NovelToon NovelToon
The Secret Of Fernshine Lighthouse

The Secret Of Fernshine Lighthouse

Status: tamat
Genre:Teen / Tamat / Keluarga / Persahabatan / Menyembunyikan Identitas
Popularitas:2.5k
Nilai: 5
Nama Author: Floricia Li

Cosetta Elwood tak pernah tahu rasanya memiliki tetangga seumur hidupnya. Ia bersama keluarganya tinggal di kompleks mercusuar di tepi pantai hutan Fernglove yang jauh dari pemukiman penduduk. Suatu hari, sebuah perahu datang terombang-ambing dari laut, yang membawa seorang anak laki-laki bernama Cairo Argoyle.

Awalnya, Cosetta merasa skeptis dengan anak laki-laki yang lusuh dan bau itu. Cairo mengaku bahwa ia tak ingat tentang masa lalunya. Namun, lambat laun Cairo menjadi teman baru yang menyenangkan baginya.

Hanya saja, kenapa ya, kadang-kadang seperti ada yang aneh dari diri bocah laki-laki itu? Semoga saja, sih, apa yang ia takutkan tidak terjadi.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Floricia Li, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Komentar Maisie

Selama di kelas, Cosetta bukanlah gadis yang banyak bicara atau pun gadis yang berjiwa pemimpin. Ia menguatkan hatinya, mengatakan pada dirinya sendiri bahwa ini adalah kesempatan terbaik. Semakin lama, Mabel akan tertinggal semakin banyak pelajaran.

“Aku mau bicara sama anak-anak kelas. Sebentar, ya,” kata Cosetta seraya menggenggam tangan Eula, setengah meminta izin karena harus menghentikan pembicaraan mereka dan setengah meminta dukungan dari sahabatnya itu.

Eula, yang sedang makan rotinya, kebingungan dengan Cosetta saat ini berdiri, lalu mengucapkan sesuatu dengan suara keras.

“Teman-teman, maaf ya, aku minta waktunya sebentar,” kata Cosetta.

Anak-anak di kelas yang tadinya riuh mengobrol dan bermain seketika terdiam. Mereka mengarahkan pandangan mereka pada Cosetta, penasaran tentang apa yang akan dikatakan olehnya. Rata-rata, opini mereka terhadap Cosetta adalah gadis kalem yang selalu mendapatkan nilai tinggi di pelajaran Biologi. Ia juga merupakan gadis yang memiliki prinsipnya sendiri, bukan gadis yang gemar ikut-ikutan teman-temannya. Oleh karena itu, mereka lumayan menghargai Cosetta.

“Jadi, seorang teman kita kan baru saja mengundurkan diri dari sekolah. Ya, ini tentang Mabel. Aku hanya berpendapat kalau sebaiknya kita bisa membujuknya untuk kembali sekolah. Seperti kata Mrs. Hills, saat ini adalah masa-masa ketika dunia sedang berkembang. Di masa depan, semua orang kemungkinan bisa bersekolah setinggi-tingginya. Jadi, kalau Mabel memutuskan untuk keluar saat masih SMP, aku takut dia akan menyesalinya nanti,” kata Cosetta. Ia melihat wajah teman-temannya yang menyimaknya, juga wajah Kallias, kemudian melanjutkan lagi, “Aku mengerti kalau beberapa sifatnya tidak begitu menyenangkan. Tetapi dia juga sama seperti kita. Aku berpikir untuk mengajak kalian mengunjungi rumahnya, kita bisa membawa bingkisan dan uang sebagai tanda bahwa kita menyayanginya dan menerimanya. Meskipun kita tak suka beberapa sifatnya, tetapi yang kita benci adalah perbuatannya, bukan orangnya. Dengan begini, aku harap dia bisa berpikir ulang tentang keputusannya. Selama ini, kan, kita kurang berinteraksi dengannya. Yah, seperti ini saja, terima kasih sudah mendengarkan.”

Setetes keringat membasahi dahi Cosetta ketika ia duduk. Ia berhasil menyampaikan apa yang telah ia rencanakan, meskipun beberapa kalimat tak sesuai dengan ekspektasinya. Tetapi setidaknya, semua teman-temannya paham.

“Usul kamu bagus, Cosy,” kata Lori. “Tapi sebenarnya apa yang kita lakukan? Kita ‘kan tidak melakukan apa-apa? Jadi mau tidaknya Mabel lanjut bersekolah ya sama sekali tidak berhubungan dengan kita.”

“Benar. Maaf, nih. Kita tidak pernah memukulinya atau menyembunyikan barang-barangnya. Lagipula, keinginannya untuk berhenti sekolah bisa jadi muncul jadi sifat alaminya yang nakal dan liar. Duh, perkataanku sangat kasar, ya? Tetapi tidak ada kata lain untuk menggambarkan Mabel. Kemarin saja aku melihatnya mengendap-endap di bawah jendela rumah Mr. Fontaine. Aku lihat ada koran di tangannya, padahal kita tahu keluarganya tidak berlangganan ‘Daily Aetherwind’. Bulu kudukku berdiri ketika melihatnya. Kalau saja Mr. Fontaine tak segera masuk ruang kerjanya, entah apa lagi yang akan terjadi.”

“Kapan kamu melihatnya, Rosa?” tanya seorang anak.

“Kemarin sore waktu aku baru pulang dari toko roti.”

“Ooh. Dia sangat tak tahu aturan.”

Ruangan kelas itu malah menjadi ajang gosip besar-besaran.

“Ah, aku dengar dia juga meminta supaya diperbolehkan berhutang tiket kereta di rumah seorang agen. Memang benar perbuatannya itu membuat yang mendengar geleng-geleng kepala.”

