap gitu. Terus, pas saya bangun lagi, semuanya udah gak ada. Bener-bener lapangannya kosong, gak ada apa-apa. Saya lari-larian nyari warga juga gak ada. Di sana itu jadi kebun semua…” kedua mata Windy tampak berkaca-kaca

“Ya ampun…” Bu Niken menangkup wajah Windy dalam pelukannya

Bulir air mata itu memaksa jatuh menuju pipi Windy. Dalam pelukan Bu Niken, Windy terdengar berusaha menahan isak tangisnya. Hingga cukup lama setelahnya, Windy melepaskan pelukan itu.

“Saya bener-bener takut banget, Bu. Tapi abis itu kayak denger ada yang bilang ‘Pulang, Windy.’ Gitu, Bu. Terus langitnya jadi terang banget. Tau-tau saya udah di sini…” cerita Windy sangat panjang sekali.

“Tapi kamu sekarang beneran udah gak kenapa-kenapa, kan?” Bu Niken jelas menyembunyikan rasa takutnya.

“Iya Bu… Sekarang saya bener-bener udah ngerasa sehat lagi” Windy mengusap wajahnya yang masih terasa basah akibat air matanya

“Syukurlah…” Bu Niken membelai rambut Windy

“Tapi kita di rumah sakit mana ini Bu ?” tanya Windy lagi

“Kita di RSUD, Win…“

“Hah ? Kok RSUD ?” Windy tercengang

“Iya, dari puskes kamu dirujuk ke sini…”

“Separah itu ya, Bu ?” kedua mata Windy nampak kembali berkaca-kaca

“Udah… Gak perlu dipikirin.Yang penting sekarang kan kamu udah sehat lagi…”

Begitulah percakapan panjang yang terjadi di sana malam itu. Melihat kondisi Windy sekarang, Bu Niken berpikir untuk mengabari Pak Bayu dan Pak Miko supaya kekhawatiran mereka berkurang.

1
Xxxcyzz
cerita nya bagus lanjutkan kak
Flyrxn: mungkin next time bikin cerita horor lagi /Determined/ cerita yang ini udah end kak /Cry/
btw thank you, seneng rasanya kalo ceritanya disukain /Pray/
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!