NovelToon NovelToon
Kubalas Kesombongan Keluarga Suamiku

Kubalas Kesombongan Keluarga Suamiku

Status: sedang berlangsung
Genre:nikahmuda / Balas Dendam / Berbaikan / Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Mengubah Takdir / Penyesalan Suami
Popularitas:12.7k
Nilai: 5
Nama Author: Ika Dw

"Kau hanyalah sampah yang dipungut dan dijadikan ratu oleh putraku. Bagiku sampah tetaplah sampah! Sampai dunia kiamat pun, aku tidak akan pernah merestui hubungan kalian!"

Cacian begitu menyakitkan telah dilontarkan oleh wanita tua, membuat gadis muda yang bernama Diana Prameswari hanya bisa menangis merutuki nasibnya yang begitu buruk.

Semenjak masih bayi dia sudah terpisah dari orang tua kandungnya, dia ditemukan di semak-semak dan dipungut oleh seorang wanita tua yang tidak memiliki keturunan.

Bertemu dengan seorang pria tampan yang begitu terobsesi oleh kecantikannya dan mengajaknya untuk membina rumah tangga, membuatnya bahagia. Diana berpikir keluarga dari suaminya akan merestui hubungannya, tapi sebaliknya, keluarga suaminya sangat membencinya karena ia hanyalah wanita miskin yang tidak memiliki apa-apa.

Mampukah Diana bertahan hidup bersama keluarga suaminya yang tidak pernah menghargainya?

Penderitaan seperti apa yang dirasakan Diana ketika tinggal bersama mertuanya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ika Dw, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 14. Rencana Operasi Plastik

Menjelang makan malam, Diva diminta untuk menemui Indira di dalam kamarnya.

Diva membawakan nampan berisi makanan untuk membujuk Indira yang tengah ngambek saat berdebat kecil mengenai kehadirannya.

Indira tak yakin bahwa Diva yang dimaksud oleh suaminya adalah anaknya yang telah hilang, ia tetap menganggap boneka Teddy bear sebagai anak yang sebenarnya.

"Permisi."

Perlahan-lahan Diva membuka pintunya dengan grogi.

Betapa tidak grogi, orang yang tengah dihadapinya tidak dalam keadaan sehat, tapi depresi, bahkan siapapun bisa dijadikan sasarannya.

Indira yang duduk di ranjang dengan ditemani boneka Teddy bear langsung menoleh ke arah pintu.

Wanita paruh baya itu menautkan alisnya menatap kehadiran Diva tanpa berkedip.

"Siapa kamu?"

Indira menanggapinya dengan lembut, ia tidak memberontak seperti yang dilakukan saat bersama dengan suaminya.

Perlahan Diva melangkahkan kakinya mendekati ranjang dengan mengulas senyuman tipis.

Ia meletakkan nampan di atas nakas dan mengenalkan dirinya sebagai Diva.

"Halo Ma, ini aku Diva. Diva anak Mama."

Deg,,

Degub jantung Indira berdetak begitu kencang. Ia merasa dirinya tertarik oleh magnet yang kuat hingga membuatnya meyakini bahwa wanita yang berdiri di depannya itu adalah anak kandungnya yang selama ini ia cari.

Dengan was-was takut akan dimaki-maki oleh Indira, Diva melangkahkan kakinya mundur dua langkah untuk waspada akan mendapatkan amukan seseorang yang mengalami tekanan mental.

"Di-diva anakku? Anak perempuanku?"

Diva terkejut melihat sikap yang ditunjukkan Indira kepadanya.

Indira tidak marah saat ia mengenalkan dirinya sebagai Diva, putrinya yang hilang.

"Iya Ma, aku Diva, anak Mama yang hilang. Apa Mama masih mengingatku?"

Indira menoleh ke arah boneka Teddy bear yang ia tidurkan didekatnya, beralih kembali menoleh pada Diva yang masih berdiri di sisi ranjang.

Dia nampak bingung, mana yang benar, wanita yang berdiri di depannya atau boneka yang dianggap anaknya.

Ia tidak ingin salah memilih, ia putuskan untuk diam dan mengamati keduanya.

