NovelToon NovelToon
HAZIM

HAZIM

Status: sedang berlangsung
Genre:cintapertama / Keluarga / Persahabatan / Romansa
Popularitas:2.6k
Nilai: 5
Nama Author: Haryani Latip

Awal pertemuan dengan Muhammad Hazim Zaim membuat Haniyatul Qoriah hampir terkena serangan Hipertensi. Meski gadis itu selalu menghindar. Namun, malangnya takdir terus mempertemukan mereka. Sehingga kehidupan Haniyatul Qoriah sudah tidak setenang dulu lagi. Ada-ada saja tingkah Hazim Zaim yang membuat Haniyatul pusing tujuh keliling. Perkelahian terus tercetus diantara mereka mulai dari perkelahian kecil sehingga ke besar.

apakah kisah mereka akan berakhir dengan sebuah pertemanan setelah sekian lama kedua kubu berseteru?
Ataukah hubungan mereka terjalin lebih dari sekadar teman biasa dan musuh?

"Maukah kau menjadi bulanku?"

~Haniyatul Qoriah~

🚫dilarang menjiplak

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Haryani Latip, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Fans

Happy reading😙

Kau membuat ku bingung dengan sikapmu. Kau seperti angin yang kadang bertiup kencang dan berubah perlahan.

Kau seperti suhu yang tak tentu. Dan kau juga seperti air yang kadang tenang lalu tiba-tiba berombak ganas.

______________________________________

Haniyatul memasuki sebuah gedung. Di pintu gerbang gedung itu terdapat Banner yang diatasnya tertera tulisan Acara Lomba Menulis dan Musabaqah Tilawah Al-qur'an.

Suara riuh gelak ketawa memenuhi tiap penjuru. Berbagai macam Almamater dikenakan oleh tiap siswa dengan lambang sekolah yang berbeda.

Ainul menggandeng tangan Haniyatul. Gadis itu berusaha menutup kegugupannya. Berkali-kali ia memperbaiki bingkai kaca matanya. Sedangkan, Aydan, Mukhlis, dan Zaim pula berjalan di depan bersama dengan Ustazd Faqir.

"Han, ternyata banyak ya orang yang hadir," bisik Ainul.

"Iya, seragam mereka keren-keren loh," ucap Haniyatul. Yang turut merendahkan volume suaranya.

Ustazd Faqir dan Bu Qamariah menghentikan langkahnya di ikuti oleh Aydan, Mukhlis, Zaim, dan Haniyatul, serta Ainul, dan Nur Fitriani

"Kita pisah di sini saja. Soalnya tempat lomba menulis dan Tilawah Al-qur'an beda," jelas Bu Qamariah.

"Sebentar, Bu," sahut Zaim.

Bu Qamariah yang tadinya ingin beranjak pergi bersama Haniyatul, Ainul, dan Nur Fitriani. Tiba-tiba saja menghentikan langkahnya. Pandangan mereka berempat terarah pada Zaim.

"Han, bawa ini." Zaim mengulurkan sebotol air Aqua.

"Kalau rasa gugup. Minum saja air itu," jelas Zaim.

"Memangnya apa hubungannya minum air dengan rasa gugup?" tanya Ainul.

"Aku kalau gugup biasanya minum air putih dulu. Setelah itu sudah tidak gugup lagi," jelas Zaim.

"Ehem," Mukhlis berdehem.

"Kalian pacaran?" tanya Bu Qamariah.

Mata Haniyatul membulat. "Tidak bu, cuma teman."

"Serius?" tanya Bu Qamariah lagi. Untuk memastikan.

"Iya, bu. Saya masih tahu batas-batas dalam agama Islam. Dan pacaran itu secara tidak langsung adalah hal-hal yang mendekati Zina bahkan bisa dikatakan perbuatan Zina terlepas dari apapun alasan kita untuk pacaran. InsyaAllah, selagi Allah menjaga hati saya. Saya tidak akan pernah melakukan hal itu," jelas Zaim.

Diam-diam, jauh di dalam hati Haniyatul yang paling dalam. Ia benar-benar kagum dengan ucapan Zaim. Kini tidak heran lagi mengapa banyak perempuan yang menginginkannya.

