Maple Blue

Maple Blue

MB - Syok Berat

Biru tengah berjalan-jalan di sebuah mall seorang diri. Ia lebih suka menikmati kesendiriannya dibandingkan harus pergi bersama seseorang. Tak sedikit mata yang terus menatapnya dengan kagum. Biru merawat dirinya dengan baik dan sekarang ia terlihat sangat cantik. Kini usia biru menginjak 27 tahun, selama sepuluh tahun terakhir tak ada satupun pria yang mampu menarik hatinya.

"Hai Kak, boleh kenalan?" Tanya seorang pemuda.

"Maaf, saya sudah menikah" jawab Biru sembari menunjukkan cincin ditangannya. Itu hanyalah cincin yang ia beli sendiri agar tak ada pemuda yang mendekati nya secara tiba-tiba.

"Oh maaf Kak"

Setelah pemuda itu pergi, Biru duduk di depan pintu masuk teater. Ia tengah melakukan panggilan telepon dengan seseorang.

"Iya Anya apa? Gue nonton sendiri, beli dua tiket dan seperti biasanya oke" jelas Biru sebelum ditanya. Ia sudah mengerti kemana arah pembicaraan yang akan Anya lakukan.

"Permisi Kak, Kakak cantik sekali, boleh kenalan?" Ucap seorang pemuda mendekati Biru sambil mengulurkan tangannya.

"Maaf, saya sudah menikah" jawab Biru dengan ramah.

"Oh gitu, maaf Kak"

Biru kembali berbincang dengan Anya yang memarahinya sebab menolak perkenalan dengan para wanita. Gadis itu menatap sekitar, ia melihat ada beberapa pemuda yang menatapnya dari berbagai sisi. Biru merasa tak nyaman karenanya, ia pun menggeser duduk agar lebih dekat ke arah gerombolan pemuda yang sedang berbincang-bincang. Bersembunyi diantara pemuda itu mungkin akan menghindari pemuda lain untuk mendekati dirinya.

"Harus berapa kali gue bilang, gue masih cinta sama Langit" pungkas Biru. Ia sukses menarik para pemuda yang ada didekatnya. Gadis itu menoleh lalu tersenyum canggung ke arah mereka.

"Gue yakin Nya, gue yakin Langit juga nungguin gue. Gue udah janji sama dia, kalau nanti kami dipertemukan lagi, gue yang akan kejar-kejar dia. Berapa kali gue harus jelasin ke loe kalau cinta gue udah habis. Gue gak bisa menerima laki-laki lain dalam hidup gue" lanjut Biru. Ia menghela napasnya lalu berdehem mendengarkan setiap ocehan Anya.

Usai beberapa saat kemudian, barulah Biru menutup teleponnya dan menatap ke pintu yang masih tertutup.

"Loe Biru temannya Anya?" Celetuk seorang pemuda mendekati Biru.

"Iya, loe kenal gue?

"Gue Falah, sahabatnya Langit. Kita pernah ketemu beberapa kali waktu ada acara" jawab Falah.

Biru mengerutkan keningnya, ia meminta maaf karena tidak mengingatnya dengan jelas. Pemuda itu mengangguk tak masalah, ia benar-benar tak mengenali Biru yang sekarang.

"Kalau loe sahabatnya Langit, loe tau kabar dia?" Tanya Biru.

"Tau, dia ada .... Maksud gue dia baik-baik aja. Mungkin sebentar lagi dia akan balik. Sorry sebelumnya, gue gak sengaja dengar pembicaraan loe ditelepon, kenapa loe nungguin Langit? Langit udah punya pacar"

Gadis itu membuka matanya lebar karena terkejut, ia tak bisa menyembunyikan keterkejutannya mendengar informasi tersebut. Biru tersenyum canggung dan menatap ke segala arah dengan bingung. Untungnya pintu teater dibuka, gadis itu berpamitan lalu masuk kedalam bioskop. Biru hampir saja terjatuh saat menaiki tangga karena tak fokus. Falah berada di belakang untuk membantunya berjalan menuju tempat duduk gadis itu. Rupanya mereka duduk bersebelahan, Falah dan teman-temannya pun duduk berdampingan dengan Biru.

Ketika film dimulai, Biru menitihkan air matanya. Padahal mereka sedang menonton film Avengers namun Biru malah menangis. Gadis itu mengepalkan tangannya dengan kuat, ia tak bisa menahan air matanya yang tumpah.

"Loe gak apa-apa?" Bisik Falah khawatir.

"Gak apa-apa kok, filmnya sedih ya" lirih Biru ditengah isak tangisnya.

Falah menoleh menatap teman-temannya, ia tak tega melihat Biru seperti ini.

"Falah, apa Langit bahagia?" Imbuh Biru.