"Kenapa Mama diam? Apa Mama meragukan aku, bahwa aku ini Diva? Delapan belas tahun yang lalu, aku kehilangan sosok orang tua kandungku sendiri. Selama ini aku dirawat oleh seseorang, sampai pada akhirnya aku ditemukan oleh seorang dokter yang tengah mencari anak perempuannya. Dokter Yuda melakukan penyelidikan terhadap diriku, dan dia meyakini bahwa diriku adalah anaknya yang hilang."

Diva bercerita seperti itu tentunya mendapatkan arahan dari dokter Yuda.

Sebelum memasuki kamar Indira, Diva diberikan pembelajaran untuk bisa merangkai kata-kata yang tepat agar Indira percaya bahwa apa yang dikatakannya itu adalah kebenaran.

Dokter Yuda tiba-tiba datang membuka pintunya, tentunya Indira kembali menekuk mukanya masih kesal pada suaminya.

"Ma, ini anak kandung kita yang sebenarnya, kalau yang tidur di sebelahmu itu hanyalah boneka yang tidak bernyawa. Papa sudah berusaha keras untuk mendapatkan Diva kembali, dan Alhamdulillah, seperti yang kita inginkan, Diva sudah kembali pada kita, seharusnya Mama senang anak kita sudah kembali, bukan memuja boneka menganggapnya sebagai anak."

Tak ingin melihat istrinya terpuruk selama-lamanya, Yuda menekannya supaya mau berubah, membuang boneka itu jauh-jauh dan menggantikannya dengan Diva.

Diva agak takut dengan ucapan tegas Yuda yang tengah memarahi istrinya. Sebagai orang awam, ia hanya bisa menuruti apa yang sudah diperintahkan oleh Yuda.

Dengan mendekat pada istrinya, ia mengambil boneka yang digeletakkannya di atas kasur dan membuangnya ke sofa yang ada di dekat pintu.

"Papa! Apa yang sudah Papa lakukan? Kenapa Papa menyakiti anak sendiri? Papa benar-benar jahat! Tega kamu Pa!"

Emosi Indira seketika mencuat saat boneka kesayangannya terhempas ke sofa.

Ia langsung beranjak dari ranjang dan berniat untuk mengambilnya kembali.

Yuda geram, ia meraih tangan istrinya dan dicengkeramnya kuat-kuat.

"Mama, dengan Mama lebih peduli pada boneka ketimbang Diva, itu sama halnya Mama sudah membuat Diva kecewa. Jauh-jauh Papa mencari keberadaan anak sampai bertahun-tahun lamanya baru bisa bertemu, tapi apa reaksi Mama? Mama jauh lebih peduli sama boneka tidak bernyawa ketimbang anak sendiri. Sudahlah Ma, Papa kecewa sama Mama. Dengan sikap Mama yang seperti ini, itu sama halnya Mama tidak menghargai Papa sebagai suami Mama. Ayo Diva, kita pergi dari sini!"

Yuda melepaskan tangan Indira dan beralih menggandeng Diva untuk dibawanya keluar.

Bukannya marah, Yuda ingin sedikit memberikan pengertian pada istrinya agar bisa menghargai niat baik orang lain, apalagi menyangkut anak.

"Papa, kenapa Papa marah-marah sama Mama? Tidak seharusnya Papa bersikap kasar pada Mama. Mama lagi sakit Pa, beliau butuh ketenangan. Dengan Papa marah-marah kayak tadi, yang ada Mama semakin emosi. Kita harus mensuport Mama, jangan terlalu mengekangnya seperti apa yang kita inginkan, Mama butuh waktu untuk bisa mengenali mana itu benda mati dan mana manusia, jika Papa terlalu gegabah, aku yakin usaha kita akan sia-sia saja."

Diva cukup kesal pada Yuda yang terlalu gegabah untuk bisa meyakinkan istrinya bahwa selama ini yang dipuja-puja istrinya hanya sebuah boneka tidak bernyawa.

Dia ingin Indira mengenali Diva dengan baik, mendekatinya lalu memahaminya jika Diva seseorang yang selama ini dirindukan.