Nur Fitriani tak lepas dari terus melihat kearah Zaim. Membuat lelaki itu menundukkan pandangannya. Sedangkan, Aydan pula terus memperhatikan tangan Haniyatul yang menggunakan plaster trip yang ia berikan  untuk menutupi luka Haniyatul.

Dia menggunakan plaster trip ku. Batin Aydan.

Aydan senyum-senyum sendiri. Ada perasaan senang yang perlahan menyelinap di hatinya.

Sekilas Zaim juga melihat kearah tangan Haniyatul. Lelaki itu tahu bahwa Haniyatul tidak menggunakan plaster trip yang diberikannya kemarin. Karena plaster trip yang Zaim berikan pada Haniyatul berwarna cokelat. Sedangkan, plaster trip ditangan Haniyatul sekarang berwarna putih.

Dia tidak menggunakan plaster tripku. Ya, sudahlah. Mungkin dia lupa.

Zaim menghela napas panjang. Ia tidak tahu bahwa plaster trip yang di gunakan Haniyatul untuk menutupi luka di telapak tangannya adalah pemberian dari Aydan. Jika Zaim tahu, entah bagaimana reaksinya.

"Ya, sudah. Sampai ketemu lagi disini. Kami duluan ya bu," ucap Ustazd Faqir. Seraya membawa ke tiga siswanya ke tempat di selenggarakannya lomba.

***

Seorang juri berjilbab panjang sedang membuka buku jurnal berwarna pink dengan tulisan tangan. Di sampulnya sudah tertulis judul cerita yaitu ' Cinta Muhammad dalam Dakwahnya' dalam lomba menulis Sirah Nabi. Terdapat beberapa kategori yang di perlombakan yaitu genre romance, genre sad, serta genre pengorbanan.

Haniyatul terpilih untuk menulis cerita bergenre romance. Sedangkan Ainul terpilih untuk menuliskan cerita bergenre pengorbanan.

"Baik, nak Haniyatul. Saya ingin mengajukan beberapa pertanyaan. Apa yang membuat nak Haniyatul ingin menulis tentang Cinta Nabi Muhammad dalam dakwahnya. Padahal, kami juga memberikan kebebasan bagi tiap peserta untuk menuliskan tentang sejarah para Nabi yang lain," ucap Ustazah Ummul Aminah.

"Mungkin ini bukti rasa rindu saya sebagai ummat Nabi Muhammad."

Ummul Aminah menaikkan alisnya. Ia menyentuh bingkai kaca matanya. Siap untuk mendengar ucapan Haniyatul selanjutnya.

"Sosok baginda yang sering di agung-agungkan, sering menjadi buah mulut ibu saya dari saya kecil hingga beranjak remaja. Ternyata membuat saya semakin rindu pada Baginda Nabi Muhammad SWA. Sehingga saya memutuskan untuk menulis cerita tersebut. Karena saya ingin memberitahu kepada setiap pembaca saya bahwa Nabi Muhammad terlalu mencintai kita. Dan cintanya itu ada dalam setiap dakwah Islam yang di sampaikan kepada leluhur-leluhur kita terdahulu. Cintanya itu ada pada Hadis-hadis yang di ucapkannya agar kita jauh dari siksaan api Neraka,"

"MasyaAllah, jawaban luar biasa sekali," terlihat ustazah Ummul Aminah berpuas Hati dengan jawaban Haniyatul. Gadis itu lalu mengundurkan diri setelah menyalami beberapa juri wanita.

"Anaknya bersemangat sekali ketika mengucapkan alasannya menulis cerita ini," ucap Ummul Aminah pada teman yang ada di sebelahnya.

***

Haniyatul duduk di salah satu kursi berbahan besi yang ada di ruang tunggu. Tangannya meremas perlahan botol yang diberikan Zaim padanya. Senyuman terukir di bibirnya. Hari ini ia teramat berterima kasih pada Zaim. Karena berkat ucapan lelaki itu Haniyatul tidak gugup sama sekali. Jika ia gugup, maka ia akan meminum air Aqua yang Zaim berikan padanya.