“Iya, kan? Dia memang sudah dari sananya bersifat seperti itu. Apakah kita tak bersikap baik padanya ketika kelas satu? Tapi dia hanya mengabaikan kita dengan sombong. Bukannya kalau kita tidak ingin menjadi temannya itu keinginannya sendiri?”

Bahu Cosetta melemas. Sayangnya, rencananya tak berjalan lancar. Sebenarnya, ia sendiri tak berekspektasi lebih. Ia jadi bertanya-tanya apakah yang dikatakan oleh teman-temannya benar. Apakah memang karena sifat natural Mabel yang menyebalkan membuatnya harus mengabaikan keputusan yang bisa merusak masa depannya ini?

“Kamu masih memikirkan tentang Mabel, ya, Cosy,” kata Eula.

Cosetta mengangguk lemas, hanya memberikan senyum lemahnya tanpa berkata apa-apa.

Kali ini, Edna angkat bicara, “Sebenarnya, aku lumayan setuju dengan Cosetta. Meskipun kita tidak melukainya, tetapi sikap kita padanya juga jelek. Aku pun sama. Lama-lama kalau aku membayangkan jadi dirinya yang dijauhi dan ditertawakan oleh teman-teman sekelas, aku pasti akan melakukan hal yang sama. Atau sudah dari dulu aku memutuskan untuk keluar dan bekerja di ladang saja.”

“Aku tetap tidak setuju. Biar gadis nakal sepertinya mendapatkan pelajaran.”

“Lalu, kalau kita benar-benar pergi ke rumahnya, apa kita bersikap seolah kita adalah teman akrab? Duh, perilakuku memang buruk, tapi menjadi seorang munafik, itu lebih buruk lagi.”

“Benar.”

“Iya, benar.”

“Bagaimana kalau kita ke sana untuk meminta maaf?” usul Cosetta. “Setelah kita tahu kalau sikap kita tak menyenangkan, tentunya kita akan lebih lega kalau sudah minta maaf.”

“Benar juga, sih. Lagipula, kita ‘kan satu desa. Sepertinya tidak baik kalau kita terus-menerus seperti ini. Maksudku, berbuat baik kalau ada di depannya dan bergosip di belakang. Mabel pasti juga merasa. Tak mungkin ia tidak merasa,” kata seorang anak.

“Dengan anak seperti dia? Duh, kalau begitu, dia harus minta maaf duluan karena pernah menumpahkan cat di bajuku,” kata Rosalind seraya menyilangkan lengan di dada.

Keluhan-keluhan lain atas kesalahan Mabel saling bersahutan. Bel yang berbunyi sampai tak terdengar suaranya. Hingga akhirnya Kallias berdiri.

“Sampai sini dulu, ya, teman-teman. Sudah. Sepertinya kita tidak akan pernah dapat titik terang. Begini saja, anak-anak yang setuju dengan Cosetta, silakan berbicara ke Cosy kalau kalian ingin ikut ke rumah Mabel. Begitu, ya? Setuju, kan? Nah, Mrs. Hills sudah masuk, tuh. Semuanya harap tenang,” katanya, lalu duduk lagi.

Cosetta tak pernah merasa sekecewa itu pada seseorang. Ketua kelas yang harusnya mampu menyamakan pendapat malah membuat kelas terpecah dengan menyerahkan keputusan pada masing-masing anak. Setidaknya, ia mencatat dan mengatur tentang komplen-komplen teman-temannya tentang Mabel dan mengkomunikasikannya pada anak itu. Sekaligus menyampaikan bahwa rasa setia kawan perlu diterapkan juga, bukan hanya dipelajari dalam buku.

Cosetta mengambil buku dari dalam tasnya. Tiba-tiba, ia mendengar seseorang berbisik.

“Cosy, sepertinya kamu merasa berbeda dengan kami, ya? Bukannya kamu selama ini yang paling tak peduli pada Mabel? Kamu juga pernah mengadu kalau Mabel memaksamu memberikan contekan ujian Biologi. Sekarang kamu berkata kalau Mabel memutuskan berhenti sekolah karena perlakuan kita.”

Cosetta menoleh, dan melihat wajah Maisie yang penuh amarah. Jantungnya berdegup kencang. “Maisie, aku hanya merasa kalau—”

BRAKKK!!!

“Memangnya kamu tidak dengar kalau tadi dia menggunakan kata ‘kita’ bukan ‘kalian,’ hah? Kamu kenapa selalu menjelek-jelekkan Cosy, sih?!”

Belum sempat Cosetta berbicara, Eula sudah menggebrak tangannya di meja Maisie. Wajahnya merah padam.

“HOI ADA APA ITU DI MEJA SANA?” tanya Mrs. Hills dengan dahi berkerut. Jam mengajarnya saja sudah padat. Apakah masih perlu untuk menghadapi murid yang bertengkar? “COSETTA, MAISIE, EULALIA, MAJU KE DEPAN!”

1
ᏋℓƑ⃝⛁̸᮫☤𝙰υяαᘛ⁠⁐̤⁠ᕐ⁠ᐷẸˢ𝐭
ya Tuhan, sopo kelinci 🐰😭🤣🤣
ᏋℓƑ⃝⛁̸᮫☤𝙰υяαᘛ⁠⁐̤⁠ᕐ⁠ᐷẸˢ𝐭: kasian kelincinya 😔
Floricia Li: enak kan sop kelinci? 😂
total 3 replies
Alexander
Suka dengan gaya penulisnya
Maria Fernanda Gutierrez Zafra
Gak pernah kepikiran plot twist-nya seunik ini! 🤯
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!