Tapi Diva menganggap Yuda terlalu berambisi besar untuk membuat istrinya sembuh dengan cepat.

Kemungkinan dokter itu sudah lelah dengan kondisi istrinya ya tidak memiliki perubahan setelah melakukan berbagai macam pengobatan.

"Papa lelah Diva, Papa capek. Harus melakukan apa lagi agar membuat Mama yakin kalau selama ini dia terlalu berhalusinasi. Papa ingin Mama kembali bangkit seperti dulu, Papa ini kasihan melihat Mama yang sudah kehilangan masa bahagianya."

Yuda menghenyakkan panggulnya di sofa dengan wajah menunduk sembari memijit pelipisnya yang berdenyut nyeri.

Ia merasa usaha yang dilakukannya selama ini hanya sia-sia, istrinya tak mau diajak untuk bangkit dan berusaha untuk sembuh.

Diva mendekati Yuda dan duduk di sampingnya. Tangannya terulur untuk mengusap punggung dokter yang sudah memberinya nama sebagai anak perempuannya.

"Papa, aku tau apa yang sudah Papa rasakan, ini memang cukup menyakitkan, tapi Papa juga harus bersabar, Papa kontrol emosi Papa di saat sedang bersama Mama. Dengan Papa bersikap sabar, aku yakin sekali kalau Mama perlahan akan pulih. Perjuangan itu tidak ada yang spontan Pa, butuh waktu lama untuk masa pemulihan, apalagi Mama mengalami depresi sampai belasan tahun, tidak langsung bisa sembuh, Papa."

Yuda mengangkat satu tangannya untuk merangkul Diva dengan erat.

Pria paruh baya itu menangis dengan menyandarkan kepalanya di satukan dengan kepala Diva.

Bersama Diva dia bisa tenang, emosinya kembali stabil. Diva banyak memberinya nasehat yang baik dan menenangkan. Akan semakin yakin bahwa gadis itu adalah anaknya yang hilang.

"Nak, terima kasih banyak karena kehadiranmu sudah memberikan warna di kehidupan kami. Nasehatmu sudah membuat hati Papa lebih tenang. Maukah kamu berjanji satu hal lagi pada Papa?"

Diva menoleh dengan menatap dalam-dalam manik mata elang yang kini telah meredup.

Pria paruh baya itu begitu memiliki harapan yang begitu besar padannya.

Apa yang bisa diperbuatnya? Menolak pun hanya akan meninggalkan kekecewaan.

"Memangnya aku harus berjanji apa Pa?" tanya Diva.

"Berjanjilah jika suatu saat nanti ingatanmu sudah kembali, kamu akan tetap menjadi Diva kami, jangan pernah berniat untuk meninggalkan kami."

mulai membiasakan dirinya sebagai anggota baru di keluarga dokter Yuda.

Setiap pagi dia menyiapkan sarapan buat Yuda dan juga Arya yang kini menjadi Ayah dan juga kakak angkatnya.

Diva tidak diizinkan untuk menemui Indira tanpa pemantauan dari orang-orang terdekatnya, karena Indira yang masih depresi, akan sangat takut jika mencelakai dan melukai Diva.

"Wah, baunya harum sekali, masak apa ini kamu Dek?" tanya Arya saat memasuki ruang makan.

Arya menarik kursi dan mengambil tempat duduk di sebelah Ayahnya yang sudah menunggunya untuk menikmati sarapan pagi.

"Ini sekarang kita bisa mendapatkan menu-menu baru dari anak kesayangan Papa. Diva rupanya pandai memasak, nggak setiap pagi kita harus makan roti atau hanya sekedar nasi goreng. Sekarang Diva membuatkan nasi soto buat kita. Jarang-jarang kita makan di rumah sama soto, kalau pengen makan soto kita langsung ke kantin, Papa rasa masakan Diva jauh lebih enak daripada masakan yang dijual di kantin kantor."

Banyak pujian yang diberikan dokter Yuda untuknya, dan itu membuatnya bagai terbang melayang di atas awan.