Semoga saja dia bisa melakukan yang terbaik hari ini.

Demikianlah doa Haniyatul buat Zaim. Dan itu merupakan doa yang pertama kali Haniyatul tuturkan pada sang pencipta buat laki-laki itu. Biasanya setiap hari Haniyatul berdoa agar tidak di pertemukan lagi dengan Zaim. Tetapi, sepertinya doanya itu tidak dikabulkan oleh Tuhan. Dan hari ini ia mendoakan kebaikan buat laki-laki tersebut. Dan semoga saja dikabulkan oleh Allah.

"Han!" Sapa Ainul dari kejauhan. Gadis itu melambai-lambaikan tangannya kearah Haniyatul. Dan Haniyatul membalas lambaian tangan Ainul.

Ainul berjalan mendekati Haniyatul. Lalu, ia duduk di sebelah temannya itu.

"Alhamdulillah, selesai juga. Semoga kegiatan kita hari ini berkah ya," ucap Ainul. Gadis itu mengelap percikan keringat di dahinya dengan menggunakan ujung lengan Almamaternya.

"InsyaAllah, Aamiin," sahut Haniyatul. Matanya melihat ke segala arah. "Ainul, gedung ini besar juga ya," ucap Haniyatul.

"Iya, ya, gedung ini besar." Ainul mengiyakan ucapan sahabatnya. Pandangannya menyebar ke segala arah.

Gedung ini terdiri dari dua lantai, lantai atas digunakan untuk lomba Tilawah Al-Qur'an. Sedangkan, lantai bawah di gunakan untuk acara Lomba Menulis. Dekorasi gedung ini teramat sederhana. Juga terdapat foto presiden yang terpajang di dinding. Lantainya berwarna putih mengkilap. Dan setiap satu jam para tukang bersih akan mengepel kembali lantai ubin tersebut.

"Han, yuk! Ke atas." Ajak Ainul.

"Untuk apa naik ke atas?" tanya Haniyatul. Ia belum puas ingin beristirahat di lantai bawah.

"Liat Zaim lomba," jawab Ainul. Ia sudah menarik-narik lengan sahabatnya itu.

Awalnya Haniyatul menolak untuk pergi. Tetapi, Ainul tetap menarik lengan sahabatnya itu agar mengikuti langkahnya.

Setibanya di lantai atas, Ainul mengarahkan pandangannya ke segala arah untuk mencari kursi kosong yang bisa mereka duduki.

"Han, di sana ada kursi kosong tuh." Tunjuk Ainul pada dua buah kursi kosong yang terletak di sebelah kanan.

"Kita duduk di sana ya?" ucap Ainul seraya menggandeng tangan Haniyatul.

Haniyatul mengangguk perlahan kemudian berjalan beriringan bersama Ainul sambil bergandengan tangan.

"Zaim nomor urut berapa emang?" bisik Haniyatul ke telinga Ainul.

"Nomor urut kesepuluh, sekarang peserta nomor urut sembilan, setelah ini Zaim akan tampil," jelas Ainul. Ia meremas jari-jemarinya dengan doa yang sering diucapkannya dalam hati agar sepupunya itu bisa juara.

"Peserta selanjutnya dengan nomor urut sepuluh yang dipersilahkan naik ke atas panggung," seorang laki-laki yang berperan sebagai MC mempersilahkan Zaim untuk naik ke panggung.

"Han, tuh Zaim!" tunjuk Ainul. Raut wajah gadis ini terlihat senang.

"Mana?" Haniyatul masih mencari sosok laki-laki tersebut. Karena tubuhnya yang pendek, maka ia harus berdiri untuk melihat sosok laki-laki itu berjalan menuju ke panggung.

Dari kejauhan terlihat Zaim sedang memegang Al-Qur'an, di tangan kananya terdapat tasbih. Iya benar! Lelaki itu berjalan sembari bertasbih kepada Allah. Ia menutupi kegugupannya dengan bertasbih kepada Sang Pencipta.

Begitu lelaki itu mengucapkan Ta'awuz. Sontak semua yang hadir merasa merinding dengan kemerduan suara Zaim. Zaim membacakan surat Al-mu'minin dari ayat pertama dan seterusnya.

