Ini adalah kisah lanjutan dari Radio Maple. Pertemuan kembali antara Biru dan Langit setelah sepuluh tahun lamanya. Jadi kalau kalian belum baca Radio Maple, baca dulu ya.
(Bukan untuk anak dibawah Umur, mohon minggir cari yang lain saja ya)
"Aku ingin menunjukkan padamu, jika tidak semua pernikahan berakhir dengan perceraian" ~ Langit.
"Aku ingin dunia tau, kamu adalah laki-laki terbaik diantara yang terbaik. Aku ingin semua wanita cemburu karena perlakuan mu padaku" ~ Biru
"Cinta sejati itu benar-benar ada. Menghabiskan waktu hanya untuk menunggu satu wanita" ~ Dewa
"Mendapatkanmu adalah obsesi terbesar dalam hidupku" ~ Nando
"Jika kau percaya padaku, kau akan menceritakan suka duka mu. Berbagi segala perasaanmu padaku dengan nyaman" ~ Jingga
"Aku tepati janjiku untuk selalu bersamamu hingga tua nanti" ~ Kenzo
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon atps0426, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
MB - Itu Bisa Terjadi
Apartemen Langit....
"Gimana jalan-jalan sama Bunda? Pasti capek ya? Bunda selalu begitu kalau belanja" ujar Langit yang sedang bermanja dalam pelukan Biru.
"Bunda lebih asik daripada putranya" jawab Biru sembari memainkan rambut Langit.
"Tapi aku yang paling cinta kamu sayang"
"Aku tau. Udah ya tidur yuk, ngantuk nih. Tumben banget kamu ingin manja-manja gini"
Langit mendongakkan kepalanya menatap Biru, ia mengecup singkat bibir gadisnya kemudian berbaring di samping gadis itu. Biru ikut berbaring dan berbalik memeluk Langit.
Biru membuka matanya, ia menatap jam yang menunjukkan pukul tiga pagi. Ia berbalik ke arah lain, dahinya berkerut tak menemukan siapapun disana. Gadis itu menatap pintu yang terbuka, ia beranjak dari tidurnya dan berjalan keluar kamar. Tak ada siapapun diluar sana, Biru yang penasaran pun berjalan menuju kamar mandi. Pintunya sedikit terbuka, saat semakin dekat Biru bisa mendengar sesuatu. Ia terpaku di depan pintu kamar mandi mendengar suara wanita disana. Detak jantungnya berdebar kencang dan matanya mulai berkaca-kaca. Ia mencoba menyentuh gagang pintu kamar mandi tersebut.
"Aahh sial, aku tidak bisa menyentuhnya jadi harus melakukan ini. Aku harap aku cepat menikah, engghh..." ujar Langit diikuti suara erangan.
Gadis itu menitihkan air matanya, ia membuka pintu kamar mandi dengan kasar dan meneriakkan nama Langit.
"Bi..Biru" lirih Langit terkejut melihat Biru masuk kedalam kamar mandi. Wajahnya memerah dan kebingungan.
"Dimana wanita itu? Katakan dimana? Kamu Brengsek" celoteh Biru mencari seseorang di ruangan sempit itu. Ia terdiam memandangi ponsel Langit yang sedang memutar video tak senonoh.
"Kamu kenapa? Mimpi?" Tanya Langit yang sudah membenarkan kembali celananya.
"Kamu sedang o na ni? Kamu bikin aku kaget tau gak, aku pikir kamu selingkuh, nyebelin" gerutu Biru sembari menyeka air matanya.
Pemuda itu mencuci tangannya kemudian merangkul Biru keluar kamar mandi. Biru menatap Langit yang terlihat tak nyaman, ia merasa ada yang aneh dengan kekasihnya itu.
"Masih belum selesai ya?" Pungkas Biru menebak.
"Eh, ahahaha, anu... Hm... Maukah kamu membantuku?"
Mata Biru terbelalak lebar, ia sejenak memikirkan permintaan itu. Ini cukup mendadak, tapi Langit terlihat tak nyaman. Pemuda itu tiba-tiba tertawa, ia meminta Biru melupakan apa yang dikatakannya. Biru menahan tangan Langit, ia mengangguk dan mengajak Langit menuju kamar mandi. Langit tersenyum dan mengikuti gadisnya ke kamar mandi.
"Ap...apa yang harus aku lakukan?"
Langit melepaskan celananya, Biru refleks memejamkan mata.
"Langit, sepertinya aku tidak bisa melihatnya" gumam Biru khawatir.
Pemuda itu menarik Biru agar berdiri di samping belakangnya, ia menarik tangan Biru untuk menyentuh juniornya. Biru sedikit tersentak, Langit juga terkejut merasakan tangan lain menyentuh miliknya untuk pertama kali.
"Ini keras dan berdenyut" komentar Biru usai merasakannya. Ia memainkan jemarinya sambil sesekali tertawa pelan.
"Engghhh... Ahh, jangan di remas"
"Maaf maaf, apa seperti ini?"
"Iya itu bagus, ugghh... Aku merasakannya, ahh"
Biru berjalan ke arah samping dan mencoba mengintip. Ia mengedipkan matanya berkali-kali melihat Junior Langit yang besar. Tubuh Biru tiba-tiba mengejang, ia mendekap Langit karena wajah merona malu. Langit menyelesaikan o na ni nya dengan senyuman lebar.