Ia tidak bisa membayangkan, apakah dulu ia disayangi seperti saat ini, atau mungkin sebaliknya, dibenci oleh orang-orang yang ada di dekatnya.

Kini ia hanya bisa menikmati apa yang ia dapatkan saat ini, tapi ia juga penuh harap bisa mengembalikan ingatannya seperti dulu.

Diva hanya ingin mengingat siapa saja yang pernah ada di dekatnya, benarkah dia sudah menikah? Melihat cincin yang melingkar di jari manisnya, dia yakin ada seseorang yang sudah mengikatnya, entah itu pertunangan atau bahkan pernikahan.

"Papa biasa aja, nggak usah muji-mujiku terlalu berlebihan. Ini aku baru saja belajar membuat soto dengan bibi, semoga saja hasilnya tidak begitu mengecewakan. Nanti Papa sama kakak bilang saja kalau masakanku tidak enak, aku pasti akan belajar untuk memperbaikinya.'

Diva yakin masakan buatannya tak seenak dugaan Yuda. Yuda hanya ingin membuatnya senang dan nyaman tinggal bersamanya.

Segala upaya Yuda lakukan untuk membuatnya nyaman, pria itu tidak ingin Diva terlalu memikirkan masalah di masa lalunya yang sudah tidak bisa diingatnya kembali.

"Diva, kamu nggak masalah belajar masak, tapi kakak sarankan, kamu jangan sampai  kelelahan, berlebihan beraktivitas. Ingatlah, kondisimu masih belum pulih benar, kamu masih membutuhkan proses panjang buat penyembuhan. Lagipula di dalam rahim kamu sudah ada bayinya, kamu harus menjaganya dengan sangat baik, kasihan janin kamu masih sangat lemah, alangkah baiknya kalau kamu gunakan waktumu untuk beristirahat, biar bibi yang mengurus rumah."

Diva sadar, kondisinya masih belum pulih benar, apalagi sekarang sudah ada nyawa yang harus ia lindungi, tapi ia juga tidak enak untuk berdiam diri di dalam rumah tanpa melakukan apapun.

Diva sangat bersyukur banyak sekali orang yang perhatian padanya.

Di saat ia kehilangan anggota keluarganya, kini masih dipertemukan dengan orang-orang yang baik dan menyayanginya, tidak peduli dengan status yang dimilikinya.

"Kakak sarankan, kalau kami nggak ada di rumah, kamu jangan menemui Mama di kamar sendirian. Kondisi Mama masih belum stabil, dia bisa melakukan apapun tanpa ia sadari. Kakak cuma mengkhawatirkan keselamatanmu, jangan sampai Mama memukulmu atau melakukan hal-hal yang tidak baik padamu."

Diva menurut, ia sendiri juga masih takut berhadapan dengan Indira. Indira cukup membahayakan Jika ia datang tanpa pemantauan dari orang lain, sudah pasti akan menjadi sasarannya.

Ia paham dengan apa yang terjadi pada Indira, mentalnya rusak karena sudah dipisahkan dengan anak yang dilahirkannya.

"Baik kak, aku janji nggak ngelakuin apapun sampai kakak kembali."

Pagi itu Arya maupun Yuda akan berdinas pagi karena ada jadwal operasi masing-masing.

Mereka berdua memiliki tempat dinas yang berbeda, Arya di rumah sakit lain, sedangkan Yuda berdinas di rumah sakit keluarganya.

"Diva, Papa ingin mengatakan sesuatu hal padamu, janji, kamu nggak marah ya? Ini mengenai mukamu yang masih lebam dan gosong, muka kamu sekarang menyimpan banyak bekas luka yang sulit untuk dibersihkan. Jika saja Papa ingin melakukan operasi untuk make over wajahmu, apakah kamu bersedia?"

Diva mengerutkan keningnya, ia memang agak risih dengan wajahnya yang nampak begitu jelek dengan bekas luka yang hampir keseluruhan menghiasi mukanya.

Dia sendiri juga malu memiliki wajah cacat, namun apa yang bisa dilakukannya?

"Make over bagaimana Pa? Aku tidak mengerti?" tanya Diva.