"Allahuakbar!"

Semua yang hadir mengucapkan takbir pada sang pencipta. Bahkan ada sebagian Audiens yang berdiri sambil bertakbir ketika Zaim mulai mengucapkan lafaz Al-qur'an dengan Taranum Bayyati, Jawabul-jawab.

"MasyaAllah, Han, aku bangga dengan Zaim, Han," ucap Ainul. Gadis itu sudah mengeluarkan air mata bahagia buat sepupunya itu.

"Aku juga Ainul," sahut Haniyatul. Ia mengusap pundak Ainul. Lalu, memberikan senyuman termanisnya.

***

Setelah menyaksikan penampilan Aydan, Haniyatul pun meminta izin pada Bu Qamariah untuk ke toilet. Aydan memasuki lomba hafal Al-Qur'an. Dan terlihat laki-laki itu bisa tampil dengan baik.

Haniyatul mendorong pintu toilet, tetapi toilet tersebut terkunci. Jadi, ia memutuskan untuk menunggu sehingga orang yang menggunakan toilet tersebut keluar.

Pintu toilet terbuka sehingga menampakkan sosok di balik pintu tersebut.

Mata Haniyatul melebar. Berulang kali ia mengedipkan matanya. Berharap apa yang di lihatnya tidak benar.

"Zaim?" gumam Haniyatul.

Muka Zaim terlihat kaget. Diantara banyak-banyak orang yang ada di acara ini. Mengapa ia harus bertemu dengan Haniyatul dalam kondisi seperti ini?

"A--apa yang kamu lakukan disini?" Haniyatul menyelidik.

"Han, ini tidak seperti yang kamu pikirkan," ucap Zaim. Ia masih tak bergeming dari tempatnya.

"Dasar mesum kamu Za," ucap Haniyatul pula separuh berteriak.

"Han, perlahankan suaramu," Zaim merendahkan suaranya.

"Biarin, biar orang-orang tau kalau kamu cowok mesum," kali ini Haniyatul benar-benar berteriak. Membuat semua mata terarah pada mereka berdua.

"I--ini bukan seperti yang kalian lihat," Zaim coba menjelaskan situasinya pada orang ramai.

"Sayang yaa, ganteng-ganteng. Eh, ternyata mesum,"

Orang ramai mulai mengatainya seraya melirik kearah Zaim dengan senyuman sinis.

"Aaaaarrggghht!" teriak Zaim frustasi.

"Toilet untuk cowok rusak. Lihat tuh! Lihat!" Herdik Zaim sembari menunjuk kearah papan pengumuman yang bertuliskan toilet pria sedang dalam perbaikan.

Mata Haniyatul membulat. Ia menutup mulutnya yang mulai menganga.

"Zaa, za!" panggil Haniyatul. Tetapi, malangnya lelaki itu sudah mengatur langkah untuk pergi.

Kini perasaan bersalah mulai menyelubungi hati Haniyatul. Tanpa ia sengaja ia sudah memfitnah laki-laki itu. Dan perbuatan fitnah adalah perbuatan yang paling kejam daripada membunuh.

"Zaa!" Haniyatul mengejar langkah kaki Zaim yang semakin melaju ke depan.

"Han! Kamu dari ma--" sapaan Ainul tidak di gubris oleh Haniyatul. Gadis itu melewati Ainul, Mukhlis, dan Aydan yang sedang berdiri di ruang tunggu.

Ainul tercengang. Berulang kali ia menggosok matanya. "Lis, apa aku tidak salah lihat?"

"Yang benar saja, itu Haniyatul ngejar-ngejar Zaim?" Gumam Mukhlis. Wajahnya terlihat tidak percaya.

"An, sepertinya, nanti kalau pulang ke rumah, kita harus perbanyakkan shalat taubat," Mukhlis berseloroh.

"Maksudnya?" Ainul mengerutkan keningnya.

