Bintang Antariksa

Kehidupan Naya berubah sejak tanggal empat belas februari. sekarang, Meja Naya yang bersih selalu kotor tiap kali ia memasuki kelasnya. Terkadang saat pelajaran olaharaga, ketika dirinya sudah berganti baju, dirinya pasti akan terkena air comberan. Air kotor itu berasal dari teman-teman kelasnya. Perlakuan-perlakuan jahat mulai datang padanya setiap kali ia pergi ke sekolah. Pasti, kalian semua bertanya-bertanya, kemana perginya Siska disaat Naya mendapatkan perlakuan seperti ini?

Selama satu bulan siska tak akan masuk ke sekolah. Ia izin karena ada hal yang harus ia urus bersama orang tuanya. Sebenarnya, Siska tak berniat pergi. Namun, teman kecilnya memaksa dirinya untuk pergi karena urusan itu pasti sangat penting. Dalam waktu yang lama, mereka berdebat. Naya berusaha meyakinkan Siska bahwa ‘ia akan baik-baik saja’. Tapi, Siska terus menolak kata ‘baik-baik saja’ itu karena ia yakin akan ada hal buruk yang menghampiri teman perempuannya. Hingga akhirnya siska menyerah. Ia pergi karena Naya yang terus memaksanya tanpa henti. Akhirnya, mereka pun berpisah untuk waktu yang sementara atau lumayan lama.

Lalu, tentu saja, Abya tak tahu tentang kejadian yang Naya alami di sekolahnya. Karena, setelah hari itu terlewati, Naya terus menghindarinya. Tiap kali ia ingin menemui sosok yang lebih tinggi dari nya itu, dalam sekejap ia menghilang.

Tapi, Abya mungkin tahu sebagian tentang kehidupan Naya disekolah akhir-akhir ini. ‘nasib buruk’, itulah yang Siska katakan. Artinya Naya sedang mengalami kesialan. Jenis kesialan itu mungkin bisa mengarah ke hal buruk atau sedikit buruk.

“Beri aku saran, bagaimana caranya mengawasi seseorang setiap saat,” ucapnya kepada Dharma dan Ayuningtyas. Mereka bertiga saat ini sibuk bermain game ular tangga di jam istirahat.

“Emang apa yang terjadi pada Naya sampai kau ingin mengawasinya?”kali ini giliran Ayu yang bermain. Ia melemparkan dadunya, lalu mendapatkan angka enam. Tapi, sialnya, pion ayu malah masuk ke dalam ular. “Sial, kenapa harus ada ular disana.”

“Ada- tunggu, kenapa kau bisa tau kalau orang itu adalah Naya?”

“Kau kan selalu seperti itu padanya.”Dharma bermain. Ia mendapatkan angka dua. angka yang kecil, namun tak menjerumuskannya pada mulut ular. “Terlalu protektif,” sambungnya yang diakhiri dengan senyum nakal.

“Terserah.” Abya melempar dadunya. Ia mendapatkan angka yang sama dengan dharma. “Cepat katakan jawabannya.”

“Jawabannya tidak ada. Kau tau kan, pengawasan tanpa izin merupakan hal yang buruk jika dilakukan oleh seseorang.” Ayu kembali bermain. Ia memulai permainan di kotak ke dua.

“Ya, aku tau,” jawab Abya.

“Ya, memang wajar kau khawatir. Karena, memang ada hal buruk yang terjadi padanya.” Dharma kembali bermain, ia berhasil naik ke kotak Sembilan puluh tujuh dengan bantuan tangga. “Pembulyan, naya dibuly,”ucap Dharma lagi. Lelaki di depannya menatap matanya dengan lekat. Tak ada tanda-tanda kebohongan di mata milik dharma. Seketika Abya bangkit dari duduknya. Ia melangkah ke arah pintu, keluar dari kelasnya dengan langkah cepat. Abya berlari dikoridor. Ia ingin melihat kondisi teman kecilnya itu, memastikan apakah ia baik-baik saja untuk saat ini.

‘Bodoh kau, Abya. Tentu saja bocah itu tak baik-baik saja,”batin Abya.

Nafas Abya terengah-engah ketika ia sudah sampai di depan jendela kelas Naya. Ia pun melihat jendela itu dengan tubuh berkeringat dan nafas yang belum stabil. Tak ada siapapun disana, tapi ada keanehan di dalam kelas itu. Meja naya kotor, sesuatu yang berwarna putih menghiasi meja itu.