"Apakah kamu selalu melakukannya?" Tanya Biru ketika mereka kembali ke kamar.
"Tidak, hanya tiga kali dalam seminggu"
"Kamu pasti kesulitan, apakah sakit jika tidak dikeluarkan?"
"Begitulah, itu juga cara untuk melepas stress sayang. Nanti kalau sudah menikah, aku tidak akan melakukannya lagi"
"Kenapa?"
"Tentu saja, kan ada kamu. Bukankah lebih baik saling menyenangkan?"
"Mesuummm"
Langit tertawa kecil dan tidur sambil mendekap Biru, ia merasa bisa tidur dengan nyenyak saat ini. Selain itu, ia akan meminta kedua orangtuanya untuk mempercepat pernikahannya.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Selama beberapa hari, Biru tampak sibuk mengurus pernikahannya. Ia bahkan membuat Felix menangis sebab tak punya waktu bermain untuknya. Karena Langit ingin mempercepat pernikahannya, seluruh keluarga segera mulai mempercepat semuanya. Dua hari lagi pernikahan mereka akan dilaksanakan. Malam ini seluruh keluarga Langit sedang makan malam bersama di sebuah restoran.
"Ayah dan Bunda punya kabar baik, kami akan tinggal disini bersama kalian. Bunda sedih soalnya cucu Bunda udah cepat besar" ujar Bunda.
"Apa? Tinggal disini? Dimana? Tinggal sama Kak Argo aja ya" sahut Langit.
"Gak bisa gitu dong, kan kamarnya hanya tiga, kalau anak Kakak lahir lagi gimana? Sama kamu dulu aja" timpal Argo.
"Anak-anak kurang ajaarrr" teriak Bunda dengan amarah.
Ayah mencoba menenangkan istrinya yang marah, Biru memukul Langit karena mengatakan hal yang sangat jahat. Meskipun begitu, Langit tetap tak mau tinggal bersama Bundanya karena Bunda akan mengaturnya ini dan itu. Argo juga setuju dengan perkataan Langit, alasan mereka tak ikut tinggal keluar negeri juga karena ingin bebas dari Bunda. Sebab Bunda terlalu perfeksionis dan disiplin, mereka jadi tak tahan.
"Udah udah, gak enak dilihat sama orang. Ayah dan Bunda sudah beli rumah di samping rumah Argo dan di depan rumah Langit. Jadi kita sekarang tetangga, setelah pernikahan Langit kami akan pulang untuk mengurus semuanya. Mungkin satu bulan lagi kami akan menempatinya" cetus Ayah melerai pertikaian mereka.
"Itu ide bagus, kan gak mungkin tinggal sama pengantin baru. Ganggu nantinya" pungkas Langit yang langsung mendapatkan pukulan sendok sayur dari Bunda.
Biru tertawa kecil melihat anggota keluarga barunya nanti, ia harap kebahagiaan seperti ini akan bertahan lama. Langit menggenggam tangan Biru dan mengelusnya dengan sayang. Biru menoleh lalu tersenyum menatap Langit.
"Maaf ya, keluarga ku sedikit toxic" tutur Langit sembari mencium tangan Biru.
"Jangan ikutkan Kakak dan keluarga kecil Kakak ya" timpal Argo.
"Gak toxic kok, seru malahan. Pasti kalau liburan keluarga jadi rame banget. Jadi gak sabar"
"Liburan keluarga? Untuk apa hal seperti itu, cukup aku dan kamu aja, auuhh Bunda" rintih Langit kesakitan.
Bunda menyetujui perkataan Biru, Bunda juga ingin liburan keluarga bersama namun selalu tak bisa. Untungnya Argo sudah berubah semenjak menikah, sebab istrinya memaksa untuk ikut. Sedangkan Langit selalu memiliki alasan, kini Langit tak akan memiliki alasan menolak karena istrinya akan memaksa ikut.
"Oh iya Bunda, Langit tidak punya sepupu? Aku belum melihat keluarga lainnya" Tanya Biru.
"Ada, tapi sedang bermasalah selama bertahun-tahun. Jadi kami jarang berhubungan lagi, maaf ya kamu tidak bisa berkenalan dengan mereka" jawab Ayah.
"Gak apa-apa kok Yah, aku juga gak pernah tau punya sepupu atau tidak. Papa ku anak tunggal, sedangkan Mama... Hm... Sepertinya hubungan Mama dan saudaranya juga tidak baik. Itu bisa terjadi, dulu aku dan Jingga juga seperti musuh padahal saling sayang"
"Mm... Polosnya calon mantu Bunda, sekarang Bunda tau kenapa Langit bisa mendapatkan mu. Pasti dia mengucapkan satu juta janji omong kosong untuk membodohi mu. Seandainya saja Bunda punya putra lain, akan Bunda nikahkan kamu dengannya"
"Benarkah? Ayah kan punya anak rahasia tuh" sahut Langit memulai candaannya.
Ayah tersedak karena omong kosong Langit, sedangkan Bunda melirik suaminya dengan sinis. Argo tak mau diam, ia juga memanasi suasana, ini adalah balasan karena Ayah mereka tak pernah mau membela saat mereka dimarahi Bunda.