Yuda menoleh pada Arya dan kembali memandangnya.

Ragu-ragu Yuda mulai menjelaskan, semua itu ia lakukan untuk kebaikan Diva sendiri.

Diva masih sangat muda, masa Depannya masih terlalu panjang. Walaupun ia akan segera memiliki anak, tapi tak ada salahnya jika ia ingin merubah Diva dengan penampilan dan wajah barunya.

"Maksud Papa, kalau kamu setuju, Papa akan melakukan operasi plastik terhadap mukamu, biar kamu kelihatan lebih cantik dan segar kembali. Dengan muka kamu yang dipenuhi luka lebam seperti ini, akan sangat sulit untuk disembuhkan nak, mungkin bisa sembuh tapi tidak bisa seperti sedia kala. Tapi kalau kamu melakukan operasi plastik, kamu akan cantik seperti semula, hanya saja wajahmu akan terlihat agak berbeda."

Diva terdiam tak kunjung memberikan jawaban. Pikirannya kembali melayang, andai saja ia dioperasi plastik, sudah pasti wajahnya akan mengalami banyak perubahan, dan tentunya akan membuat keluarganya kesulitan untuk bisa mengenalinya dengan baik.

Yuda tidak ingin Diva dipandang sebelah mata oleh orang yang tidak menyukainya. Apalagi dengan keadaannya yang cacat, tentunya akan banyak orang yang ilfeel.

"Bagaimana menurutmu nak? Apakah Papa salah jika memiliki niatan baik ingin membantumu? Ini bukan demi Papa, tapi demi dirimu sendiri. Kamu masih sangat muda, bagaimana nanti orang-orang melihatmu dengan kondisi wajah yang seperti ini?"

Yuda berharap Diva tidak menolak niat baiknya. Ia tidak ingin Diva lebih sedih lagi karena akan banyak hujatan dari mulut nyinyir orang-orang yang ada di sekitarnya.

Bukan hanya Yuda, Arya juga memiliki pemikiran yang sama, berharap Diva mau mengikuti sarannya untuk melakukan operasi plastik pada wajahnya.

"Diva, menurut kakak operasi plastik itu menang penting untuk kamu lakukan. Sekarang kamu memang tidak dihujat oleh siapapun, tapi nanti ..., suatu saat nanti kamu juga akan mengenali orang-orang yang ada di sekitar sini, bagaimana tanggapan kamu jika mereka mengataimu si buruk rupa? Bukannya kakak sedang menghinamu, tapi justru kakak sangat memperdulikanmu."

Kedua tangan Diva terulur mengusap wajahnya yang nampak kasar oleh bekas luka yang belum mengering. Banyak luka memenuhi wajahnya, dan kini masih dalam perawatan.

Dia sendiri juga jijik melihat mukanya yang sangat buruk. Memang ada pancaran aura kecantikan, namun hampir semua tertutup oleh kulit yang melepuh akibat luka serius.

"Memang terlalu berat untuk melakukan operasi plastik, tapi mungkin ini jalan satu-satunya untuk mengubah penampilan wajahku yang buruk rupa. Seandainya saja aku melakukan operasi plastik, apa mungkin keluargaku nanti masih bisa mengenaliku?"

1
Sumar Sutinah
hadeh alka suami macam apa istri g d belikan hp dn g d kasih nafkah uang katanya orang kaya apa d rmh g ada cctpnya
Ma Em
Diana atau Diva mungkin itu orangtua kandungnya semoga kamu cepat kembali pulih ingatanmu kalau benar dr Yuda orang tuamu cepat balas Malena dan Karin agar dia merasakan sakit seperti yg kamu rasakan.
Ma Em
Luar biasa
Ma Em
Semoga saja Diana selamat dari kekejaman mertua dan Karin dan segera ditemukan oleh orang tua kandungnya untuk balas dendam pada kedua orang biadab yg tdk punya hati
Ika Dw
Halo semuanya 🤗, ini novel ke 3 ku, siap ramaikan 👍😁, jangan lupa like komen ya? Buat penyemangat author 🥰
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!