Abya masuk ke kelas itu. Ia mendekat ke meja Naya yang terletak di baris ketiga. “Apa-apaan kata-kata bodoh ini.” Abya mengernyit. Ia meraba-raba permukaan meja itu. Tulisan itu kabur setelahnya. “syukurlah ini di tulis menggunakan kapur.”

...###...

Naya memasuki kelasnya yang kosong dengan ogah-ogahan. Ia memegang kain basah di tangan kirinya, dirinya hendak menghapus noda-noda yang setiap saat akan muncul di mejanya. Naya mengerutkan alisnya. Ia cukup heran sekarang, kenapa tak ada tulisan-tulisan aneh yang muncul di mejanya. Ia pun mencari-cari sebuah coretan putih di keseluruhan mejanya, namun tetap saja tak ada coretan di sana. Mejanya bersih hari ini.

“aneh,”lirih Naya.

Masi dengan rasa ketidakpercayaannya, Naya meraba-raba laci mejanya. “Disini juga bersih,”ucap Naya sambil memperhatikan tangannya yang tak terkena noda putih. Ia pun meraba-raba lacinya lagi, memastikan untuk yang kedua kalinya. Tiba-tiba saja, ia merasakan sesuatu menyentuh tangannya, sesuatu itu seperti kertas. Naya pun mengambil benda itu. Kertas itu berwarna kecoklatan seperti kertas buku gambar. Benda itu juga memiliki bau kertas yang sangat khas. Naya membuka kertas yang terlipat-lipat itu, ia membaca isinya, lalu panik karena Abya mungkin tau tentang apa yang terjadi dengannya.

...Kalau ada masalah itu bilang, jangan menghindar. Btw meja kamu kotor, Jadi, aku yang bersihkan. Gapapa kan?...

“Tenang, Nay. Tenang,” batin Naya. Ia berusaha menenangkan dirinya sendiri yang panik. Ia duduk di kursinya, berpikir hingga kerutan muncul di dahinya.

‘Surat dari Abya buat kepikiran,ya?’ ucap Timira melalui pikirannya. Naya mendengar suara itu di kepalanya dan melihat kepala yang muncul tepat didepan matanya. Kepala itu menunjukkan senyum yang menyeramkan, seperti hantu. Naya terkejut, Ia mengelus-elus dadanya. Timira tertawa. Menurutnya, lucu jika melihat seorang Naya menunjukkan ekspresi terkejutnya. ‘hehe, sory,’ ucapnya lagi sambil menunjukkan lesung pipinya. Bocah itu tersenyum lebar sekarang.

‘Dasar, kamu hobinya ngagetin ya, Timira.’ Naya membulatkan matanya sebal. Ia mendecak, lalu kembali memandang tulisan yang ada dikertas kecoklatan itu.

Timira memutar bola matanya malas. Ia mengambil kertas yang ada ditangan Naya, merebutnya, lalu membakar kertas itu dengan sihirnya. ‘Sekarang, kau tak perlu banyak berpikir lagi, Nay.’

Naya menghela nafasnya. Ia berbalik, membuka resleting tasnya untuk mengambil buku, lalu membaca buku yang ia ambil. Dirinya mengabaikan Timira yang sedang ada disampingnya.

"Btw, kamu mau ikut aku nggak?’ ucap suara yang muncul di kepala Naya. Naya menghentikan aktivitasnya. Ia melihat ke arah Timira dengan satu alisnya yang sedikit terangkat. Sementara, Timira, ia masih tetap mempertahankan senyumnya.

###

Di koridor, seorang bocah kecil berjalan tanpa arah. Ia adalah anak yang kehilangan ingatannya. Ia memandang ke depan dengan mata yang redup. ia tak tau harus kemana, tak tau siapa dirinya, dan tak tau tentang apa yang terjadi padanya. Sekarang, ia hanya berjalan, mengikuti arus. Terus melangkah sampai dirinya menemukan jalan buntu.

Abya berlari. Ia menghampiri mayat hidup itu. Mata anak kecil yang redup itu pun menatap mata Abya. Mata itu bukanlah mata yang Abya kenali sekarang. Mata indah dan tenang itu, sudah kehilangan pesonanya. Saat ini, mata itu seperti diliputi oleh kegelapan. Kegelapan yang entah kapan akan berakhir