"Sepertinya, tanda-tanda kiamat sudah muncul lagi. Bagaimana bisa, gadis cuek yang setiap kali bertemu dengan Zaim sikapnya berubah 360° malah kini mengejar-ngejar laki-laki yang di bencinya. Bahkan sekarang terlihat Zaim yang menghindar," ucap Mukhlis. Matanya tak lepas dari terus melihat kearah Haniyatul yang berjalan mengejar Zaim. Bahkan sesekali gadis itu berlari kecil untuk mensejajarkan langkah mereka.

"Apa Haniyatul salah makan ya tadi pagi?" tanya Ainul. Ia bertukar pandangan dengan Mukhlis. Sedangkan, Aydan pula, raut wajahnya tak suka ketika melihat kedekatan Zaim dan Haniyatul.

***

Suara tepukan terdengar di setiap penjuru sekolah. Haniyatul naik ke podium untuk menerima hadiah atas prestasinya meraih juara satu dalam lomba menulis. Gadis itu tak henti-henti tersenyum. Rasa syukur terus-menerus ia panjatkan pada Sang Pencipta. Karena atas izin Allah ia bisa meraih juara. Sedangkan Ainul pula, gadis itu meraih juara dua dalam lomba menulis dan Nur fitriani meraih juara tiga.

Setelah Haniyatul menerima hadiah. Ia turun dari podium. Dan kini giliran Zaim pula untuk naik menerima hadiah. Lelaki itu juga mendapat juara satu dalam lomba Tilawah Al-Qur'an dan akan maju ke tingkat provinsi. Sedangkan Mukhlis pula, meraih juara dua dalam lomba Tilawah serta Aydan meraih posisi yang sama dengan Mukhlis yaitu juara dua dalam lomba menghafal Al-Qur'an.

"Saya teramat bersyukur dan bangga atas prestasi anak-anak sekalian. Oleh karena itu, saya juga ingin menyampaikan berita gembira teruntuk anak-anak sekalian. Yaitu lusa Madrasah kita akan mengadakan liburan selama tiga hari di pantai. Anak-anak hanya perlu membayar Rp20.000-, saja, selebihnya sekolah yang akan tanggung biayanya," jelas Bu Qamariah.

"Horeeey!"

Semua siswa bersorak gembira.

"Harap tenang!" Bu Qamariah menenangkan siswanya yang mulai bising dan tidak memperhatikannya lagi.

"Jangan senang dulu, karena nanti setiap wali kelas akan memberikan surat izin. Dan surat izin itu di berikan kepada orang tua untuk di tanda tangani. Jika orang tua kalian setuju, baru kalian bisa ikut dalam kegiatan liburan ke pantai, tapi jika tidak. Ya, say good bye," di akhir ucapannya, sempat lagi guru yang berstatus kepala Madrasah ini bercanda.

Setelah Bu Qamariah menutup pidatonya. Semua siswa pun di bubarkan. Menuju ke kelas masing-masing.

"Han, kamu pergi, kan?" tanya Ainul. Ia berjalan beriringan dengan Haniyatul.

"InsyaAllah, jika ibuku memberi izin," jawab Haniyatul. Di tangannya meringkus piala yang berukuran sedang, dengan sekotak hadiah yang ia juga tidak tahu apa isinya karena dibungkus dengan rapi.

"Semoga saja ibumu memberi izin. Amiin," doa Ainul. Ia teramat berharap bisa liburan bersama Haniyatul.

"Aamiin," Haniyatul turut mengaminkan. Karena sememangnya ia juga ingin pergi.

Setibanya di kelas, mata Haniyatul sudah menangkap kotak merah yang terletak di atas mejanya. Dengan berbagai macam bunga dan cokelat.

"Ciee, ada yang kasih hadiah nih." Ainul menyenggol lengan Haniyatul.

"Jangan-jangan dari Zaim," tebak Ainul.

Haniyatul tidak menggubris ucapan Ainul. Sebenarnya ia tidak tahu bagaimana merespon ucapan Ainul tadi.

Perlahan, Haniyatul membuka kotak hadiah tersebut. Di dalamnya terdapat ribuan kartu ucapan berbentuk hati. Di atas kartu ucapan tersebut tertulis  ' untuk Muhammad Hazim Zaim'

Haniyatul mengerutkan dahinya. Hingga hampir saja keningnya bertaut menjadi satu.

