NovelToon NovelToon
Kognisi Pembunuh Tersembunyi

Kognisi Pembunuh Tersembunyi

Status: sedang berlangsung
Genre:Mafia / Balas Dendam / Teen School/College / Gangster
Popularitas:2k
Nilai: 5
Nama Author: Atikany

Caca adalah seorang gadis pemalu dan penakut. Sehari-hari, ia hidup dalam ketakutan yang tak beralasan, seakan-akan bayang-bayang gelap selalu mengintai di sudut-sudut pikirannya. Di balik sikapnya yang lemah lembut dan tersenyum sopan, Caca menyembunyikan rahasia kelam yang bahkan tak berani ia akui pada dirinya sendiri. Ia sering kali merangkai skenario pembunuhan di dalam otaknya, seperti sebuah film horor yang diputar terus-menerus. Namun, tak ada yang menyangka bahwa skenario-skenario ini tidak hanya sekadar bayangan menakutkan di dalam pikirannya.

Marica adalah sisi gelap Caca. Ia bukan hanya sekadar alter ego, tetapi sebuah entitas yang terbangun dari kegelapan terdalam jiwa Caca. Marica muncul begitu saja, mengambil alih tubuh Caca tanpa peringatan, seakan-akan jiwa asli Caca hanya boneka tak berdaya yang ditarik ke pinggir panggung. Saat Marica muncul, kepribadian Caca yang pemalu dan penakut lenyap, digantikan oleh seseorang yang sama sekali berbeda: seorang pembunuh tanpa p

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Atikany, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Part 30

Yura dan Ririn berbagi pandangan yang sama di tengah pelajaran yang tengah berlangsung. Meskipun guru berusaha keras menjelaskan materi, fokus keduanya teralihkan pada situasi Zerea yang absen tanpa alasan yang jelas. Pikiran mereka dipenuhi dengan kekesalan dan rasa ingin melabrak Rendra, sosok yang mereka percayai sebagai penyebab ketidaknyamanan Zerea.

Dalam keheningan kelas, mereka menyalurkan frustrasi mereka melalui tulisan di buku catatan mereka. Ririn mengeluarkan perasaannya terlebih dahulu, "Gue pengen banget labrak si Rendra!"

Yura membaca tulisan itu dan merasakan getaran yang sama. Begitu kesal dengan sikap Rendra yang tidak jelas dan merasa yakin bahwa dia telah melakukan sesuatu yang menyakiti Zerea.

"Enggak jelas tuh cowok! Pasti beneran selingkuh," tulis Yura, mengungkapkan kebencian yang terpendam dalam dirinya terhadap Rendra.

Ririn yang membaca tulisan tersebut mengangguk setuju, menguatkan pendapat sahabatnya bahwa Rendra memang layak untuk mendapat teguran atau bahkan lebih dari itu.

Di antara kebisingan pelajaran yang berlangsung, mereka terus berkomunikasi melalui tulisan-tulisan singkat di buku catatan mereka. Perasaan marah dan kecewa terus memuncak, membuat mereka semakin bertekad untuk menegakkan kebenaran dan melindungi Zerea dari siapapun yang berpotensi menyakiti hatinya.

Dan setelah pulang sekolah, mereka memiliki rencana untuk mengunjungi rumah Zerea, mengetahui bahwa teman mereka sedang membutuhkan dukungan lebih dari sebelumnya.

\~\~\~

Caca duduk di hadapan Bagas, kepala sekolah yang melihatnya dengan seksama. Ruangan itu begitu luas dan estetik, sebuah tempat yang dibangun dengan baik menggunakan dana sekolah untuk memberikan kenyamanan kepada siapa pun yang memasukinya.

Namun, di tengah keindahan ruangan itu, ada ketegangan yang terasa begitu kuat di udara.

"Ada kepentingan apa, Ca?" tanya Bagas, matanya meneliti Caca dengan cermat.

Caca merasa ragu, mencoba untuk menahan gemetar yang tak terkendali. Dia bermain-main dengan kukunya, mengaruk satu per satu hingga terasa lecet dan berdarah sedikit.

"Mungkin lebih baik jika kamu katakan tidak papa," lanjut Bagas dengan suara yang terdengar serius.

Caca menelan ludah, mencoba untuk menemukan keberanian dalam dirinya. Dia tahu bahwa keputusannya akan mengejutkan, bahkan mungkin mengecewakan Bagas.

"Saya ingin melepas beasiswa saya, Pak," ucap Caca dengan mantap.

Bagas terkejut mendengar pengumuman tersebut. Bagaimana tidak, tes beasiswa yang telah dia lalui bukanlah hal yang mudah. Dia harus berjuang keras melewati setiap tahapan, menjawab soal-soal sulit dengan tekun. Dan beasiswa itu sendiri adalah beasiswa penuh, sebuah kesempatan yang sangat berharga.

"Kamu yakin dengan apa yang kamu katakan?" tanya Bagas dengan suara yang tetap serius.

Caca menundukkan kepalanya semakin dalam, merasakan tekanan yang semakin bertambah.

"Yakin, Pak," jawab Caca, mencoba menatap Bagas meskipun hanya untuk sebentar. Namun, matanya tidak bisa bertahan lama.

"Alasannya?" Bagas bertanya, mencoba mencari pengertian dari keputusan yang dianggapnya tidak masuk akal.

"Saya ingin melepasnya dan mengejar beasiswa lain, Pak. Karena sekolah mengadakan pertukaran pelajar, dan ada beasiswa di dalamnya yang menyatakan bahwa penerima tidak boleh menerima beasiswa lain. Saya harus melepas beasiswa ini untuk memenuhi syarat tersebut," jelas Caca dengan penuh pertimbangan.

