Sudah dua tahun ini Feri tidak pernah pulang ke rumah. Ia tinggal di asrama tempatnya bersekolah. Rencananya ia hanya akan pulang setelah lulus. Tapi di liburan kenaikan kelas kali ini firasatnya berbeda. Hatinya menuntunnya untuk pulang. Ia juga mengajak sahabatnya untuk pulang ke desa.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon David Purnama, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 13 Perlawanan
Keesokan paginya balai desa ramai dengan seluruh kehadiran warga desa termasuk anak-anak yang enggan mereka tinggalkan untuk sendirian. Peristiwa semalam menjadi bahan perbincangan yang panas. Total korban yang berhasil dibawa pada malam itu berjumlah sepuluh orang yang terdiri dari tujuh perempuan, dua laki-laki dan seorang anak kecil. Berkaca dari kejadian semalam warga desa mengadakan musyawarah guna mempersiapkan rencana dan strategi dalam menghadapai pertarungan yang akan datang.
Pagi yang terang benderang membawa warga kembali ke tempat kejadian semalam. Penduduk desa menyerbu embung dengan bersenjatakan bambu kuning yang sudah mereka runcingkan ujungnya untuk membunuh makhluk-makhluk berlumpur itu. Tapi kenyataanya saat mereka sampai di embung semuanya terlihat normal seperti biasa layaknya embung yang hanya menampung air sebagai persediaan untuk kemarau panjang. Bahkan sebagian warga yang masuk ke dalam embung guna mencari orang-orang yang semalam dibawa secara paksa dan dimasukkan ke dalam sana tidak menemukan apa-apa. Tidak ada jasad-jasad penduduk desa. Saat hujan reda dan langit menyuguhkan cahaya keadaan di desa itu semua kembali normal seperti semula.
Para warga yang kritis tidak mau kecolongan. Mereka menyiapkan jamuan jikalau di malam hari manusia lumpur itu datang lagi. Pada malam itu seluruh warga desa tidur bersama-sama di balai desa untuk menguatkan nyali dan menyatukan keberanian mereka. Selain itu juga termasuk bagian dari rencana.
Kedatangan manusia-manusia lumpur ke desa sudah siap disambut oleh beberapa warga yang menantikan kedatangan mereka. Makhluk-makhluk penghuni embung itu sepertinya bisa mencium keberadaan manusia hingga dengan begitu mudah mereka mendatangi balai desa. Tepat di depan balai desa orang-orang desa yang kuat dan lagi sudah tidak sabar untuk beradu tanding melawan para manusia lumpur berjaga di sana.
Yang mereka tunggu akhirnya datang. Lewat tengah malam yang berlatar deras hujan para manusia lumpur berjalan menuju balai desa dimana warga berkumpul. Api balas dendam yang membakar jiwa penduduk desa mengukuhkan niat mereka untuk menghadapi makhluk-mahkluk menyeramkan itu. Tepat ketika para manusia lumpur sudah berada di pelataran balai desa aba-aba diberikan. Para penghuni embung itu kini berada di dalam penjara jeruji bambu kuning yang sudah dipasang warga layaknya sebuah perangkap jebakan yang sering mereka gunakan ketika berburu binatang liar di hutan.
Bambu-bambu kuning dengan panjang yang sudah ditentukan ditanam di dalam tanah. Ketika buruan mereka datang warga yang sudah berjaga di posisinya masing-masing menarik tali guna mengaktifkan jebakan tersebut. Para manusia lumpur yang berjalan bergerombol kini tengah berada di dalam kerucut bambu kuning yang memenjarakan mereka. Terdengar erangan yang menyedihkan menyuarakan tangisan para penghuni embung. Setelah berhasil mengunci pergerakan dari musuh mereka strategi kedua dijalankan. Penduduk desa menyiram bambu kuning itu dengan minyak tanah kemudian membakarnya. Api menjadi semakin besar ketika bambu kuning yang sebelum di pendam di dalam tanah di ruas dalamnya terlebih dahulu diisi dengan minyak tanah tersulut. Api unggun menyala dengan begitu dahsyatnya di tengah deras hujan yang tidak sanggup untuk memadamkannya. Disaksikan seluruh penduduk desa Banyukumpul manusia-manusia lumpur itu mereka bakar sebagai bentuk perlawanan dan pembalasan mereka.
Pagi datang menyisakan tanah hitam yang hangus terbakar. Sinar pagi dengan hujan yang telah pergi membisukan mulut-mulut penduduk desa. Para manusia lumpur berhasil mereka kalahkan di malam itu. Tapi tetap saja yang telah diambil tidak bisa dikembalikan lagi.
Setelah peristiwa penaklukan penghuni embung itu para warga kemudian kembali ke rutinitas mereka seperti biasanya. Tragedi itu biarlah mereka simpan dan terkunci di desa mereka sendiri. Dibuatlah makam-makam simbolis untuk memberikan penghormatan kepada jiwa-jiwa yang telah berpulang.
Sudah beberapa hari ini langit cerah dan hujan juga tidak muncul. Hanya sedikit mendung dan gerimis saja yang seakan memberitahukan kepada orang-orang untuk tidak lupa bahwa musim hujan masih belum berakhir.
Hari berkabung rasanya sudah terlewati. Tidak ada lagi yang membicarakan peristiwa gelap yang terjadi di Banyukumpul. Warga desa benar-benar ingin mengubur dan melupakan kisah kelam itu. Tapi ternyata hal itu tidaklah sejalan dengan apa yang mereka harapkan. Hujan lebat kembali mengguyur Banyukumpul di tengah malam musim penghujan yang masih belum terselesaikan. Dan di malam itu jeritan warga kembali terdengar. Rumah-rumah mereka kembali kedatangan tamu yang sangat tidak diharapkan. Makhluk-makhluk penghuni embung nyatanya masih ada. Manusia-manusia lumpur datang kembali. Bahkan kali ini jumlah mereka lebih banyak dari malam-malam sebelumnya.
pendek BGT...
coba lanjut