"Kenapa, Han?" tanya Ainul.

"Ini untuk Zaim," jawab Haniyatul.

"Masa sih?" tanya Ainul sekali lagi. Tak percaya.

Gadis berkaca mata itu membaca nama-nama yang tertulis di atas kartu ucapan tersebut. Ada nama Zaim, Aydan, dan Mukhlis. Begitu pun diatas cokelat dan bunga itu turut tertulis nama Zaim, Aydan, dan Mukhlis.

"Han!"

Seseorang memanggil nama Haniyatul dari kejauhan.

"Han, itu surat, cokelat dan bunga dari fans si trio itu," ujar gadis berjilbab panjang. Berkulit kuning langsat.

"Si trio? Siapa La?" tanya Haniyatul. Gadis itu terlihat bingung.

"Lah, siapa lagi kalau bukan Zaim, Aydan, dan Mukhlis," jelas Laila.

"Mereka bilang kamu dekat dengan si trio itu. Jadi, para fans mereka meminta agar kamu mau memberikan hadiah itu pada Zaim, Aydan, dan Mukhlis," lanjutnya lagi.

Haniyatul mengingat-ngingat kembali sekumpulan gadis yang mengerumuni mobil Zaim, Aydan, dan Mukhlis.

Apa ini dari mereka ya? Batin Haniyatul.

"Ya, sudah nanti aku kasih." Haniyatul menutup kembali kotak yang berisi kartu ucapan tersebut. Bunga dan cokelat di masukkan kedalam laci mejanya.

***

"Za, ada yang kasih kamu kartu keluarga. Eh, maksudku kartu ucapan sama cokelat dan bunga," ucap Haniyatul. Ia meletakkan kotak merah, cokelat dan bunga di atas meja Zaim.

Wajah Zaim terlihat cuek. Barangkali lelaki itu masih marah karena kejadian kemarin.

"Zaa, maaf. Aku sudah tuduh kamu yang tidak-tidak,"sekali lagi Haniyatul mengucapkan kata maaf yang entah sudah keberapa kalinya.

"Allah saja memaafkan hambanya Za," bujuk Haniyatul agar Zaim mau memaafkannya.

"Ya, sudah. Cokelatnya buat kamu saja," setelah beberapa menit berlalu. Akhirnya lelaki itu mengangkat bicara.

"Tapi, Za, cokelat ini me--"

"Shhhtt!" Zaim meletakkan jari telunjuknya ke bibir.

"Kalau kamu menolak cokelat ini, itu artinya kamu tidak mau aku maafkan, menolak, atau terima dan aku maafkan?" ancam Zaim. Ia memberikan Haniyatul dua pilihan. Dan sudah tentu Haniyatul memilih pilihan yang kedua.

"Ya, sudah aku pamit," Haniyatul beranjak pergi setelah mengambil beberapa bungkus cokelat. Wajah gadis ini terlihat cemberut karena ia tidak bisa menolak pemberian Zaim.

Aydan masih menjadi pemerhati yang baik. Jauh di hatinya yang paling dalam. Ia berharap bisa lebih akrab dengan Haniyatul. Seperti Zaim.

***

Hari keberangkatan ke pantai.

"Berbaris dengan teratur! Jangan dorong-dorong," pesan Ustazah Nur Laida.

Haniyatul menaiki Bus dengan tertib. Di belakangnya terdapat Ainul yang ikut mengantri untuk naik ke atas  Bus. Haniyatul di izinkan oleh kedua orang tuanya untuk ikut liburan. Lagian jarak ke pantai dengan rumahnya hanya menghabiskan waktu satu jam saja.

"Kita duduk di sini ya, An," ucap Haniyatul yang di sertai dengan anggukan temannya.

Haniyatul menjinjitkan kakinya untuk memasukkan tas pakaiannya ke dalam bagasi yang ada di kabin Bus. Tapi sayang, karena letak bagasi itu terlalu tinggi, Haniyatul tidak berhasil meletakkan tas pakaiannya. Namun, tiba-tiba saja ada tangan yang menahan tas pakaiannya. Haniyatul menepikan badannya. Di lihatnya Zaim sedang membantunya memasukkan tas tersebut ke dalam bagasi yang ada di kabin Bus.