"Se... sepertinya begitu, tapi bukankah tadi loe bilang loe bakal deketin dia kalau ketemu? Mereka masih pacaran kok belum nikah, jadi loe punya kesempatan"

"Mana bisa seperti itu, gue gak mau merebut Langit dari siapapun. Gue gak mau menjauhkan Langit dari orang yang dia cintai, gue sedih banget sekarang. Gue mau pulang aja, makasih ya informasinya, jangan bilang Langit kalau loe ketemu gue" pungkas Biru kemudian berjalan pergi meninggalkan bioskop.

Biru bersandar di dinding di area pintu keluar bioskop. Kakinya terasa sangat lemas dan tak tau harus bagaimana. Falah dan teman-temannya yang khawatir mengikuti Biru di belakang. Mereka memandangi gadis itu yang terduduk di lantai.

"Ide loe buruk" pungkas Falah pada seorang temannya tang memakai masker.

"Dia percaya banget ya sama Langit" sahut Rafi.

Pemuda yang memakai masker itu meminta Falah mengantarkan Biru pulang ke rumah. Akan bahaya jika ada pria yang mendekati Biru dalam keadaan seperti ini. Falah mendekati Biru dan mengatakan jika ia akan mengantarkan Biru pulang ke rumah. Gadis itu menolak, ia mengatakan akan pulang sendiri, ia tak butuh bantuan siapapun. Ia merasa bisa melakukan semuanya sendiri.

Seorang pemuda berdiri di depan Biru sambil berjongkok, pemuda yang mengenakan kemeja berwarna biru langit sama dengan yang Biru kenakan. Pemuda bermasker itu meminta Falah dan Rafi agar membuat Biru berada diatas punggungnya. Mereka memakaikan topi pada Biru lalu membawa gadis itu pergi menuju parkiran. Tak sedikit mata yang melihat mereka semua dengan aneh.

"Langit, maaf, maafkan aku Langit, maaf" gumam Biru.

Ketika berada di parkiran, mereka mendudukkan Biru di kursi depan lalu masuk kedalam mobil. Mereka jadi khawatir dan membawa Biru menuju rumah sakit terdekat.

"Langit, kenapa? Kamu marah ya sama aku?" Tutur Biru yang berbicara sendiri. Ia kembali menangis, isak tangisnya membuat para pemuda itu merasa bersalah.

"Biru gue cuma bercanda, Biru hei tenang" ucap Falah mencoba mengubah situasinya.

"Langit benci banget ya sama gue, sampai-sampai dia suruh kalian bicara seperti itu kalau ketemu gue? Gue sayang banget sama Langit, gue cinta sama dia. Gue benci diri gue sendiri, gue benci diri gue sendiri. Gue benci, gue jahat, gue pembohong, gue nyakitin Langit ya"

"Bukan gitu, Biru hei Biru.. Pingsan njir, ah gimana dong? Gue telepon Anya ya" gerutu Falah yang panik.

Sampai di rumah sakit mereka membawa Biru untuk di periksa. Falah dan Rafi menemani Biru hingga Anya datang menjemputnya. Anya datang bersama dengan Justin dan Nando, mereka terlihat sangat khawatir.

"Biru kenapa?" Tanya Anya.

Falah menjelaskan situasinya, ia mengatakan hal bodoh yang membuat Biru tak bisa menerimanya. Mendengar cerita konyol itu, Anya langsung mencengkram baju Falah dan memakinya dengan kasar.

"Dasar gila, ah sialll" umpat Anya kesal. Ia memperingatkan kedua pria itu agar tak mendekati Biru lagi.

Nando berdiri di samping Biru dan mengelus kepalanya. Gadis itu terbangun lalu menepis tangan Nando, ia beranjak dari posisinya dan turun dari atas ranjang. Biru menatap semua orang yang memandangi dirinya dengan khawatir.

"Maaf, gue bisa pulang sendiri kok, gue mau sendiri" ujar Biru lalu berjalan pergi keluar ruangan. Ia meminta agar teman-temannya tidak mengikuti dirinya terutama Anya dan Nando.

Gadis itu berjalan seorang diri, ketika sampai di area depan rumah sakit Biru berpapasan dengan ketiga teman Falah yang lainnya.

"Biru, apa loe sudah baik-baik saja?" Tanya salah seorang pemuda.

"Iya, terimakasih. Apakah kalian tadi berbicara dengan Langit? Gue samar dengar suaranya" kata Biru penuh harap.

"Tidak, mungkin loe terlalu memikirkannya. Tapi Biru, kenapa loe tidak melupakan Langit saja? Loe bisa jalani hidup loe bahagia tanpanya"

Biru mengepalkan tangannya dan menatap pemuda itu dengan marah. Ia tak mengatakan apapun kemudian pergi meninggalkan ketiganya.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!