Bagas merenung sejenak, mencoba memproses informasi yang baru saja dia terima. Beasiswa yang akan didapatkan oleh Caca untuk pertukaran pelajar memang sangat menggiurkan.

Nilainya bukanlah main-main, dan kesempatan untuk belajar di luar negeri adalah suatu yang sangat berharga. Namun, ada pertanyaan yang mengganggunya: mengapa Caca baru memikirkan ini sekarang?

"Bukankah sia-sia dia mengikuti tes sebelumnya?" batin Bagas, merasa sedikit kecewa dengan sikap Caca yang terkesan tidak menghargai proses yang telah dilaluinya.

"Kau yakin?" tanya Bagas, suaranya sedikit terdengar keras. Dia ingin meyakinkan diri bahwa keputusan yang diambil oleh Caca adalah sesuatu yang benar-benar dipikirkan matang-matang.

Caca menatap Bagas dengan mantap, meskipun wajahnya masih memancarkan ketidakpastian yang tersembunyi di balik keberaniannya.

"Yakin, Pak," jawabnya tanpa ragu.

Bagas mengangguk perlahan, menerima jawaban Caca meskipun hatinya masih merasa ragu. Dia mengerti bahwa keputusan itu adalah hak Caca sebagai individu, dan dia harus menghormati itu. Namun, tetap saja, ada rasa penyesalan yang menghantui pikirannya.

\~\~\~

Caca melangkah keluar dari ruang kepala sekolah dengan perasaan yang berat di dadanya. Langkahnya terasa berat, penuh dengan kekhawatiran akan apa yang akan terjadi selanjutnya. Namun, sebelum dia bisa menyusun pikirannya, dia disambut oleh tatapan penuh selidik dari Kelvin.

"Caca?" panggil Kelvin, membuat Caca merasa semakin gelisah.

Keringat mulai menetes di pelipisnya, dan dunia seolah-olah berputar di sekitarnya.

"Gue Marica," ucap Caca, mencoba menenangkan dirinya sendiri.

Tapi Kelvin tidak percaya begitu saja. Dia merasakan ada yang aneh dengan sikap dan penampilan Caca.

Tanpa memberikan kesempatan bagi Caca untuk memberikan penjelasan lebih lanjut, Kelvin menarik Caca ke taman belakang sekolah dengan mantap. Caca mencoba untuk berontak, mencoba untuk melepaskan diri dari cengkeraman Kelvin, tapi usahanya sia-sia. Kelvin ternyata cukup kuat dan mantap dalam menahannya.

Caca merasa semakin terjepit, ketakutan memenuhi hatinya. Dia tidak tahu apa yang akan terjadi selanjutnya, dan perasaan tidak berdaya membuatnya semakin terpuruk.

\~\~\~

Rendra memperhatikan dengan heran adegan antara Caca dan Kelvin. Rasanya sudah lama sekali dia tidak melihat keduanya berinteraksi seperti itu.

"Mereka kenapa lagi sih?" gumam Rendra, mencoba memahami situasi yang sedang terjadi.

"Jangan tanya gue. Lo kan yang sekelas sama Caca," jawab Panji dengan santainya, seolah-olah hal itu bukanlah sesuatu yang perlu diperhatikan dengan serius.

"Si Caca jadi menutup diri, enggak menarik sekali," keluh Rendra, merasa kecewa dengan perubahan sikap Caca yang tiba-tiba.

"Kalau gitu lo incer dia aja," saran Panji, dengan nada yang seakan-akan memandang remeh masalah tersebut.

"Lah katanya anak kelas 3B, mumpung gue udah putus gue bisa deketin si senior," ujar Rendra dengan nada ragu.

Memang, Rendra tidak pernah mempertimbangkan untuk mendekati Caca sebelumnya.

"Dia udah diincar sama yang lain. Lo coba luluhin si Caca aja," tambah Panji, memberikan saran yang sebenarnya cukup masuk akal.

"Caca?" gumam Rendra dalam hatinya.

Jujur saja, dia tidak tertarik pada Caca. Awalnya, memang Caca terlihat menarik dengan gaya badasnya, tetapi sekarang Caca terlihat sangat kalem dan itu bukanlah seleranya. Rendra lebih suka dengan sosok yang lebih bersemangat dan penuh kehidupan.

Namun, meskipun dia tidak tertarik pada Caca, Rendra merasa perlu untuk mengetahui apa yang sebenarnya terjadi di balik sikap tertutup dan misterius Caca belakangan ini.

Panji terus memandang Rendra dengan senyum yang menggoda, seperti menantangnya untuk membuktikan sesuatu yang dianggapnya mustahil. "Lo buktiin dong kalau masa lalu bisa ngalahin masa depan," ledeknya dengan nada yang penuh keyakinan.

Rendra mengangkat alisnya, menanggapi godaan Panji dengan serius. "Enggak segampang itu," ucapnya dengan mantap, suaranya mencerminkan keyakinan yang tidak bisa digoyahkan.

"Orang lama selalu jadi pemenangnya," tambah Rendra dengan nada yang sedikit lebih rendah.

Dia merasa bahwa kenyataan memang terbukti begitu dalam banyak kasus. Bagi sebagian orang, masa lalu memiliki kekuatan yang begitu besar, sulit untuk dilepaskan, bahkan sulit untuk dilupakan. Dan seringkali, mereka sulit membuka hati mereka kembali untuk mencoba menciptakan hubungan baru atau memperbaiki masa depan mereka.

Rendra memahami bahwa proses kesembuhan dari luka masa lalu tidaklah mudah. Ada saat-saat ketika seseorang terjebak dalam kenangan yang menyakitkan, terluka oleh pengalaman yang pernah mereka alami. Dan dalam keadaan seperti itu, membuka hati untuk orang lain bisa menjadi tantangan yang luar biasa sulit.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!