"Za, apa yang kamu lakukan di sini?" tanya Haniyatul. Gadis itu merendahkan suaranya.

"Aku salah naik Bus," jawab Zaim seraya tersenyum lebar.

"Cepat turun, Bus kamu sudah mau berangkat tu," Haniyatul melirik sekilas kearah jendela. Dilihatnya sudah hampir ke seluruhan siswa laki-laki menaiki Bus mereka.

"Za, kok disini?" kini giliran Ainul pula yang bertanya.

"Aku salah naik Bus," jawaban yang sama di berikan pada Ainul.

"Ya, sudah cepat turun," ucap Ainul.

"Iya, iya." Zaim melangkahkan kakinya untuk pergi.

"Mas Zaim, bisa bantu aku? Bisa tidak tasku di simpan di bagasi yang ada di kabin, soalnya bagasinya ketinggian," mohon Suraya sembari tersenyum.

Haniyatul melirik kearah gadis tersebut. Ia menyipitkan matanya. Coba mengingat-ngingat apa ia pernah bertemu dengan gadis tersebut.

"An, itu siswa baru ya?" tanya Haniyatul.

"Iya, baru kemarin pindah ke sini," jawab Ainul. Gadis itu sudah mengambil tempat duduk dekat dengan jendela Bus.

Dari kejauhan Haniyatul melihat Zaim membantu gadis tersebut.

Kayak pernah liat. Batin Haniyatul.

Tiba-tiba saja Haniyatul mengingat sesuatu. Matanya melebar, ia kembali menatap kearah wajah Suraya...(Lanjut ke flashback)

"Suara Zaim merdu ya," ucap seorang gadis tak berhijab dengan rambut panjang terurai.

"Kamu Fans sekali dengan Zaim ya Suraya?" ucap temannya yang sedang memakai jilbab pasmina.

"Ya, tentu. Aku akan pindah ke sekolahnya untuk merebut hati pangeranku. Yaitu Muhammad Hazim Zaim," ucap Suraya sambil mengulum senyum. Di akhir ucapannya ia sengaja memanjakan nada suaranya.

Diam-diam Haniyatul mendengar ucapan kedua gadis itu karena ia duduk di belakang suraya. Sedangkan, Ainul waktu itu sedang pergi membeli air di luar.

________________tobe continue_______________

1
Ai
mampir, Thor
Tetesan Embun: terima kasih 🥰🙏
total 1 replies
👑Queen of tears👑
bakal sad boy ini zaim 🥴
👑Queen of tears👑
aku bersama mu aydan,,sm² penasaran 🤣🤣🤣
👑Queen of tears👑
nyeeessss/Brokenheart/
👑Queen of tears👑
huhf,,,😤
👑Queen of tears👑
ehmmm🧐
👑Queen of tears👑
kannnn rumit cinta segi delapan itu🧐😎
👑Queen of tears👑
menyukai dalam diam itu sungguh menyiksa kantong
👑Queen of tears👑
temannya aydan,,,mmm cinta segi delapan ini🧐
👑Queen of tears👑
banting Hani🤣🤣
👑Queen of tears👑
nikotin mulai keluar🤣🙈
👑Queen of tears👑
no Hani
but Honey hehehe gak sayang juga sih tapi madu hahahahaha 🤣✌️
👑Queen of tears👑
dingin..dingin tapi peduli m kucing😍
mmm...jdi pengen dipeduliin 🙈
👑Queen of tears👑
hmmmm,,aku mulai menemukan radar disini🧐🧐😎
👑Queen of tears👑
cinta pada pandangan pertama,,dari merangkak naik kemata/Drool/
Rinjani Putri
hallo KK author ijin tinggalkan jejak bintang ya disini
Tetesan Embun: silakan kak, makasih🤗
total 1 replies
Floricia Li
ketat bgt aturannya 😭
Floricia Li
lucu bgt hani 😭😭
Floricia Li
heh ngapain ditarik 🤣🤣
Floricia Li
lucuu bgt masi ada kunang kunang
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!